“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya terlempar dari pria itu pada satu-satunya gadis di hadapan. Dari pakaian yang si gadis kenakan, sudah dapat tertebak mengenai identitasnya. Dan tak seharusnya ia berada di area luar seperti sekarang.
Bukan menjawab, namun Rei malah bertanya balik, “Anda sendiri sedang apa di sini?” sambil terus mendongak menatapnya.
Pria itu menghela napas. Mencoba mengalah dengan memberi jawabannya duluan, “Bekerja. Saat ini saya sedang berkeliling di wilayah kampus untuk menjaga keamanan. Itulah tugas yang saya kerjakan setiap hari.” paparnya. Suara pria itu terdengar sangat macho bagi Rei. Berbanding lurus dengan bentuk tubuhnya.
“Souka..” tanggap Rei dengan pelan. “Mungkin pas pagi-pagi orang ini bakal jadi kuli angkut, terus abis itu jadi satpam deh di sini.”
Pertanyaan yang sama kemudian terlempar lagi untuknya. Kali ini Rei menjawab, hanya saja dengan sedikit gelagapan. “Aku.. aku, ha- habis dari toilet!” padahal yang ia katakan ini jujur, tapi jantungnya terasa berdebar tak karuan.
“Kalau begitu, kembalilah ke aula.” suruh si security.
Rei belum bergerak dari posisinya meski suruhan itu terdengar sangat jelas. Rasanya, kaki dia tertahan karena sungguh malas untuk kembali ke sana. Itu pun menyebabkan mulutnya tetap diam.
“Kenapa? Cepat kembali.”
Perlahan kepala Rei tertunduk, seraya bibirnya mulai bergerak, “Tidak mau..” pelannya.
“Alasannya?”
Rei malah memberi isyarat dengan menggelengkan kepala beberapa kali.
“Tidak mungkin tanpa alasan. Coba beritahu saya.” entah kepo atau peduli atau ini memang merupakan salah satu kewajibannya, security itu seolah memaksa Rei secara tak langsung untuk membuka suara.
Rei terdorong untuk mengatakan penyebabnya akibat dihujani pertanyaan yang sama. Kepala itu terangkat seketika, suaranya terdengar lagi, “Aku bosan! Sampai kapan harus mendengarkan omong kosong yang panjang lebar itu? Belum yang selanjutnya, aku bisa stress duluan sebelum masuk kuliah!” suara itu timbul dengan kecepatan menyerupai shinkansen. Unek-unek Rei seperti terbebas lepas ditumpahkan pada pria di depannya.
Pria itu masih terlihat tenang. Tetap menyambungkan komunikasi dengan si maba diiringi tangannya yang bersedekap, “Jadi, kau berniat kabur?” sangkanya.
Bukan jawaban ya atau tidak, Rei membalas dengan tanya, “Apa boleh?” sorot matanya memancarkan harapan.
“Tentu saja tidak.” sangat mudah bagi si security untuk menjawabnya. Wajah Rei lagi-lagi menampakkan kemuraman. Perbincangan terhenti sementara. Pandangan Rei menatap acak ke sembarang arah. Hingga security itu mendapat ide untuk mengembalikan Rei ke tempat semula tanpa harus ada paksaan apalagi melakukan kekerasan.
“Kita membuat permainan saja.” cetusnya.
Rei yang mulai fokus lagi, merespon kebingungan, “Hah?”
“Kita lakukan janken. Siapa yang mendapat tiga angka duluan, dialah pemenangnya. Jika kau menang, saya akan membantumu untuk kabur. Jika saya yang menang, kau harus masuk lagi ke aula.” ia menjelaskan.
“Ooo.. jadi ini orang nantangin gue. Siapa takut!” batin Rei menganggap mudah game ini.
“Oke!” singkatnya.
~Saisho wa guu, janken pon!~
Dalam tiga kali pertandingan awal, Rei telah menelan kekalahan secara beruntun. Otomatis lawannya dapat meraih angka penuh. Kesepakatan yang sebelumnya terikat, harus Rei tepati.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALL ME SICK
FanfictionFan Fiction AU 🍭🍭🍭 Anak kuliahan suka sama anak kuliahan lagi? Udah biasa. Atau suka sama seorang dosen? Udah banyak juga. Tapi kalo suka sama Pak Satpam di kampus yang mukanya serem dan berotot kekar, gimana? Udah gila lu! CALL ME SICK (Menyebut...