Chapter 22

48 4 0
                                        

// About Readiness //

Ayra menggaruk kepalanya yang tidak gatal sembari mengedarkan pandangan ke depan tangga rumah Kiai. Gadis bermata bulat itu sedang mencari sendalnya yang tiba-tiba hilang entah ke mana. Padahal hanya sekitar tiga menit yang lalu dia melepas sendalnya dan kini sudah hilang.

"Kok bisa tiba-tiba ngilang, sih? Padahal, kan aku cuman tinggal ganti pakean doang, itu juga nggak lama," gerutunya seraya mengacak jilbab segitiga yang dia kenakan.

Karena sudah hampir telat mengikuti program belajar, Ayra segera pergi tanpa menggunakan alas kaki, lantaran takut telat masuk ke dalam kelas. Ayra harus tahu diri, karena dia menimba ilmu dan tinggal di sini secara gratis. Dia tidak ingin membuat keluarga Kiai Abyan malu karena dirinya.

Tak membutuhkan waktu lama, Ayra sudah tiba di kelas dan segera masuk setelah mengucapkan salam. Namun, sepertinya tidak ada yang sadar dengan kaki Ayra yang tidak mengenakan alas kaki. Gadis itu segera duduk di samping Naya dan meletakkan buku yang tadi dibawanya di atas meja.

Untung saja tanah sedang tidak becek, jadi Ayra tidak perlu khawatir dengan kakinya yang akan kotor. Namun, tetap saja jika sendalnya tidak hilang kakinya tidak akan terasa perih karena kerikil-kerikil kecil yang tadi dilewatinya.

"Keringetan banget, Mbak. Dari rumah Kiai Abyan ke sini Mbak lari-larian, ya?" tanya Naya setelah memperhatikan wajah Ayra yang berkeringat.

"Naya, ih. Jangan panggil mbak, panggil Ayra aja. Aku udah ingetin berapa kali coba sama kamu?" tanya Ayra seraya memberenggut.

"Afwan, Mbak. Tapi, kan Mbak Ayra lebih tua dari aku, dan rasanya nggak sopan kalau aku manggil Mbak cuman pake nama aja. Lagian, di sini juga udah aturannya kayak gitu, Mbak," jelas Naya seraya tersenyum.

"Ya udah deh terserah kamu aja," ujar Ayra, "aku nggak lari, kok. Cuman di luar lagi panas aja, terus aku jalannya juga lambat gara-gara nggak make sendal." Ayra menjawab pertanyaan Naya sebelumnya, seraya memperlihatkan kakinya di bawah meja kepada Naya.

"Loh, kok nggak make sendal, Mbak? Sendalnya rusak, ya?"

Ayra menggeleng beberapa kali. "Bukan rusak, Nay. Tapi, hilang. Padahal aku cuman tinggal bentar doang, tapi pas keluar udah hilang aja. Malah aku cuman bawa satu sendal lagi," cerita Ayra seraya membuang napas kasar.

"Loh, kok bisa, Mbak? Atau jangan-jangan sendalnya nyelip di bawah tangga lagi, Mbak. Kalau nggak, mungkin dibawa sama orang ndalem," ujar Naya.

"Nggak ada, Nay. Aku tadi udah cari baik-baik, kok tapi tetep nggak ada. Kalau dibawah sama orang rumah, dibawa siapa? Kiai sama Nyai ada kok di rumah, Kak Kayla juga pas pergi aku liat pake sendalnya sendiri."

"Berarti bisa jadi sendal, Mbak dibawa ...." Naya tidak jadi melanjutkan ucapannya lantaran suara salam Uataza Aminah terdengar saat memasuki kelas.

Karena kelas akan dimulai, Ayra dan Naya langsung memperbaiki posisi duduknya begitupun dengan santri lainnya. Karena Ayra baru pertama kali mengikuti kelas Ustaza Aminah, jadi dia hanya menyimak ketika sesi tanya jawab dimulai. Lantaran dia tidak tahu jika sebelum pelajaran dimulai akan ada sesi tanya jawab mengenai materi tiga hari yang lalu.

// About Readiness //

Setelah melaksanakan salat Zuhur, Ayra tidak mengikuti program belajar lagi, lantaran program belajar itu hanya diikuti oleh santri yang tetap, sementara Ayra bukanlah santri tetap di pesantren ini. Karena tidak ada teman, Ayra memutuskan kembali ke rumah Kiai Abyan untuk istirahat, lantaran dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk mengisi kekosongan waktunya.

About Readiness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang