Chapter 1

29 4 0
                                    

Bismillah

Aku tidak pergi dan mati

Apalagi menghilang diantara kelam

Aku abadi

Sebagian jiwaku ada di dalam sunyi

(Nadhif)

Sejak dulu, aku selalu menangis terisa-isak di kediaman malam, meringkuk di sudut-sudut ruangan kelam, selain sunyi dan sepi yang menemani setiap isakan tangis, aku yakin Tuhan selalu mendengar rintihan hati yang terus teriris.

Untuk sekarang aku sedang mengejar gelar S1 dengan keterbatasan pendengaran, aku penyandang Tuli Konduktif yang terpaksa memakai ABD (Alat Bantu Dengar). Akan aku ceritkan kisah ini dari aku menginjak umur 5 Tahun.

Namaku Aqmar Nadhif Ramdan, aku bisa dibilang dari keluarga yang berkecukupan, semasa kecil di umurku 4,5 tahun aku di titipkan dan tinggal bersama kakek, orang tua dari ibu yang menetap di kota. Sedangkan ibu berada di sebuah desa yang terpaksa harus meninggalkan kota, ibu seorang bidan desa tak terkecuali ayah pun harus menemani ibu yang tugasnya tidak mengenal waktu, alasan ayah tinggal di desa juga dia sebagai mantri.

Aku tinggal dan lahir di sebuah kota kecil provinsi Sumatera Selatan, kota yang masih asri dengan perbukitan yang sebagai icon kota ini, kota dengan masyarakat di sini sebagai mata pencaharian berdagang dan usaha terlebih yang mempunyai ruko-ruko di deretan jalan raya adalah Chindo (China Indonesia) yang katanya terampil dalam dunia bisnis.

Bila nanti aku pergi; mati; kisahku tertulis di antara sunyi dan puisi

(Nadhif)

Pagi itu seperti biasa sangat dingin, karena rumah kakek ini berada tepat dibawah kaki bukit yang selalu berembun bahkan sering sesekali embun itu masih ada sampai siang, masyarakat sekitar biasanya menyebut Bukit Sulap.

"cu... ayok bangun sudah subuh, sholat dulu habis itu mandi" suara lembut itu selalu terdengar disetiap subuh menyapa.

"kek nadhif ngompol lagi" seperti biasa, aku dengan kebiasaan pagi yang selalu mengompol.

"punya cucu masih kayak bayi aja" keluh kakek, sedangkan aku yang langsung lari ke kamar mandi

Setelah mandi, karena malam tadi aku ngompol, kakek yang sedari tadi menunggu untuk sholat berjama'ah. Meski aku masih menginjak usia 5 tahun, kakek selalu membiasakan dan mengajak aku untuk sholat wajib 5 waktu.

"hari ini kamu sekolah kan cu?" Tanya kakek yang sambil membuat susu untuk cucu kesayangannya, aku hanya mengangguk sebagai jawaban

"ini minum dulu susunya supaya cepet gede, biar nanti bisa jadi kyai terkenal" kakek bisa disebut tipikal orang yang agamanya sangat kuat, selalu berharap kelak aku menjadi seorang kyai

Sarapan yang sudah habis aku bergegas menuju sekolah, biasanya aku di antar kakek menggunakan jasa ojek yang berada di pengkolan, aku sekolah di Taman Kanak-kanak atau TK biasa orang-orang menyebutnya. Sampai di sekolah aku langsung menuju di barisan depan untuk masuk ke kelas.

'kring, kring, kringgg' suara lonceng yang menyaring pertanda waktu pulang pun tiba, kakek yang sedari tadi menungguku diluar kelas tersenyum melihatku berlarian. "hati-hati cu, jangan lari-lari nanti jatuh" perhatian kakek yang membuat aku berjalan pelan.

"loh kok kayak kura-kura jalannya pelan kayak gitu" kakek yang bingung membuat aku tertawa lepas.

"lah kan kata kakek tadi jangan lari, ya udah nadhif jalan aja" mendengar jawaban itu kakek hanya menggeleng kepala sambil tersenyum.

Tiba di depan gerbang TK seperti pergi tadi, kita pulang menggunakan jasa ojek yang banyak menunggu penumpang depan gerbang TK.

"kek kenapa kita gak jalan kaki aja kan deket?" pertanyaan itu membuat kakek mengacak-acak rambutku.

"Nadhif masih kecil, gak boleh kecapean nanti sakit" seperti itu lah kakek, selalu memanjakan dan selalu memberi alasan yang aku pikir sedikit masuk akal.

Tidak perlu waktu lama mungkin sekitar 5-7 menit kita sudah sampai di rumah. Oh,iya aku hampir lupa di rumah aku kakek kami tinggal bertiga, ada aku, kakek dan tante, hanya saja panggilan khusus untuk sepupu-sepupu yang lain termasuk aku bukan tante melainkan 'Cicik' atau 'Bucik'.

Cicik tipikal orang yang keras, orang yang mudah 'Moody' sifat yang sering berubah-ubah. Jadi dari semua sepupu-sepupu termasuk aku lebih takut dengan cicik dari pada orang tua sendiri haha, agak aneh bukan?, dari sifat kerasnya itu lah yang membuat kita takut, yang selalu menurut titah dan kehendaknya.

Ayahku biasanya mengunjungi kerumah kakek seminggu atau dua minggu sekali, aku biasa diajak ayah pulang ke desa di hari sabtu siang, pulang ke rumah kakek lagi di hari senin pagi yang langsung di antar ke TK, untuk uang jajan biasanya ayah selalu menitip dengan cicik atau kakek, zaman itu tahun 2003 uang jajan ku hanya 500 rupiah, itu sudah termasuk gede diwaktu itu hehe.

Di desa rumah yang tempatkan ayah dan ibu itu bukan rumah pribadi, bisa disebut sebagai rumah dinas dari pemerintah untuk tenaga kesehatan di setiap desa, jadi orang tua ku masih belum mempunyai rumah waktu itu, rumah itu cukup besar menurutku, seperti bedengan yang mana di sebalah kanan untuk rumah pribadi, sedangkan yang sebelah kiri sebagai tempat pasien berobat atau sekedar suntik KB.

Aku diwaktu TK umur 5 tahun biasa menghabiskan waktu usai pulang sekolah dengan menonton TV, duduk di teras sambil bercerita dengan kakek.

Kebahagiaan itu bukan terletak betapa mahalnya sebuah barang atau seberapa jauhnya kita pergi tapi, kebahagiaan itu adalah ikatan dan kebersamaan.

(Nadhif)

Biar aku lebih semangat jangan lupa vote nya ya teman-teman

Eitss jangan lupa juga untuk komentar dan sarannya ya hehe

Dia Yang TuliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang