V

2.2K 300 62
                                    

Sanji nggak tau gimana ia berakhir satu kamar hotel sama si dosen. Bukan cuma satu kamar, tapi satu kasur juga. Sanji narik napas dalam, masih duduk membelakangi dosennya dan menatap pemandangan di jendela. Bukannya ini kebetulan yang terlalu klise?! Rasanya kayak lagi reka adegan film romcom picisan yang suka dia tonton tiap hari Minggu.

"Napasmu kedengaran,"

Sanji menjerit dalam hati. Tangannya menyentuh dada, merasakan detak yang cepat dan kencang. Perlahan-lahan ia menarik napas, lalu menghembuskannya, tarik napas, hembus, gitu terus sampe dia bisa ngerasain kasurnya goyang pas Zoro duduk.

"Saya bisa tidur di sofa aja kalau kamu mau,"

"Iya pak, tolong bapak tidur di sofa aja," Sanji nggak pake acara nolak. Toh si bapak yang nawarin diri. Zoro bangkit dari kasur dan langsung menyamankan diri di atas sofa. Baru beberapa menit berbaring, Sanji udah bisa denger suara tidur pules si buto ijo. Mungkin dia emang bener-bener ngantuk.

Apa biarin tidur di sebelahnya aja ya?

Sanji menggeleng dan menarik selimut. Biarin aja. Sanji ga peduli.

Maunya sih gitu.

Ah gatau deh!

Pagi itu Sanji bangun dan matanya menyipit begitu ngeliat matahari yang sudah menyinari jendela kamar hotel. Dia langsung ngeliat ke arah sofa, penasaran keadaan Zoro setelah semalam tidur di sana. Tapi Sanji nggak ngeliat ada tanda rambut ijo di sana. Dia baru sadar Zoro lagi mandi pas denger keran shower nyala.

Klek!

Suara pintu kamar mandi dibuka.

Sanji pura-pura tidur lagi. Tapi dengan hati-hati matanya membuka, panggil dia mesum atau apa, pokoknya Sanji penasaran. Mata birunya mengintip tubuh atletis yang berdiri di dekat lemari dengan handuk di area selatan. Tangannya yang bertato kelihatan basah, nggak— seluruh tubuhnya basah. Tapi bagian tato itu yang paling Sanji suka.

Suka? Chotto matte—

Dimana otak lu njinggg

Sekarang Sanji cuma pengen jedotin kepala ke tembok. Bisa-bisanya kepalanya yang suci ini terisi sama fantasi liar bapak dosen?!

Matanya lantas memejam ketika merasakan bayangan Zoro datang menghampiri. "Bangun, kita udah harus berangkat sekarang,"

Mata Sanji langsung kebuka. Oke, mungkin terlalu cepat. Tapi dia pengen buru-buru masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Siapa tau air dingin bisa bikin pikiran vulgarnya terguyur juga.

Tanpa ngomong apa-apa, Sanji melompat dari kasur dan berlari secepat kilat lalu mengunci diri di dalam kamar mandi.

.
.

Aula universitas tempatnya akan berkompetisi sudah hampir penuh. Sanji melirik ke kiri dan kanan. Mendadak badannya lemas. Mata birunya menatap kedua tangan yang bergetar. Ia menutup mata lalu menghembuskan napasnya berulang kali tapi nggak ada yang berhasil.

"Tarik napas, tahan, hembus..." Zoro yang menyadari rasa gugup si pirang segera memberi bantuan. Tangannya perlahan menyentuh tengkuk Sanji, mengelus helai pirangnya. "Tenang," lalu memijatnya pelan.

Sanji berusaha mengikuti instruksi Zoro dan mendapati dirinya mulai kembali tenang. Zoro masih belum berhenti memijat tengkuknya bahkan setelah napasnya sudah stabil. "Pak..."

"Oh iya," Zoro mengangkat tangannya tapi Sanji dengan cepat menahan.

"Ng-nggak papa... kayak gitu... lagi.." Sanji sadar suaranya makin mengecil tiap dia berusaha mengeluarkan kata. Tapi dia tahu Zoro paham. Karena berikutnya Zoro kembali menyentuh leher belakangnya.

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang