Banyak yang bilang, Viola itu siswi kesayangan semua orang di sekolah. Wajahnya yang cantik bak putri, kepintarannya di segala bidang pelajaran, dan sifatnya yang dewasa membuat tak mungkin orang lain menolak pesonanya. Mungkin terdengar berlebihan namun memang begitu adanya.Sebagian orang mungkin merasa iri padanya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Tapi nyatanya Viola tak sesempurna kelihatannya. Ia tak punya orang tua yang memperdulikannya. Baginya di dunia ini ia hanya mempunyai kakaknya. Sekalipun seisi dunia berbalik darinya, jika ia masih mempunyai kakaknya, Viola tidak apa-apa. Ia cukup hanya dengan adanya Kasa.
Dan kehilangan sosok kakaknya di dalam hidupnya benar-benar menghancurkan gadis itu. Hari-harinya ia lewati tanpa Kasa dengan hampa seakan ada yang hilang dalam dirinya. Viola mulai menutup diri, berusaha menghindar dari segala pertanyaan tentang Kasa yang tertuju padanya.
Dan disinilah Viola terbiasa menghabiskan diri di luar jam mata pelajaran selama setahun belakangan. Perpustakaan. Tempat melarikan diri paling nyaman untuk Viola.
Viola selalu duduk di sudut ruangan di samping jendela besar. Karena dari sini ia bisa melihat seluruh sekolah dan tentunya lapangan tempat anggota cheerleaders berlatih. Dulu Viola bagian dari mereka, namun ia memilih berhenti setelah kakaknya meninggal. Setidaknya melihat mereka dari jauh bisa mengobati kerinduannya.
Tok tok
Viola mengernyit melihat ke arah jendela, seperti ada seseorang yang mengetuk dari luar. Tapi orang gila mana yang memanjat gedung sekolah sampai lantai tiga yang tinggi sekali ini?
Tok tok tok
Ah, Viola terkadang lupa di sekolah ini memang ada tipe orang gila yang seperti itu.
Tepat ketika Viola membuka jendela, seorang laki-laki muncul dari sana dan duduk di jendela dengan santainya. "Halo," sapanya singkat.
"Lo gila ya??" Viola menatap cowok itu heran.
Cowok itu terkekeh melihat respon Viola. "Emang."
Viola berdecak, padahal jika cowo itu maju satu senti saja, bisa bisa nyawanya yang melayang. Dan Viola belum siap melihat kematian seseorang untuk kedua kalinya, jadi dia menarik pergelangan tangan laki-laki yang ia sebut gila tadi. "Masuk."
"Tenang aja gue ngga bakal jatuh."
"Masuk atau gue dorong? Cepet sebelum gue panggilin satpam," ancam Viola.
Harland menurut, mengikuti perintah Viola. Bukan karena takut di dorong atau dilaporkan pada satpam. Namun karena yang menyuruhnya adalah Viola. Viola bukan tipe orang yang sepeduli ini setahu Harland. Harland pikir tadi ia akan dimarahi karena mengganggu waktu Viola yang sedang membaca.
"Lagian ngapain sih manjat-manjat begitu? Lo pikir lo Spiderman?"
"Gue lagi dikejar-kejar sama orang," jawab Harland sekenanya, menyeka keringat di dahinya.
Kening Viola berkerut, "gue abis nolongin orang jahat dong kalau gitu?" tanyanya pada diri sendiri. "Lompat aja sana."
Harland sontak tertawa, padahal baru semenit yang lalu Viola takut ia jatuh, sekarang malah menyuruhnya loncat. "Perubahan sifat lo cepet juga." Harland melongok keluar jendela dan menunjuk beberapa orang yang berlarian di bawah sana. "Tuh, gue habis dikejar sama mereka."
Viola mengikuti arah yang ditunjuk Harland. Mereka Arga dan gengnya yang terkenal sebagai brandal sekolah dan punya reputasi buruk.
"Mereka ngejar-ngejar gue buat ngajak gue berantem. Yaudah gue lari, ngapain juga berantem sama jamet kaya mereka."
Viola mengangkat alisnya, "gue kira lo termasuk bagian anak nakal kaya mereka."
"Ngga mungkin lah, emang tampang gue keliatan kaya anak nakal??"
Viola memperhatikan penampilan Harland dari atas ke bawah. Baju yang tak dimasukkan, tidak memakai dasi, juga rambut gondrong yang belum dicukur. "Iya."
Harland menipiskan bibirnya, merasa ucapan Viola benar adanya. "Ya pokoknya gue ngga kaya mereka."
"Yaudah bagus, soalnya kalau lo kaya mereka, ngga bakal gue bolehin lo duduk disini." Viola lalu melanjutkan membaca buku di hadapannya. Tak begitu peduli dengan kehadiran Harland.
Harland hendak menjawab kembali, namun wajah serius gadis itu menghentikannya. Harland kini mengerti kenapa banyak teman sekelasnya yang menyukai gadis ini. Viola cantik, ia tidak menyangkalnya. Namun daripada itu, Harland lebih fokus pada netra coklat gadis itu. Rasanya.. hampa.
Jemari laki-laki itu terangkat untuk merapikan anak rambut yang menutupi pandangan Viola. "Diiket tuh rambut lo, berantakan." Yang sedetik kemudian ia sesali karena sudah sembarangan melakukan hal yang tak biasanya ia lakukan.
Harland pikir Viola akan mengomel tapi ternyata gadis itu justru melakukan apa yang Harland katakan tadi.
"Nama gue Harland btw."
"Terus?"
"Ya, in case lo mau tau nama cowo gila tapi ganteng yang ada di depan lo ini." Harland mengeluarkan senyum andalannya, menyibak rambutnya ke belakang. Lalu naik ke jendela lagi. "Gue pergi dulu, kalau mau ketemu gue lagi lo tinggal cari gue di atas gedung sekolah."
"Lo tuh murid sini bukan sih? Gue ngga tau tipe manusia jenis monyet juga boleh sekolah disini."
Lagi-lagi Harland tergelak, sepertinya Viola tak sekaku yang dipikirkannya. "Makanya sering-sering liat ke sekitar lo, banyak kok murid aneh lainnya selain gue." Harland melihat ke bawah. "See you again princess," ucapnya sebelum lompat ke bawah dan menghilang.
Meninggalkan Viola yang bergeming di tempatnya menatap kepergian Cowok itu tanpa kata. Tak habis pikir dengan kelakuannya, meski begitu ini bukan pertemuan pertama yang buruk juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
unsent letters
Novela JuvenilFt. Haruto & Wonyoung A letter to God's most captivating creation. I have loved you even before the word ⠀⠀existed and I will still love you long ⠀⠀after it is gone.