Assalamualaikum....•
•
•
•
Selamat membaca❤️🤍
~
"Kalian akan dikeluarkan dari pesantren!"
Ucapan Ustadz Mahmud berulangkali terbayang dan terdengar ditelinga Sergio. Pria itu mengacak rambutnya kasar, apa yang terjadi? Baru saja dia belajar untuk bertaubat, masalah menimpanya.
Serangan yang hampir membuat nyawa Raihan hilang mendapatkan begitu banyak pertanyaan padanya, apalagi dengan keberadaan Mirza yang saat ini menghilang makin membuatnya kacau.
Kondisi Raihan di rumah sakit semakin buruk, pria itu mendapat dua tusukan dibagian perut dan dada yang membuat Raihan belum sadar pasca mendapat penanganan. Hal itu tentu membuat seluruh Santri maupun Santriwati terkejut kemudian menyetujui bahwa Mirza dan teman-temannya harus segera dikeluarkan dari pesantren.
Jika semua santri menyetujui mereka keluar, itu berarti Nafisha pun sama hal nya. Sergio tidak tau apa yang gadis itu pikirkan kepadanya. Dia semakin bersalah dan kecewa dengan dirinya sendiri.
"Kenapa kalian masih berada di sini? Ustadz sudah menyuruh kalian pergi, 'kan?"
"Silahkan pergi!"
Penghuni kamar yang dulunya menjadi teman sekamar mereka mulai menggotongnya secara tidak sabaran dan itu membuat Radit maupun Pico geram. Andai saja Raden dan Sergio tak menghalanginya, sudah pasti Pico memukul salah satu dari mereka lagi.
Radit berdecak. "Gak usah pake dorong segala! Emang gue gerobak bakso?!" ungkapnya.
Setelah itu mereka berempat melangkah. Beberapa kali helaan napas Sergio terdengar, sungguh dia tidak sanggup jika harus keluar dari tempat ini. Sergio sudah merasakan kenyamanan dan mulai belajar tentang agama. Namun, ia tekan kan sekali lagi, bahwa ini kemungkinan ujian yang Tuhan berikan untuk membuatnya menjadi orang yang lebih tabah.
Sama seperti Sergio, Raden juga sangat berat hati meninggalkan Pesantren ini. Tetapi tujuannya berbeda, ia gelisah jika tak melihat seseorang. Gadis itu tak lain adalah Nafisha. Perlu diketahui, cara Raden agar matanya selalu melihat Nafisha adalah dengan bersembunyi disekitar gadis itu, kemanapun dan kapan pun, bahkan hampir setiap hari, ia melakukannya hanya untuk melihat senyum Nafisha.
"Baru juga mau PDKT sama Ukhty, udah diusir aja. Bangsat emang si MIRZA," ujar Radit yang membuat ketiga temannya menatap datar.
Menyadari tatapan tersebut membuat Radit menggaruk pipinya. Ia sadar dengan ucapannya barusan.
"Gue gak mau ninggalin pesantren ini," sahut Sergio.
Tak ada yang menimpal hal itu, Raden menghembuskan napasnya dengan pasrah dengan kepala yang ia angkat keatas. Dia juga tidak ingin pergi dari sini.
Sergio mengalihkan pandangannya kesembarang arah, namun saat itu juga dia melihat Nafisha. Sangat berat sekali rasanya menatap wajah Nafisha saat ini, dia sadar bahwa gadis itu juga sedang memandangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...