27 || W e i r d F e e l i n g

266 28 1
                                    

Gella melangkah sembarang menjauhi area tempat ketiga sejoli itu. Memang tak ada air mata yang ia keluarkan dari pelupuknya, namun hal tersebut tak membuktikan bahwa perasaannya sedang baik-baik saja saat ini.

Entah apa, kenapa, dan bagaimana, ia bisa merasa sesesak ini pada bagian dadanya hanya karna perkataan semacam itu dari seorang pria, yang bahkan sebelumnya ia benci setengah mampus.

Bukankah menistakan satu sama lain itu sudah biasa terjadi diantara mereka? Lalu kenapa sekarang tiba-tiba rasa ketersinggungan mulai hadir? Apa yang salah dari Gella saat ini?

Ia sama sekali tak berniat menuju ke kelas, tak pula hendak menuju perpustakaan, toilet, atau pun menuju kantin. Ia hanya terus melangkah saja tanpa tahu tujuan pijakannya itu hendak menuju kemana.

Saat hendak melewati fakultasnya, Gella berniat melangkah ke sisi jalan menuju lab. Namun ia tersentak kala sebuah tangan tiba-tiba saja mencekal pergelangan tangannya. Gella lantas menghentikan langkahnya. Ia menoleh guna melihat siapa presensi tersebut.

Gella mendapati makhluk yang menjadi alasan kenapa ia berjalan bak pengelana gila beberapa detik silam.

Gella menghembus jengah, "Lo ngapain disini?"

Aksa masih memegang pergelangan tangan Gella kuat. "Mau kemana?" tanyanya dingin.

Gella merotasi bola matanya malas sembari menghempas cekalan itu pelan.

"Bukan urusan lo," sautnya masih saja ketus. "Lo ngapain nyusulin gue?"

Aksa tak cepat menjawab. Ia justru memasukkan kedua tangannya kedalam kantung celana jeans yang ia pakai.

"Siapa yang nyusulin kamu? Orang saya mau ke toilet,"

Mendengar jawaban itu, Gella justru merasa semakin kesal. Ia merona sembari menghembus napas jengah

"Ouh, yaudah! Bagus kalo gitu,"

Gella pun hendak kembali beranjak pergi dari sana. Namun lagi-lagi Aksa kembali menghentikannya dengan kembali mencekal lengan Gella kuat.

"Sekarang apa?" Sentak Gella to the point.

"Kamu marah sama saya?"

Gella diam untuk beberapa detik. Iyah, dia marah. Dia merasa kesal dan ingin sekali meninju paru-paru pria ini. Tapi demi apapun, ia tak tahu alasannya apa.

Gella menarik tangannya pelan. Ia sekilas membasahi bibir bawahnya, "Ngapain juga gue marah? Lo ga ada buat salah kok sama gue,"

"Saya juga ngerasanya gitu,"

Gella merotasi bola matanya skeptis. "Udah kelar kan nanya-nanya nya?"

"Belom,"

"Apa lagi? Gue ga ada waktu kalo cuman buat liatin lo berdiri doang disini,"

"Sekarang kamu marah?" tanya Aksa sekali lagi.

"Kan tadi gue udah bilang enggak. Budek apa gimana sih?"

"Kalo ga marah bisa kan ngomongnya ga pake urat?"

Gella lagi-lagi menghela napas pelan. "Gue ada kelas, Kak. Makanya gue buru-buru,"

"Hari ini ga usah masuk dulu,"

Gella mengernyit, "Ngapain?"

"Temenin saya,"

Gella menganga, "Enak banget ngatur-ngatur, bokap gue lo?" ujar Gella santai. Ia benar-benar tak habis pikir dengan isi kepala pria ini.

"Ga ada penolakan!"

"Ga usah maksa-maksa gitu yah, lo bukan cowok wattpad!"

Biasanya cowok-cowok wattpad yang menggunakan kalimat semacam itu pada seorang wanita. Tapi ini berbeda, ini real life, tidak ada hal samacam itu di sini. Apa lagi bagi Gella.

ketua BEM [ONE'O KING]  ||  On Going √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang