Disclaimer sebelum membaca cerita ini:
1. Cerita ini aku tulis pada Juni 2022, kemudian aku revisi sepenuhnya mulai November 2024.
2. Seluruh rangkaian cerita berasal dari ide pribadi. Mohon maaf jika terdapat kesamaan latar, tempat, nama, atau hal lainnya yang tidak disengaja.
3. Alur cerita ini mirip dengan kebanyakan cerita transmigrasi pada umumnya. Jika Anda tidak menyukai genre roman fantasi, disarankan untuk tidak membaca cerita ini.
4. Jika ingin memberikan kritik dan saran, harap menggunakan bahasa yang sopan.
5. Terima kasih kepada readers yang telah membaca dan memberikan vote. Happy reading! ^_^────୨ৎ────
“Pergi dari rumah ini! Dasar anak tak tahu diri!” bentak seorang pria paruh baya dengan suara yang menggema di seluruh ruangan.
Dengan kasar, ia melemparkan tas ke arah gadis yang berdiri di hadapannya. Gadis itu, dengan wajah tanpa ekspresi, memungut tas yang tergeletak di lantai. Sorot matanya yang tajam kemudian tertuju pada pria itu dan wanita yang berdiri di sisinya—kedua orang yang kini menjadi pusat kebenciannya.
“Benar-benar menjengkelkan,” gumamnya pelan, hampir tidak terdengar.
“Saya tidak ingin melihat wajahmu lagi. Jangan pernah kembali ke sini. Dan satu hal lagi, jangan panggil saya Ayah. Saya muak mendengarnya,” ujar pria itu dengan nada dingin, matanya penuh kebencian.
Bohong jika gadis itu tidak merasa terluka. Kalimat itu, meski sudah ia duga, tetap menusuk hatinya. Apalagi, kata-kata itu keluar dari mulut ayah kandungnya—satu-satunya keluarga yang tersisa. Namun, ia menahan diri sekuat tenaga untuk tidak menangis. Tidak sekarang. Ia tak mau terlihat lemah, terutama di depan pria itu dan wanita yang kini menyeringai puas
“Terima kasih sudah merawat saya selama ini, Tuan. Maaf jika kehadiran saya selama ini menjadi beban,” ucapnya dengan suara tegas namun bergetar. Ia menunduk sedikit sebagai tanda hormat yang terakhir, lalu menyunggingkan senyum tipis sebelum melangkah keluar.
Biarkan aku mengenalkan gadis itu pada kalian. Namanya Kinara Maahika atau Nara, begitu ia biasa dipanggil. Baru saja, ayah kandungnya sendiri mengusirnya dari rumah. Alasannya? Sederhana. Istri baru ayahnya tidak menyukai keberadaan Nara di sana.
Jika kalian bertanya apakah Nara sedih karena diusir, jawabannya mungkin tidak semudah itu. Sebenarnya, ia juga tak ingin lagi tinggal di rumah itu—tempat yang penuh kenangan pahit.
Dulu, keluarga Nara adalah keluarga yang harmonis. Ayah dan ibu yang saling mencintai, kakak laki-laki yang selalu menjaganya, dan nenek yang memanjakan mereka tanpa batas. Namun, semuanya berubah sejak kejadian itu. Sebuah tragedi yang menghancurkan keluarganya.
Ayahnya, yang dulu penyayang, berubah menjadi pemarah dan akhirnya berselingkuh. Ibunya, tak sanggup menahan rasa sakit, jatuh sakit dan meninggal dunia. Kakaknya, satu-satunya tempat Nara berlindung, menghilang tanpa jejak. Dan neneknya—yang menjadi alasannya bertahan di rumah itu—akhirnya juga pergi untuk selamanya.
Kini, tak ada lagi yang mengikat Nara di rumah itu. Ia tahu hari ini akan datang. Cepat atau lambat, wanita simpanan ayahnya akan memastikan ia pergi. Namun, Nara sudah mempersiapkan segalanya. Untungnya, neneknya meninggalkan sebuah rumah kecil yang bisa ia tinggali. Setidaknya, ia tak perlu khawatir soal tempat tinggal.
Nara melihat ke layar ponselnya. Waktu hampir menunjukkan pukul enam sore, tapi taksi yang ia pesan belum juga datang.
“Hah...”
Untuk entah keberapa kalinya, ia menghela napas panjang. Tubuhnya lelah, pikirannya penuh, dan ia ingin segera mengakhiri hari yang berat ini.
“Dengan sisa uang tabunganku, aku bisa bertahan beberapa hari,” gumamnya, mencoba menyusun rencana di kepalanya. “Setelah itu, aku akan mencari pekerjaan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
An Unchangeable Destiny.
ФэнтезиKinara Maahika, seorang gadis berusia 20 tahun, harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya demi menjalani sebuah takdir yang menurutnya benar-benar konyol. Semua bermula dari sebuah buku tua yang ditinggalkan oleh mendiang neneknya. Dalam buku it...