Bad Boy - Another Name

2.7K 54 12
                                    

Masih terlalu pagi menjalani rutinitasku di akhir pekan. Bekerja sambilan sebagai pelayan restoran cepat saji tidak membuatku patah semangat. Aku harus menutupi biaya kehidupan sehari-hari yang tidak murah harganya. 

"Kau baik-baik saja, Je__" Ucap seseorang dari balik dapur. 

Aku mendesah cepat saat setiap orang selalu memanggilku Je. Namaku Jeanne Mildew. Orang tuaku memanggilku Jeanne. Apakah menambah akhiran 'n' pada nama itu terlihat begitu menyulitkan? Dan salah satu orang yang memanggilku dengan sebutan bodoh itu adalah bosku, Dylan Kenwood. 

"Aku baik" Gumamku. Dengan gesit aku membawa nampan menuju meja nomor 3 yang ada di dekat puntu masuk restoran yang diduduki oleh sepasang muda-mudi yang -menurut perkiraanku- sedang berkencan. 

"Ada yang lain?" Tanyaku sopan dan tidak lupa senyum selalu terpasang pada wajah. 

Si gadislah yang menjawab. "Tidak, eh, bukankah kau si Nerd itu?" Cibirnya. Keningku berkerut, hatiku memanas saat ejekan itu telah sampai pada siapapun yang hidup di CSU. 

"Ada yang lain?" Aku menutup akses telingaku dan berusaha menyembunyikan rasa muak. 

"Tidak, Nerd!" Ejek si pria. Lengan si gadis seksi yang bagiku terlihat idiot it melingkar erat pada si pria dan si pria menatapku seolah-olah aku adalah seonggok batu yang tidak memiliki rasa sakit. 

Tentu aku punya! Hanya saja aku memilih mengabaikannya. 

Aku bergegas meninggalkan mereka dan kembali ke tempat para pelayan berkumpul. Dapur. 

"Kau tidak tidur semalam?" Tanya Dylan di tengah kesibukannya mengolah burger

"Aku tidur." Ujarku berbohong. 

Aroma dapur memang menyedapkan saat beberapa daging teronggok di atas tungku pembakaran dan ditambah sarapan yang belum aku laksanakan membuat saliva dalam mulutku meleleh secara berlebihan. 

"Kau sudah makan?" Dylan selalu tahu kapan aku merasa kelaparan. Sekarang sudah menunjukkan pukul 2 siang dan aku yakin akan ada porsi tambahan makan siang di meja istirahatku. 

Aku menggeleng sambil meraih gelas kosong yang tertata rapi di sudut dapur dan menuju lemari pendingin. Sekali tegukan untuk ukuran gelas para lelaki membuat beberapa tamu yang melihatku melihat heran. 

Heh, apa peduliku? 

Benar saja. Ukuran hotdog super telah tersedia di kotak makanku. "Thanks!" Teriakku dan dibalas oleh senyuman Dylan yang menyusulku di meja istirahat para pelayan di belakang dapur. 

"Lingkar hitam di bawah matamu terlihat lucu, Je__" canda Dylan. Aku hanya menyeringai dengan mulut penuh saat Dylan juga larut dalam acara makan siang yang memang sudah lewat lebih dari 1 jam yang lalu. 

Dylan selalu menjadi ayah keduaku setelah masa pindahanku ke California. Ayah dan ibuku sudah lama berpisah saat kami masih di Florida akibat alasan ketidakcocokan. Saat itu aku dibesarkan hanya bersama dengan ibu. Jika aku sicap sebagai seorang anak yang kekurangan kasih sayang, aku tidak menyetujuinya. Setelah 4 bulan berpisah, ibuku menemukan tambatan hatinya yang lain. Dia pengusaha dari Inggris yang saat itu sedang berlibur ke Chicago. 

Bagaimana aku bisa menjadi pelayan dan terus menerus berkata hidup itu mahal dengan adanya Ferdinad, ayah tiriku yang kaya itu? 

Aku ingin hidup mandiri dan bukan berarti Ferdinand jahat kepadaku. Dia begitu baik bahkan terlalu baik sampai-sampai aku harus menyembunyikan pekerjaan sampinganku ini padanya. Jika hal ini terendus olehnya maka ibuku yang juga berlebihan itu akan panik dan segera mendarat ke apartemenku, menyeretku untuk pulang bersamanya di London. 

Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang