23

520 43 14
                                    

Happy Reading.....

Seminggu berlalu namun Reiza masih terkurung di ruangan serba putih. Dokter belum mengijinkannya untuk pulang karena kondisi nya sempat menurun.

Reiza memperhatikan Azka yang sedang melakukan kelas online, hampir satu jam Putranya itu duduk dihadapan laptop sesekali tangannya bergerak menulis materi yang diterangkan oleh dosen.

"Sudah selesai?" Tanya Reiza saat Azka menutup laptopnya

"Iya. Papa butuh sesuatu?"

"Nggak, Ayah Kamu belum pulang"

"Ayah pulang bulan depan"Jawab Azka duduk di kursi samping ranjang

"Kamu bisa nginap di rumah Papa"

"Nggak deh, Azka di apart aja"

"Gak mau tinggal dengan Papa" Azka menghela nafas pelan, Ia tidak bisa menolak permintaan Papanya

"Okey, Azka tinggal di rumah Papa" Reiza tersenyum tipis mengusap kasar rambut Putranya.

"Ke kantin sana"

"Belum laper Pa"

"Azka!" Ucap Reiza dingin

"Papa sendirian di sini"

"Papa gak akan kenapa-kenapa"

"Yaudah Azka ke kantin dulu  sebentar"

Reiza menatap kepergian Azka dengan senyum hangatnya. Azka selalu bisa membuatnya tersenyum dengan perlakuan manis anak itu.

Tak lama Azka pergi pintu kamar Reiza kembali terbuka. Reiza menoleh sang Ayah masuk dengan wajah dinginnya, senyum tipis Reiza terukir sang Ayah datang menemuinya

"Dad?" Reiza mencoba membangunkan tubuhnya

BRUK....

Sepuluh berkas penting dilemparkan Samuel mengenai perut Putranya. Sedangkan Reiza menatap Ayah penuh tanya

"Kerjakan, Saya mau besok pagi harus selesai. Orang suruhan Saya ak..."

BRAK...

"OPA!" Azka menatap nyalang Samuel, Ia tak habis pikir dengan Opanya. Untungnya dompet dia ketinggalan jadi memutuskan untuk kembali ke ruangan Papanya untuk mengambil dompet namun yang Ia lihat malah Samuel yang tengah memarahi Papanya tanpa sebab

"Papa lagi sakit, Opa gak bisa nyuruh Papa buat kerja. Opa mau Papa makin drop"

"Itu sudah tugas Dia"

"ITU PEKERJAAN OPA. PERUSAHAAN ITU PUNYA OPA, PAPA GAK ADA HAK BUAT KERJA DI PERUSAHAAN OPA!"

"Azka sudah" Azka tidak mendengarkan ucapan Reiza Dia mengambil berkas-berkas itu dan menyerahkannya kepada sang Opa

"Sekarang Opa pergi dari sini!" Ucap Azka dingin

"Kamu usir Opa"

"Why not"

"Dia Putra Saya"

"Sejak kapan? Bukannya Opa sudah memutuskan hubungan ayah dan anak. Opa bahkan menghapus nama Papa dari keluarga Gibran, jadi Papa gak ada hak buat bantu Opa. Ahhh,, atau Opa lupa perlu Azka tunjukan berkas itu sekarang"

"Az" Suara lembut Reiza membuat amarah Azka sedikit tenang

"Opa bisa pergi sekarang, Papa butuh istirahat. Ingat Opa, penyesalan adalah karma yang tiada penghujung. Aku harap Opa menyadari sebelum semuanya terlambat"

"Opa begitu membenci Papa. Apa Papa pernah membenci bahkan mengabaikan semua perintah Opa? Papa selalu menerima semuanya tanpa memikirkan keadaan tubuhnya. Opa Azka mohon jangan buat Papa Azka semakin merasakan sakit, sudah cukup Opa membuat Papa menderita selama ini. Azka tahu semuanya, bukan dari Papa. Azka mencari tahu semuanya sendiri. Apa gak cukup Opa mengabaikan Papa saat kecil? Bahkan Opa tidak memberi hak Papa sebagai seorang anak. Apa Opa merawat Papa saat Papa masih kecil? Opa Papa sudah kesulitan diumurnya yang masih sangat kecil, tapi apa Opa malah membuat Papa semakin terluka. Opa memukuli Papa dengan tidak manusiawi, Papa anak Opa kalau Opa lupa."

REIZANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang