Happy Reading!❤️
Sore itu adalah sore terburuk bagi gadis berumur 17 tahun, sore dimana ia kehilangan separuh dari hidupnya, sore dimana ia kehilangan sosok ibu dan kakaknya , kakaknya berubah.
Hari ini, hari pertama gadis bernama Nasya itu kembali ke kehidupan sehari-harinya sebagai pelajar, setelah seminggu lalu ia kehilangan sosok ibu yang selalu ada untuknya, ibu nya mengalami sebuah tragedi yang membuatnya meregang nyawa.
Kini Nasya sudah duduk ditempat biasa ia belajar, di barisan kedua bersama temannya yang bernama Devira itu.
"Sya lo tau ga sihh?"
"Engga"
"Ih belum juga gue ngomonggggg"
"Yaudah apaaaa"
"Kemaren ya,si Micko nembak si Talia anjirrr" kata Devira heboh.
"Hm,terus?"
"Kok terus sih?? Sya Micko itu tunangan lo!"
"Dev, sekarang gue gamau ngurusin tu orang lagi, males, capek gue lama-lama"
"Yaudah itu terserah lo, tadi gue cuma ngasih tau aja"
"Iyaa,gue ngerti kok"
Tidak terasa 3 jam sudah mereka belajar di kelas, bel istirahat berbunyi nyaring, siswa dan siswi SMA NUSANTARA berhamburan keluar kelas bergegas menuju kantin.
"Yuk Dev" ajak Nasya kepada Devira.
Devira langsung berdiri lalu menggandeng tangan Nasya.
Mereka berdua berjalan ditengah koridor yang ramai oleh para pelajar yang baru keluar dari kelas, hingga 3 orang murid laki-laki dan satu perempuan menghampiri mereka berdua.
"Sya, turut berdukacita ya,maaf ga sempet dateng" kata perempuan yang diketahui bernama Talia itu.
"Iya, gapapa tal, makasih ya" Jawab Nasya dengan senyumannya.
"Iya Sya, turut berdukacita ya" sambung Vigo salah satu dari mereka.
"Iya, yaudah gue duluan ya" pamit Nasya dengan tangannya yang tak pernah lepas dari gandengan Devira.
Saat tiba di kantin, Nasya dan Devira langsung memesan makan dan minum, tidak tahan, 3 jam sudah mereka belajar sehingga membuat perut mereka kelaparan.
"Dev, lo sama Gilang lagi marahan?" tanya Nasya, karena melihat sepasang kekasih itu tadi sama sekali tidak bertegur sapa.
"Yagitu, namanya juga Gilang, gak peka banget orangnya" keluh Devira kepada temannya.
"Kenapa lagi sih?"
"pas lo ga sekolah tuh ya, masa dia lebih milih nganterin sahabatnya yang sok polos itu, padahal dia udah janji sama gue kalo hari itu kita mau jalan, eh malah seenaknya dibatalin gara-gara sahabatnya katanya sakit dan dirumahnya gada orang"
"Gue gatau mau ngomong apa, lo sabar ya, gue yakin nanti Gilang sadar kok"
"Iyaa, semoga aja"
Ditengah obrolan mereka tiba-tiba ponsel Nasya berdering tanda ada telepon masuk, saat ia melihat nama yang tertera di layar ternyata kakaknya, Naufan.
"Hallo kak?"
"Lo pulang naik taksi atau sama Micko aja,gue ada urusan kampus"
"Iya"
telepon pun terputus sepihak, semenjak ibu nya meninggal, kakaknya menjadi dingin tak tersentuh, padahal dulu kakaknya adalah orang yang lembut, hangat dan penuh kasih sayang.
"Siapa Sya?"
"Kak Naufan"
"Oooh,yauadah yuk ke kelas"
Tiba waktunya pulang, kini Nasya berdiri sendirian, karena Devira sudah pulang bersama Gilang, meskipun Gilang harus memaksa Devira terlebih dahulu.
"Sya,gue pulang sama Talia,lo naik taksi aja" kata laki-laki tinggi yang entah darimana sudah ada disamping Nasya, laki-laki itu tidak lain adalah Micko.
"Oke" jawab Nasya singkat.
"Jangan bilang papa sama abang lo"
"Iya tenang aja,udah sana"
Mau tak mau Nasya harus pulang menggunakan taksi, ngomong-ngomong soal Micko, sebenarnya Micko itu baik, tidak kasar juga, tunangannya itu adalah laki-laki yang baik, namun namanya juga cinta, tidak bisa dipaksakan, laki-laki itu tidak mencintai Nasya, Nasya pun sama, mungkin.
Tiba di rumah, Nasya membayar taksi lalu tak menunggu lama ia langsung masuk kedalam rumahnya yang sepi, gelap, tidak ada kehangatan sebuah keluarga lagi didalamnya, ayahnya bekerja di perusahaan yang sudah lama dikelola keluarganya, kakaknya katanya ada urusan kampus, ia hanya sendiri, biasanya ada ibunya yang menyambut kepulangan Nasya dari sekolah.
Malam sudah tiba, ia melihat dari balkon kamarnya kakaknya baru pulang dengan membawa kantung plastik yang sepertinya berisi makanan, ia pun turun kebawah.
Tiba dibawah, ia melihat kakaknya yang sedang menyimpan helm di meja, lalu duduk.
"Nih"
"Apa?"
"Tuh makan, lo belum makan kan, papa lembur" kata kakaknya sambil membuka sepatu nya.
"Makasih, tapi kakak gak makan? kok cuma satu" tanya Nasya.
"Gue udah makan" jawab kakaknya lalu berdiri berniat untuk ke kamarnya yang berada dilantai dua.
Belum sampai lima langkah, Naufan berhenti kala mendengar perkataan adik perempuannya itu.
"Kakak kenapa sih? kenapa kakak berubah"
"Harusnya lo sadar kenapa gue kaya gini" jawab Naufan dengan tatapan dingin nya.
"Soal mama? kak, mama meninggal itu karena takdir, bukan karena aku!"
"Kalo mama gak jemput lo, mama gak bakalan kecelakaan!"
"Tapi itu kemauan mama, aku gak minta dijemput sama mama"
"Tapi lo bisa nolak kan?" setelah itu Naufan langsung pergi ke kamarnya.
Mendengar itu Nasya terdiam, apakah benar jika ibunya meninggal karena dia? mereka pikir Nasya mau, Nasya rela kehilangan ibunya, mereka pikir Nasya baik baik saja, jika bisa Nasya ingin Nasya saja yang meninggal menggantikan ibunya.
Tapi setidaknya ada ayahnya yang masih berada disisinya.
Nasya pun pergi ke kamarnya, melupakan kantung plastik itu, rasa laparnya sudah hilang, ia memilih tidur saja, semoga hari esok jauh lebih baik daripada hari ini.
bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG [ ON GOING ]
Teen FictionHanya menceritakan kehidupan seorang Nasya dan masalah yang mewarnai kehidupannya.