2. Brian

533 37 9
                                    

Awalnya, Brian memang berniat untuk langsung pulang dan tidak mampir kesana kemari lagi. Tetapi, ia teringat bila ia membutuhkan beberapa buku tambahan untuk membantunya belajar. Maka dari itu, Brian pun memutuskan untuk mengubah tujuannya di aplikasi ojek online asal Indonesia yang setia ia gunakan, ke toko buku terdekat.

Terhitung sudah lebih dari dua jam Brian menghabiskan waktu di antara lautan buku. Hidungnya bahkan sudah menyesuaikan diri dan merasa kelewat nyaman dengan aroma kertas-kertas khas buku baru.

Jam yang kini menunjukkan pukul 5 sore membuat Brian menghentikan pencariannya pada buku referensi tambahan yang ia inginkan. Selain karena takut terkena macet, ia juga tidak memberitahu sang mama bila ia akan pulang terlambat. Tetapi, Brian pun belum melihat-lihat produk dari bagian menggambar-- ingin mencari set pensil gambar beserta sketchbook untuk pegangannya ketika niat menggambarnya muncul.

Selesai dengan pencarian singkatnya, Brian pun mengantre dengan sabar di kasir. Ia adalah satu dari enam orang siswa berseragam yang berdiri di antrean tersebut. Ketika gilirannya tiba dan belanjaannya sudah discan, bahkan ia hanya tinggal melakukan pembayaran, di saat itu pula ia lupa dengan pin debit yang dua hari lalu ia ganti.

"Gak bisa, Mas," kata petugas kasir yang melayani Brian.

"Saya coba ulang, ya," kata Brian mulai khawatir. Ia memasukkan pin terakhir yang diingatnya, namun transaksi tetap tidak berhasil.

"Masih gak bisa, Mas," kata petugas kasir tersebut.

"Pakai e-wallet, bisa 'kan, Mba?" kembali Brian bertanya, mencoba peruntungannya.

"Bisa, Mas."

Mendapat lampu hijau, Brian pun membuka aplikasi e-wallet miliknya. Namun, saldo di dalamnya tidaklah cukup untuk membayar semua belanjanya yang melebihi angka setengah juta.

Sementara itu di belakangnya, antrean semakin panjang dan ada pula beberapa pengujung yang mengeluhkan waktu mereka yang terbuang karena kemacetan tersebut. Brian merasa tak enak hati. Ia pun berinisiatif untuk kembali menunggu di antrean belakang sementara ia mengisi saldo e-money-nya. Namun, belum sempat ia mengutarakan niatnya tersebut kepada penjaga kasir, seseorang datang menginterupsinya.

"Permisi," ujar seorang siswa yang berdiri di antrean tepat di belakang Brian. "Digabung sama punya Saya aja, Mba," katanya setelah ia meletakkan kotak berisikan jangka dan antek-anteknya di meja kasir.

Brian lantas menoleh ke arah siswa tersebut dan bergeser ke kiri untuk memberikan ruang. Hal pertama yang tertangkap oleh indra penglihatannya adalah lengan berurat yang meneriakkan nama Brian seolah meminta untuk disentuh. Brian mengedipkan mata. Ada apa dengan pikirannya sore itu?

Hal kedua yang ia tangkap adalah bordir simbol beserta nama sekolah yang posisinya ada di lengan kiri dari seragam-- bordiran yang sama dengan yang ada di seragamnya. Sadar bila mereka berada di bawah almamater yang sama, Brian pun langsung mengarahkan pandangan matanya pada wajah siswa tersebut yang hanya terlihat sisi kirinya saja. Meskipun begitu, Brian dapat mengenalinya, bahkan bila mereka berjarak 100 meter sekalipun.

"Gak perlu, Kak," kata Brian takut-takut.

Siswa tersebut tidak lain adalah Keanu. Dan dilihat dari jarak sedekat itu, Brian ingin menangis saja rasanya. Keanu benar-benar memiliki paras yang sungguh rupawan. Brian sampai merapalkan mantra di dalam kepalanya agar ia tidak pingsan karena dentuman di jantungnya terbilang cukup mengkhawatirkan.

"Bukan berarti gak Kamu gantiin uangnya," jawab Keanu sedikit ketus dibarengi dengan matanya melirik Brian dengan tajam. Ia lalu menambahkan, "Kuperhatikan, kita pergi ke sekolah yang sama. Namamu siapa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sshhh! [NoMin - AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang