4. Curi-curi pandang

2.5K 378 59
                                    

Nahla berlari kecil berteduh di salah satu warung karena hujan tiba-tiba turun. Membuka hoddie jaket yang menutup kepala. Rambutnya tergerai basah terkena air hujan. Hidungnya sedikit tersumbat karena Nahla alergi dingin.

Melihat jam di pergelangan tangan, lima belas menit lagi jam sembilan. Pagar kos akan di tutup, Nahla berdiri gelisah karena hujan bertambah deras disertai angin kencang seperti badai.

Banyak sekali anak seumuran dirinya yang terjebak karena hujan. Warung tempat Nahla berteduh tidak padat sehingga tidak harus berhimpitan seperti warung-warung lainnya. Nahla harus bergegas pergi, jika tidak ia akan tidur di mana. Namun, Nahla juga tidak mungkin menerobos hujan karena petir bergemuruh.

Nahla mencoba menghubungi Ayra maupun Zoya, namun kedua temannya itu tidak mengangkat panggilan telpon ataupun membalas pesannya. Mereka pasti sudah tidur kerena kelelahan. Jarak yang harus Nahla tempuh sedikit jauh dan jarum jam terus berjalan.

Nahla duduk di bangku menghadap jalan, hanya ada seorang lelaki yang duduk tidak jauh darinya. Nahla akhirnya memutuskan untuk bangkit, memakai hoddie jaket bersiap untuk berlari.

Niat Nahla terhenti mendengar suara klason mobil. Nahla mengangkat kepala mencari sumber suara. Bukan hanya Nahla yang mendengar, semua orang yang berada di sana juga. Di sebrang jalan jauh dari warung, Nahla melihat mobil Regan terparkir di sana. Jantung Nahla berdegup kencang, ia mencoba tidak menghiraukan namun Regan menekan klason dan kini cukup panjang.

Nahla mengabaikan, hendak berlari dan lagi suara klason berbunyi lebih panjang dari sebelumnya membuat semua mata menatap mobil tersebut. Nahla mengurungkan niat, menatap mobil dari kejauhan. Nahla tahu itu adalah bentuk peringatan.

Satu pesan Nahla terima.

R
Masuk atau gue jemput.
Lo nggak mau semua orang lihat kan?
Kalau gue nggak masalah
Gue nggak menerima penolakan
Masuk!

Nahla menghembuskan napas pelan, memasukkan handphone ke saku jaket. Melihat ke kanan-kiri memastikan tidak ada kendaraan, Nahla berlari menyebrang jalan. Semua mata menatapnya dari kejauhan karena hanya Nahla yang bergerak di sana. Tidak ada lampu jalan yang menerangi mobil Regan, namun mereka yang kebanyakan mahasiswa segera sadar saat lampu mobil menyala meninggalkan lokasi setelah Nahla naik.

Keheningan terjadi, hanya suara gemuruh yang terdengar. Regan mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.

Melepas hoddie jaket lalu masker, Nahla menatap jendela kaca. Kemudian menoleh melihat handuk yang Regan berikan. Nahla menerima, mengeringkan air di kepala dan tubuhnya.

"Apa harus di tegasin dulu?" Tanya Regan menoleh sekilas. Terlihat raut wajah marah disana. "Nggak bisa kalau gue bilang sekali?"

Nahla menatap Regan malas. Tidak ada yang ingin Nahla sampaikan.

"Kalau aja gue nggak lihat lo, mau sampai kapan lo disana? Mau tidur di mana?"

Mendengar itu Nahla segera sadar. Ia melihat jam di pergelangan tangan. Jam sembilan lewat sepuluh menit. Nahla menutup mata mengendalikan diri.

"Apartemen gue aja," Ujar Regan. Nahla menoleh. "Apa yang ada di pikiran lo nggak akan terjadi,"

"Emang apa yang ada di pikiran gue?" Nahla mendengus.

"Besok, pagi-pagi gue antar ke kos,"

Nahla diam karena tidak punya pilihan. Tidak ada percakapan lagi sampai tiba di basement apartemen. Keduanya keluar bersamaan. Nahla mengikuti langkah Regan di belakang, melihat sekitarnya. Apartemen mewah dengan fasilitas lengkap.

Regan & NahlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang