Suara alunan flute yang ditiup oleh seseorang membuat wanita berpakaian kerajaan itu tak beranjak dari tempatnya. Dia berdiri di tepi jembatan, matanya terus menatap ke arah tengah danau di mana si peniup flute ada di sana dengan perahunya.
Setiap kali menatap lelaki itu, perasaannya selalu tercampur aduk hingga terkadang membuat dadanya sesak luar biasa. Wanita tadi tersenyum kala anak kecil laki-laki yang ada di perahu melambaikan tangan serta memanggilnya.
"Ayo turun, sudah waktunya mandi!" Wanita itu berseru.
Anak laki-laki tadi berbisik pada lelaki pembawa flute, lalu tak lama setelah itu perahu mereka bergerak ke tepian.
"Ibuuuu!!" Anak kecil tadi berlarian menghampirinya, tubuhnya yang mungil membuatnya terlihat sangat kecil ketika mendekap kaki sang ibu.
"Sekarang sudah sore waktunya Pangeran mandi, biar Eren membantumu, ya?"
"Baik, Ibu!" Anak itu berseru riang.
Eren lantas mengulurkan sebelah tangannya pada anak kecil menggemaskan tadi. Mereka berdua pergi dari tempat diikuti oleh beberapa pelayan lain dan pengawal.
Rory memandang anak laki-lakinya hingga tak terasa matanya berkaca-kaca.
"Kau selalu menangis setiap melihat Jaden, kenapa?" Lelaki berambut coklat emas datang mendekat, mengusap titik air mata di pipi Rory tanpa ekspresi di wajahnya yang rupawan.
"Aku hanya tidak menyangka dia sudah sebesar itu." Balas Rory dengan nada bergetar.
Lelaki itu lantas membawa Rory ke dalam dekapannya. Dia tak peduli melakukannya di depan puluhan pelayan serta pengawal yang bertebaran di sekitarnya. Ia hanya ingin melakukan apa yang ingin dia lakukan. Dia tidak ingin terlalu dibatasi aturan istana yang kadang terdengar konyol untuk ditaati. Rory adalah istrinya, apa salahnya dia memeluk seorang istri?
"Yang Mulia! Jangan seperti ini, banyak mata melihat kita," Rory berusaha menjauhkan tubuh lelaki yang berstatus sebagai suaminya ini darinya. Bukannya berhasil, dekapan yang lelaki itu berikan justru makin erat.
"Kita tidak sedang melakukan sebuah dosa, Rory. Sah-sah saja kita melakukannya, kau adalah istriku."
"Ya, tapi tidak di sini,"
Lelaki tadi tak menghiraukan, justru memejamkan matanya, menghirup dalam-dalam harum tubuh Rory yang amat segar dan menenangkan.
Lalu tak ada yang bisa Rory lakukan selain membalas pelukan sang suami. Awal detik fokusnya menikmati hangat tubuh suaminya, tapi detik berikutnya ia justru terfokus pada bekas luka dikedua pergelangan tangannya. Setiap menatap bekas luka itu, dia selalu terdiam lalu otaknya tanpa permisi memutar balik kisah hidupnya yang pahit.
Namun sekarang Rory bersyukur karena dia bisa melewati semuanya dengan baik, walau darahnya harus bercucuran agar bisa mencapai titik ini. Karena pada dasarnya tidak ada yang gratis di dunia ini.
"Yang Mulia,"
"Hmm,"
"Antar aku ke Pulau Onyx besok,"
Spontan lelaki tadi mengurai pelukan, dia menatap wanita yang berstatus sebagai istrinya sampai dahinya berkerut-kerut. Dia lalu menghela napas pelan.
"Kenapa suka sekali memutar sejarah kelam?"
******
Haiii... Gimana nih prolognya?
Klean suka apa enggak? Jangan lupa vote dan komen ye..
See you di chapter pertama....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scar
Fanfiction[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN KOMEN] Aurora Fontaine atau lebih akrab disapa Rory. Dia seorang gadis berusia dua puluh tahun. Banyak orang menyukainya. Dia cantik, ramah, pandai menenun dan menyulam. Namun kisah hidupnya jelas tak secantik parasnya...