A

6 1 0
                                    

Bagian 1 || Kita bisa bahagia.

•••

Samar samar terdengar petir bergemuruh bersahut sahutan seolah sedang dalam perlombaan.

Rinai hujan pun tak ingin kalah, menumpahkan segala persediaannya seolah hari ini adalah kesempatan terakhirnya.

Seolah genangan air yang sudah mulai meninggi ini bukanlah pertanda apa apa, seolah banjir hanyalah perihal biasa.

Walau memang seperti itu lah adanya, banjir memang bukanlah perihal luar biasa, apalagi di kota metropolitan Jakarta.

"Permisi bu, numpang neduh sebentar ya." Laki laki dengan kacamata hitam bulat juga baju yang kini sudah basah kuyup menepikan motor matic miliknya di sebuah toko hijab yang memiliki teras cukup luas. Disana juga terlihat beberapa pengendara motor yang ikut berteduh sepertinya.

"Mangga kaka, tapi ini udah terlanjur basah kuyup gini apa ga tanggung?" Seorang ibu ibu yang sedang merapikan dagangannya merasa heran dengan tingkah laki laki yang berteduh padahal sudah basah kuyup.

"Gapapa Bu hehe, kalo basah basahan lebih lama lagi takut demam. Nanti bunda khawatir." Laki laki tadi menyunggingkan senyumnya yang kelewat manis, disana ada lubang yang tercetak begitu bibir itu tertarik.

"Atuh si mas nya udah penyayang orang tua, baik lagi."

Disela-sela obrolan tiba tiba terdengar suara deru motor mendekat, lalu kini sudah terparkir sempurna motor vespa dengan penumpang sepasang kekasih dilihat dari si wanita yang meski sudah basah kuyup masih memeluk perut sang pria erat.

"Numpang neduh ya bu." Wanita tadi berkata dengan begitu lembut lalu disusul ukiran senyuman diujung kalimatnya.

"Silahkan atuh, eh tapi ini seragam teteh nya sama kaya yang dipakai mas nya. Satu sekolahan ya? Atuh anak saya juga sekolah disitu. Kenal ga? namanya Ucup." Perkataan ibu tadi membuat wanita dan laki laki kacamata hitam sontak melihat penampilan mereka masing masing yang sama sama masih mengenakan seragam sekolah, ternyata benar mereka satu sekolah.

"Kebetulan kali bu."

Tampak pacar sang wanita merasa tidak senang dengan pembicaraan ini, ia mendengarkan dengan wajah tidak bersahabat.

"Oh ya, pacar tetehnya ya mas? cocok pisan ih!" Sang ibu berkata sambil mencongkel dagu pria yang duduk manis sambil menyenderkan tangannya di stang motor.

"Iya, dari dua tahun yang lalu." Ucap sang pria sambil menatap sinis laki laki berkacamata.

"Owalah, langgeng atuh ya."

Setelah itu, sejenak suasana kembali hening yang kini hanya berisikan suara rintikan hujan. Hujan masih belum reda namun tidak sederas tadi. Sedangkan kini langit yang semulanya gelap ditambah gulita lagi karna matahari sedang berada di detik detik ia akan berpisah dengan belahan bumi bagian ini.

Matahari akan mulai menyinari bagian bumi yang lain, meninggalkan jejak sisa sisa sinarnya yang kini terasa hampa tak berarti apa apa.

Lalu pria berkacamata tadi mulai menghidupkan mesin motornya. Ia kembali memakai jaketnya yang kini sedang lembab akibat kehujanan tadi.

DEHIDRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang