1 : Direktur Baru

735 148 30
                                    

Dekorasi akad nuansa putih memanjakan mata. Rumahku pagi ini di penuhi bunga-bunga segar, dalam semalam berubah di sulap menjadi taman. Berulang kali aku berdecak melihat bunda yang tampak sangat sibuk kesana-kemarin menunggu tamu datang. Lama-lama jadi sebal! bisa-bisa make upnya itu luntur nanti acaranya saja belum di mulai.

Aku lantas berbalik masuk ke dalam kamar malas ikut repot seperti Bunda. Tidak melakukan apa-apa adalah cara terbaik, hanya diam duduk bersandar pada punggung ranjang sembari mengecek ponselku yang mungkin sudah ramai, mungkin.

Mbak Tari
Sya...
Mbak Tari
Sya, bales dulu sya!
Mbak Tari
Telepon kamu aktifin Asya!!!

Notif pesan dari Mbak Tari membuatku berdiri panik dari tempat tidur. Ada sembilan panggilan tak terjawab sejak pukul delapan tadi dari Mbak Tari. Aishh! ada apalagi ini. Perasaanku mendadak tidak enak jika sudah Mbak Tari memberikan kabar.

Ini harus ku abaikan atau bagaimana? Jika aku mengubrisnya hidupku hari ini jelas tidak akan tenang menikmati acara. "Asya, cepat keluar keluarga Mas Wisnu sudah datang." Panggilan Bunda dari luar semakin menambah rasa panik.

"Iya bunda.." Terserah! urusan pekerjaan masalah belakangan. Aku buru-buru berlari meninggalkan kamar, lalu masuk kembali ke kamar tepat di depan kamarku.

Kak Zara duduk di depan meja riasnya dengan balutan pakaian pengantin syar'i menatapku lelah. Dia tahu pasti jika aku masuk ke kamarnya pertanda Mas Wisnu sudah datang. Tolong jangan salah paham, tentu saja bukan aku yang akan menikah, melainkan kakaku.

"Kak Zara?" Tegurku, dia tampak melamun cemas. "Mau panggil Bunda aja?"

Kak Zara menyentuh punggung tanganku sembari menggelengkan kepala "Jangan Sya, kakak cuma gugup denger suara ayah. Kamu disini aja jangan kemana-mana sama kakak," pintanya memohon.

Baiklah, siapa juga yang tidak gugup di hari pernikahannya? Bagian paling mendebarkan dalam sejarah ketika akad terucap saja belum dilangsungkan. Dan tentunya, ayah yang mengambil peranan penting itu dalam hidup Kak Zara.

Satu persatu rangkaian acara terdengar sudah di mulai, dari penyambutan sampai lantunan ayat suci Al-Quran dibacakan. Hatiku ikut bergetar mendengar kalam indah terlantun dengan merdunya, kelak suatu hari akupun akan berada di moment yang sama.

Kak Zara sangat beruntung, Mas Wisnu itu sudah termasuk paket lengkap untuk Kak Zara, dia seorang dokter sekaligus pendiri yayasan. Tidak, tidak! Mas Wisnu juga beruntung memiliki Kak Zara. Mereka berdua sama-sama paham agama, bahkan jika aku di bandingkan  dengan Kak Zara, jelas aku jauh dari kata baik.

Detik itu, air mata Kak Zara tumpah ruah mendengar kalimat akad terucap dari bibir Mas Wisnu. Aku mengelus bahunya pelan bangga dia telah menemukan tambatan hati terakhirnya pada sosok laki-laki soleh.

"Selamat ya kak Zara, semoga Allah selalu meridhoi hubungan rumah tangga kakak nantinya." ucapku haru.

"Makasih banyak Sya," balasnya.

Seseorang membuka pintu mengisyaratkan agar aku segera membawa Kak Zara keluar bertemu suaminya. Semua pasang mata sontak menatap kedatangan kami berdua disana, terutama Mas Wisnu yang kini pun menatap sendu Kak Zara seperti baru saja menangis.

Ayah tersenyum lega pada Kak Zara, baginya berat juga melepaskan satu persatu anaknya untuk pria lain, termasuk aku juga kelak nanti.
Kini kedua mempelai saling memasangkan cincin di jari manis mereka masing-masing, berakhir kecupan hangat mendarat di kening Kak Zara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

M.RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang