luka baru

7 2 0
                                    

☆.。.:* start .。.:*☆

"Dek, kak, mama sama papa pergi dulu, jaga diri, ya?"

Ayah berserta Arendi yang tadinya mengemasi barang bawaan di bagasi menghampiri Amel dan juga perempuan yang menjabat sebagai ibu yang tak jauh dari mobil.

"Ren, Papa titip rumah, ya. Kalo perlu sering-sering jengukin kantor," tutur sang Ayah.

Arendi hanya mengangguk mengiyakan.

"Jagain rumah, kalian jangan tengkar mulu, uang nanti bakal ayah transfer," ucap sang Ibu sembari mengelus rambut Amel sayang.

"Pa, ma, kalian cuman seminggu, kan? Kok kayak mau lama aja segala dititipin," ujar Arendi bingung merasa ada yang aneh, namun apa?

Sang ibu tersenyum, "gapapa, jaga-jaga aja."

"Kalo gitu, kami berangkat dulu," pamit sang Ayah seraya tangannya dan istrinya disalimi oleh kedua anaknya.

Tampak samar raut kesedihan pada wajah Amel, ia merasa aneh dengan dirinya, disatu sisi ia merasa wajar namun disisi lain merasa ada yang aneh.

Nampak Arendi yang diam-diam memperhatikan Amel, ia merasa aneh karena tak biasanya Amel sedih seperti ini.

Maklum, sang Ayah selalu menjalankan kerjasama bisnis keluar kota dan sang Ibu yang menjadi pendampingnya.

Mereka sudah terbiasa namun kali ini, berbeda.

Sang Ayah menyuarakan klakson sebelum akhirnya menghilang dari pandangan keduanya karena jalanan yang berbelok.

Saat di ambang pintu, Arendi berbalik melihat sang adik yang masih pada tempatnya, seperti patung.

"Dek? Ayo masuk," ajak Arendi lembut.

Dengan lesu Amel memasuki kediamannya bersama sang Kakak.

Hawa rumahnya begitu asing dan aneh, dan dinginnya yang terasa bukan dingin suhu.

Amel melangkah menuju alat temperatur suhu ruangan, ia mengatur alat itu sampai suhu panas tertentu.

Lebih baik.

"Ga panas banget itu?"

"Abang ga ngerasain, ini hawanya dingin banget, gue takut sakit."

Arendi diam, ada benarnya perkataan Amel tadi, ia mengidikan bahunya lalu pergi ke kamarnya merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.

Mereka berpisah menuju kamar masing-masing.

Dikamar Amel menjatuhkan dirinya dikasur, ia menghela nafas, perasaan nya gundah tanpa sebab, aneh.

Dering telepon membuatnya tersentak, dengan sigap ia mengecek telepon genggamnya disana terpampang jelas nama sang ibu, dengan dahi yang berkerut Amel mengangkat panggilan tersebut.

"H-halo?"

"...."

"Iya, saya salah satu anaknya?"

"...."

"Kamu ga bohong, kan?" dengan polosnya Amel menanyakan hal itu.

Diseberang telepon sana menghela nafas lalu meyakinkan Amel.

Amel membeku ditempat, kesadarannya hilang sebentar berkelana jauh entah kemana.

Dengan cepat ia keluar kamar menuju kamar sang kakak.

"Abang!! Bang keluar bang!!" Dengan panik Amel menggedor pintu Arendi.

Arendi keluar kamar dengan terkejut mendapati Amel dengan peluh penuh membasahi dahinya.

unexpected love [Haruto Treasure]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang