sepasang netra polos itu mengerjap berulang kali saat hatinya terasa tidak suka melihat dua pemuda tengah bencengkraman didapur; yang lebih tinggi memeluk yang lebih pendek.
"mengapa Ivam memeluk Rana?"
kedua pemuda yang tadinya berpelukan berbalik menatapnya dengan dua makna tatapan yang berbeda.
"Nares.."
"mengapa?" tanya Nares lagi, dirinya mencoba memahami apa yang dilakukan adiknya dengan submissivenya didapur pagi menjelang siang ini. Dirinya mencoba memahami mengapa dadanya terasa begitu terbakar saat melihat adegan tadi, mengapa?
Ranaka menggeleng, ia melirik Shivamㅡorang yang memeluknya secara tiba-tiba itu dengan tatapan penuh kekesalan. "Nares, apa yang kamu lihat itu semuanya gak sesuai kejadiannya." jelas Ranaka melangkah mendekati Nares yang tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri.
Nares mengrenyit, "lalu.. yang terjadi Rana dan Ivam apa?"
gugup, Ranaka mendadak gugup. Bagaimana bisa ia menjelaskan tentang apa yang terjadi pada dirinya dan Shivam yang sebenarnya pada Nares?
"jelaskan Rana." pinta Nares dengan nada memaksa seperti anak kecil.
deheman singkat terdengar dari Shivam yang masih berdiri didekat pantry dapur; Ranaka menoleh was-was, takut apabila Shivamㅡ
"sebenarnya Ranaka itu tidak suka kakak, kakak merepotkan."
Ranaka tertegun dengan kedua mata membelak sempurna saat Shivam menyelesaikan kalimatnya secara lancar tanpa memiliki rasa malu barang sedikitpun, "Shivam!"
"Rana tidak suka Nares?"
"bukan begitu.. Nares, jangan percaya dengan apa yang dikatakan Shivam." sanggah Ranaka yang mencoba menyakinkan Nares yang nampak ingin menangis; mata sulung Dipta itu memerah dan berkaca seakan siap meluncurkan bulir bening.
"you are out of your mind, I hate you, really.. Shivam!"
Shivam yang mendapat makian begitu dari mulut manis Ranaka hanya membalas dengan senyum tipis yang sama sekali tidak gubris oleh Ranaka; nyatanya pemuda bernama Ranaka itu meninggalkannya sendirian didapur demi menyusul Nares yang berlari menuju kamar sembari terisak, rupanya pemuda autis itu sakit hati.
"maaf, kak.. meskipun kakak merelakan hak harta pewaris Dipta padaku, aku tidak akan merelakan Ranaka pada kakak."
a p o l o g i z e
tok.. tok.. tok..
"Nares, aku mau jelasin jadi tolong buka pintu kamarnya."
Nares terduduk didepan pintu kamar dengan memeluk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena tangis, ia bahkan menyeka air matanya asal-asalan tanpa tau bahwa pipinya sampai memerah karena usapan kasarnya.
"Nares.."
"pergi Rana!" usir Nares, dia benar-benar dibuat mengerti secara jelas lewat pernyataan singkat dari sang adik.
"Nares gila, iya, mereka bilang benar kalau Rana cocok lebih dengan Ivam.. bukan Nares gila ini." cercanya berantakan, dadanya sedikit sesak mengingat memori yang ada didalam kamarnya; memori dua hari lalu.. dimana Ranaka mengajarinya sebuah ciuman dan berakhir menjadi adegan hubungan sah. Nares masih mengingat itu, mengingat Ranaka yang memanggil namanya dengan nafas terengah.. oh, tidak, Nares bisa benar-benar gila jika mengingat adegan itu.
dibalik pintu, Ranaka menggigit bibir gelisah karena takut Nares akan melakukan hal diluar nalar saat sedang bersedih seperti ini; sebelumnya Nares tidak pernah sampai mengurung diri didalam kamar jika Shivam menyatakan hal kasar, tapi untuk ini..
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Apologize
Fanfictionsiapa yang paling bersalah? siapa yang harus minta maaf? kepada siapa harus meminta maaf?