2

5 1 0
                                    

“Ajaran siapa Gendhis?”

“Pergi tanpa pamit, pulang tanpa merasa bersalah”

Malam ini Gendhis berada di tengah-tengah kedua orangtuanya dan jangan lupakan mata tajam yang sedari tadi mengawasinya. Akibat seharian penuh tadi ia pergi tanpa pamit.

“Hehe, maaf pak. Gendhis beneran lupa”

Jawab Gendhis dengan wajah tanpa dosanya,

“Kamu tahu hampir tadi bapak mau lapor polisi”

“Ya bagus dong pak, nanti misal Gendhis beneran hilang kan bapak enggak perlu repot cari kan udah ada polisi hehe”

“Astaghfirullah Gendhis!”

Dzahin benar dibuat kesal oleh anak bungsunya itu, sedangkan Binar tidak terkejut lagi dengan sikap anak perempuannya  karena dulu ia juga seperti itu yang setiap diajak serius malah bercanda.

“Gendhis lain kali jangan begitu lagi, kasihan Bapak sama kakak kamu”

“Iya ibu kalau Gendhis enggak lupa hehe”

Dzahin dibuat geleng-geleng ternyata benar buah  jatuh tak jauh dari pohonnya.

“Masuk kamar, sama kakak!”

Perintah Dzahin ditolak mentah, karena masih merasa kesal juga ketika dia tadi pulang langsung diseret ke mobil kakaknya.

“Geyandra antar adikmu ke kamar, pastikan dia tidak tidur lebih jam 9”

Geyandra mengangguk tanpa mengatakan kata sepatah apapun, ia langsung menatap adiknya dengan tatapan tajamnya, Gendhis tau tatapan itu tidak menyeramkan tapi bagi orang lain pasti itu menakutkan.

“Gendhis enggak mau sama kakak!” Gendhis memeluk Binar menolak tarikan dari Geyandra karena masih kesal

“Sayang ini udah malam besok juga kamu sekolah kan upacara juga”

Gendhis hanya menggeleng di pelukan Binar tanda tidak mau , Geyandra yang jengah langsung menarik Gendhis dan membopong nya

“Aaaaa turunin!!!”

Geyandra mencubit kecil di kaki kanannya, membuat Gendhis langsung terdiam, kejam sih pasti! kalau sudah dicubit kecil pertanda bagi Gendhis, marahnya Geyandra lebih seram daripada genderuwo

“Bapak lama-lama darah tinggi lihat anak bungsu ibu seperti itu”

Keluh Dzahin dan dihadiahi kekehan oleh Binar

“Ya tinggal diturunin dong pak darahnya hehe”

“IBU!!”

°°°

Brak

poor the door, lagi-lagi pintu Gendhis dibanting dengan sempurna, ia masih diam malas berbicara dengan sang kakak.

“Tidur!”

lagi-lagi Gendhis hanya diam, matanya menatap Geyandra dengan pandangan benci. ia merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamar tanpa menghiraukan kakaknya. Mereka saling diam, hingga kasur mini itu bergerak, usapan di kaki bekas cubitan dari Geyandra membuat Gendhis menoleh

“Merem besok kesiangan”

“Hiks...hiks”

Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya luruh, ia paling cengeng kalau sudah di cubit kakaknya karena masalah yang ia perbuat.

“Shutt, udah jangan nangis, kakak minta maaf soal tadi” Gendhis memeluk Geyandra, menumpahkan kekesalannya dengan menggosok ingus yang keluar ke baju Geyandra, sedangkan Geyandra fine aja momen seperti ini lah yang membuat mereka semakin kompak.

“Gendhis juga minta maaf, karena udah bikin kakak bapak khawatir”

“Iya kakak maafin, besok jangan di ulangi lagi dan sekarang tidur”

“Enggak bisa tidur kalau belum streaming kartun kak”

Rengekannya karena sudah menjadi rutinitas setiap malam, dan akibat ulah yang perbuat tadi bapaknya melarang tidur lebih jam 9.

“Bisa, sini deket kakak” Gendhis menurut , Tangan kekar itu mengusap kening dengan telaten, nyaman dengan usapan kakaknya akhirnya matanya bisa tertutup dengan sempurna.

“Lo memang ngeselin jadi adik, tapi sayangnya lo juga terlalu gemesin, enggak ada alasan kakak bisa benci sama lo”

Terakhir Geyandra menciumi bertubi-tubi pucuk hidung adiknya yang kecil dan berakhir mereka tidur saling berpelukan.

°°°

“Ihh jerawat lo tambah banyak”

Semburan kata yang kurang mengenakkan ketika kaki Gendhis menginjak ke kelas selama sebulan ini.

Yah Gendhis baru naik ke kelas 7, Gendhis pikir sekolah negeri itu orangnya sopan-sopan eh ternyata masih aja ada makhluk yang tidak punya hati, ya contohnya laki-laki berperawakan tinggi itu yang selama sebulan ini sangat membenci Gendhis padahal dirinya juga tidak punya masalah dengannya.

“Iri bilang” Ketus Gendhis dan berlalu pergi

“Awas lo!”

Kresna- orang itu entah kenapa setiap melihat Gendhis rasanya emosinya selalu bertambah. Seperti sosok yang sudah kenal lama dengan Gendhis , padahal baru berjumpa di saat MOS.

“Gendhis ayo ke kantin!” Teriakan dari Arista, teman barunya itu membuat Gendhis mengangguk malas dikarenakan sehabis upacara tadi Gendhis langsung dipanggil ke ruang guru karena ada hal yang penting.

“Cepetan ih, kaya siput!”

Dengan tidak sabarnya Arista menyeret Gendhis agar cepat sampai di kantin karena faktor lapar.

“Seperti biasa Ta, pesanin roti selai”

Sepeninggalan Arista , Gendhis menumpukkan kepalanya di atas meja entah kenapa dirinya merasa melayang, mungkin efek belum sarapan tadi.

“Gendhis huhu nih pesanan lo!!” Teriakan Cempreng dari Arista tidak diindahkan Gendhis, karena hanya kegelapan yang sekarang tengah ia rasakan ini.

“Astaghfirullah, GENDHIS!! TOLONG TEMEN SAYA PINGSAN”

Dan semua langsung tertutup sempurna, terakhir ia merasa ada yang mengangkatnya dibawa berlari sekencang-kencangnya

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Genggaman Anak Bapak DzahinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang