4 - serpihan kecil tentang masa lalu

109 27 10
                                    

Kelopak matanya terbuka perlahan, pemandangan di sekitarnya masih terlihat buram. Segera setelah kesadaran perlahan kembali ke tubuhnya, rasa sakit pun kembali menusuk dadanya.

“tuan muda, bagaimana perasaan anda?” Ucap Dillon yang segera menghampiri majikannya.

“cepat panggilkan tabib” ucap suara dingin yang walau pertama kali ia dengar namun sudah sangat familiar bagi memorinya.

“Caius?” Ucapnya pelan, dia bahkan tidak bermaksud untuk memanggil nama yang tidak ia kenal. Namun entah, entah mengapa mulutnya bergerak sendiri.

Atensi dari sang pemilik manik tourmaline kini tertuju pada sang pemilik surai putih itu. “Tunggu sebentar, tabibnya sedang menuju kesini” ucap pria yang berumur beberapa tahun lebih muda dari Zane itu.

“acara makan malamnya?” Tanya Zane lirih, ia ingat bahwa ia telah mengacaukan acara makan malam keluarga. Ia kini khawatir akan konsekuensi apa yang akan ia terima.

“sudah selesai dari tadi, tetapi itu bukan hal yang perlu kau khawatirkan untuk saat ini” jawab caius lagi dengan suara yang datar.

Zane terdiam, jawaban dingin seperti ini..

Entah mengapa dia sudah sangat terbiasa mendengarnya.

Teringat dirinya akan berapa kali hatinya teriris, mendengar jawaban dingin dan jauh yang seperti ini.

Namun mungkin karena ini pada awalnya bukanlah kehidupannya? Ia bisa berfikir dengan lebih rasional.

Ah..
Haha.

Entah ia harus senang atau sedih mengetahui kini akal rasionalnya lebih kuat dibanding perasaannya.

“hm, aku tak perlu menemui tabib. Untuk saat ini aku hanya ingin istirahat” ucap Zane dengan suara yang sama dinginnya dengan suara ‘adik’ nya itu.

“tuan muda, bagaimana bisa begitu-” ucapan Dillon terhenti karena suara yang memutusnya.

“jangan gegabah, lagipula tabib nya sedang menuju kesini.” Ucap Caius lagi.

Zane terdiam, ia merasa tak ada gunanya membantah lebih jauh lagi. Ia memejamkan matanya dan menggerakan jarinya untuk memijat keningnya yang nyeri.

Sepertinya pemilik tubuh yang sebelumnya adalah orang yang seenaknya, karena baru saja Zane berusaha menenangkan diri, lagi, sebuah memori memasuki kepalanya tanpa peringatan. Rasanya seperti tiba-tiba diguyur dengan air es.

Darah mengalir dari hidungnya, saat ini ia merasa sangat ingin mengumpat.

Bagaimana bisa tubuhnya sesakit ini hanya karena sebuah memori?

°•°•°•°

Sebuah memori yang jauh, tentang masa kecil. Masa kecil siapakah itu? Entahlah. Yang pasti ada sosok kecil yang menarik tangannya, mengajak dirinya pergi ke taman. Di sana, di taman yang dipenuhi pohon besar dan daunnya yang kemerahan, manik tourmaline itu memandang dirinya dengan penuh kagum.

“kakak! Kakak bisakan menggunakan sihir untuk menerbangkan dedaunan seperti waktu itu?”

“...Jangan begitu Caius, sihir kakak itu tidak diakui oleh kerajaan, salah-salah kakak bisa membuat keluarga kita di tangkap.” Jelas seseorang, entahlah, namun sepertinya suara itu berasal dari versi anak kecil dari pemilik tubuh ini.

Terlihat adiknya yang cemberut karena penolakan kakaknya, “sihir kakak kan keren, kenapa dilarang?”

Entah, padahal aku melihat dari sudut pandangnya. Padahal aku terperangkap dalam tubuhnya.

The White Haired HypocriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang