“GENDHIS!!!”
“DI MANA PANAH GUE”
Gendhis yang saat itu sedang tengkurap di depan laptop bola matanya langsung melotot sempurna.
Mampus, kemarin gak sengaja gue patahin.
Brakk
“Lo kemanain panah gue, HAH!”
Gendhis membalikkan tubuhnya menghadap Geyandra yang sedang berdiri tak jauh darinya
“Patah” Ucap lirihnya, langsung membuat emosi Geyandra memuncak
Bug
Tinjuan tangan kekar hampir mengenai panah mini milik Gendhis yang tergantung di dinding samping Geyandra. Gendhis yang tak terima langsung berdiri menyejajarkan walaupun tingginya hanya sebatas perut Geyandra dengan tatapan bengis.
“Untung panah gue gak patah”
“Apa lo bilang! UNTUNG! terus gimana sama panah gue” Sarkas Geyandra dengan melipat kedua tangannya.
Gendhis merubah ekspresi wajahnya menjadi pura-pura merasa bersalah. sebenarnya sih bukan sepenuhnya dia yang salah, salahkan saja siapa yang menaruh panah tepat di kasur manalagi ketutup sama selimut.
“Salah kakak kenapa taruh di kasur terus ditutupi sama selimut lagi, kan gue gak tau”
“Terus lo ngapain dikamar gue, gak punya kamar?”
Skak
Gendhis mati kutu, hanya deretan gigi yang bisa ia tampilkan kepada sang kakak.
“Besok harus ada yang baru, kalau enggak gue aduin ke bapak, MAMPUS!” Ancam Geyandra dengan mendekatkan wajahnya dihadapan Gendhis.
Brakkk
Geyandra berlalu pergi tidak lupa dengan bantingan maut pintu milik Gendhis hingga papan nama yang semula tergantung di belakang pintu terjatuh.
“Astaghfirullah, sabar Dhis. punya kakak titisan wiro sableng”
Gendhis memungut papan nama yang terjatuh langsung ia bawa ke kasur miliknya dan tubuhnya ia banting dengan helaan nafas kasar
“Terus gue cara gantiin gimana, ya Allah bantu Gendhis”
Gendhis menutup wajah dengan kedua tangan berharap ide muncul di kepalanya.
“YA GUE TAU!!!”
°°°
“Pakde, Gendhis minta tolong bisa gak?”
Pakde Tino yang sedang mengamplas kerajinan dari kayu menghentikan kegiatannya.
“Tolong apa Dhis, mumpung pakde masih stok kayu biasanya kamu minta dibuatin miniatur”
“Hehe pakde tau aja, tapi Gendhis sekarang mau minta dibuatin panah lagi”
“Loh bukannya kemarin udah pakde buatin”
“Punya kakak enggak sengaja Gendhis patahin, pakde bisa buatin kaya punya kakak”
“Waduh, punya kakakmu itu pakai bahan berkualitas Gendhis, sedangkan bahan yang pakde cuma ya dari kayu seperti ini”
Perkataan pakde nya membuat Gendhis lesu, duit dari mana kalau beli yang seperti punya Geyandra.
“Emm tolong buatin aja pakde masalah tahan lama apa enggak nya nanti biar kakak yang menentukan hehehe”
“Ya sudah mau ditunggu apa nanti pakde antar”
“Gendhis tunggu di terasnya pakde aja sekalian”
Bukan ide yang buruk, ia memilih menunggu saja daripada besok terkena omelan sang bapak. pakde nya itu serba bisa kalau persoalan bikin kriya kayu. Lama menunggu dan mata yang semakin berat ia memutuskuan untuk merebahkan tubuhnya di kursi panjang.
“Gendhis”
Panggil Tino merasa tidak ada jawaban ia menoleh dan mendapati Gendhis sudah terlelap
“Ya Allah nduk, malah keturon”
°°°
“Bu, lihat Gendhis”
Pertanyaan yang terlontar dari Dzahin membuat Binar menghentikan kegiatan murojaahnya.
“Loh ibu malah enggak tahu pak”
Dzahin menghela nafas kasar, dimana anak itu.
“Geyandra di mana?”
Hanya gelengan yang Binar tampilkan, bukannya tidak memperhatikan tapi memang benar seharian ini ia belum melihat kedua anaknya berada bahkan ketika sarapan tadi ia juga tidak melihat.
“Astaghfirullah dimana mereka”
°°°
Bapak
Ge, kamu di mana?Pesan dari Dzahin, Geyandra yang sedang mengerjakan tugas-tugas di cafe dengan temannya mengernyit heran, tumben bapaknya tanya, pikir Geyandra.
Di cfe pak, ngrjin tgs
Gendhis sama kamu?
gk ad pak
Oh ya sudah kalau enggk sama kamu, cuma dari tadi enggak kelihatan adik mu
ok
Kabar dari bapaknya membuat perasaan Geyandra sedikit khawatir, tidak biasanya adiknya itu tidak ada di rumah kecuali ke sekolah padahal sekarang hari minggu seharusnya adiknya berada di kamar anteng dengan mainan miniatur yang ia berikan.
“Sen, gue duluan”
Tanpa pikir panjang Geyandra mengemasi alat tugasnya dan berlalu mencari adiknya. Perasaannya cemas, ia berniat mencari dan melupakan masalah tadi pagi persoalan panah kesayangan yang patah.
“Hoamm”Gadis itu meregangkan otot-ototnya, dan mengucek kedua mata yang masih sayu.
“Pakde udah jadi belum panahnya”
Gendhis berjalan gontai ke arah Tino duduk di hadapannya mengamati apa bagian yang belum selesai.
“Sebentar nduk, nah sudah selesai”
Mata bulat itu melebar sempurna, panah milik kakaknya jauh lebih bagus dari punyanya, ada ukiran dan inisial nama
“Pakde ini bagus banget, terimakasih ya pakde bayarnya berapa jadinya”
“Enggak usah nduk, bayarnya pakai Gendhis sukses aja pakde seneng”
“Aamiin, terimakasih pakde, siap tungguin Gendhis pakde, nanti kalau udah gede Gendhis bantu promo kerajinan nya pakde”
Seharian itu Gendhis habiskan waktu di rumah pakde nya, setelah mendapatkan panah yang ia inginkan ia bergegas pulang jam juga menunjukkan pukul 5 sore, tanpa perasaan bersalah Gendhis pulang dengan menari riang di sepanjang jalan
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Genggaman Anak Bapak Dzahin
Short Story"KAKAK JANGAN BERCANDA!" Teriakan yang memekakkan telinga itu akan membuat sakit, kenapa tiba-tiba ? padahal tadi pagi masih baik-baik saja "Kenapa secepat ini kak!" Gadis itu langsung berlari memastikan sendiri informasi yang kakaknya ucapkan, dan...