⚜ Buah Dari Kelakuan

154 17 0
                                    

Keheningan melingkupi meja yang terletak di ujung paling depan dekat keberadaan kedua mempelai menyambut tamu. Kelima orang yang mengelilingi meja di sana—yang duduk di sana—hanya diam tanpa bersuara. Renjun yang canggung nan bingung mau ngomong apa (karena takutnya bergerak sedikit dia bakalan salah tingkah), tentunya tidak berbeda jauh dengan keempat lainnya. Mark, Haechan, Jeno, dan Jaemin juga tak dapat bersuara, seolah ada reak yang nyangkut di tenggorokannya. Mau bergerak sedikit juga takut aneh, nanti kentaraan banget saltingnya ketemu "sosok yang dirindukan".

"Ekhem! Tamu mulai banyak berdatangan lagi, nih. Dimohon pengertiannya, karena bukan hanya saya yang berkewajiban menyambut tamu yang ada." Sekonyong-konyong Jaehyun datang dengan wajah super bete andalannya (ketika suasana hatinya tengah tidak baik-baik saja). Mendengar itu, tentu Renjun yang tengah sibuk dengan segala macam bentuk pemikiran negatif, kagetnya bukan main. Apa lagi saat Jaehyun tiba-tiba saja menariknya, lalu merapatkan tubuh (dengan merengkuh pinggangnya). Bahkan, mata pasangannya itu menatap secara bergantian para lelaki (Jeno, Mark, Haechan, dan Jaemin) yang kini sudah berdiri menatap ke mereka (Renjun dan Jaehyun).

"Eh!?" Renjun langsung melepaskan rengkuhan posesif pasangannya. Dengan canggung, ia menatap ke arah empat teman lamanya, "Itu ... kalian nikmati saja dulu makanan yang ada. Kita permisi dulu." Ujar si pengantin, yang setelahnya berlalu bersama pengantin yang lainnya meninggalkan keempat lelaki tampan di sana yang tetap tak bersuara.

"Kita ..." setelah hening yang berkepanjangan, Haechan bersuara pada akhirnya. "Benar-benar kalah telak." Ujarnya, setelahnya.

Dirasa sayang juga sudah menyisihkan sebagian uang dan hadiah pernikahan, keempat cowok yang masih menatap gerak-gerik sepasang pengantin berbusana serba putih, pada akhirnya memilih menuju stan makanan dan minuman. Berdiam diri di suasana canggung nan tegang luar biasa, tentu tenggorokan terasa haus dan perut mereka terasa lapar sebab kegugupan menyerap seluruh energi yang ada.

Oleh sebab itu, Haechan berpisah menuju meja minuman berwarna merah (tapi bukan darah), lalu tak lupa mampir ke meja sebelahnya yang berisikan berbagai bentuk sushi beraneka rasa. Lain dengan Haechan yang tidak makan berat (karena sushi yang ia ambil cuma tiga biji), Jeno yang memang belum makan—sebab prinsip; buat apa makan kalau kita mau ke kondangan— berjalan ke stan prasmanan. Mengambil nasi putih setengah centong, tak lupa nasi goreng satu centong. Kepala ikan piranha, buntut harimau goreng, serta kerupuk ikan pari-pari ia pilih sebagai pendamping nasi yang telah ia ambil. Tak lupa, kopi kegemarannya ialah kopi cap badak, mengisi cangkir yang ia pegang di tangan kirinya.

Di belakangnya, tidak jauh berbeda, Mark mengambil tiga centong nasi putih, satu buah rendang plus bumbu (yang banyak), sayur campur-campur yang tidak ia ketahui namanya, tak tertinggal kerupuk ikan sapu-sapu. Untuk minumannya, Mark lebih memilih yang sehat yaitu jusjas rasa cuka apel. Sedang untuk Jaemin, lelaki itu tidak muluk-muluk. Dia mengambil seadanya saja, karena motonya; manfaatkan makanan kondangan.

Tempat makan tapewer milik ratu di rumah Jaemin bawa. Memasukan nasi goreng, rendang, kepala ikan piranha, buntut harimau goreng, sayur kulit durian, serta cumi sambal mangga tak luput dari genggaman tapewer berwarna ijo polkadot. Setelah beres semua (termasuk makanan yang akan ia makan), Jaemin memasukkan tempat makannya pada kantong kresek berwarna hitam yang sebelumnya ia selipkan di kantong belakang celana.

"Beres! Ayo sekarang kita nikmati!" ujar mereka berempat.

•••

"Kita ... em, maksudnya gue ..." dirasa tidak kunjung berani mengeluarkan apa yang dirasanya selama ini, Jaemin mengacak rambutnya dengan frustasi. Di saat kesempatan emas (Jaehyun memberikan izin untuk Renjun berbicara dengan keempat mantan crushnya), tapi dirinya malah tidak sanggup berkata apa-apa. Seakan kelu lidahnya sekadar mengucap maaf, Jaemin yang hampir gila dibuatnya, semakin menjadi-jadi. Tidak sekadar mengacak rambut, lelaki itu malah menjambak rambutnya sendiri, lalu membenturkan kepalanya di pohon yang berada di sampingnya. "Argh, sial!" geramnya pada diri sendiri.

Renjun terkejut melihat kelakuan Jaemin yang luar biasa berbeda dari terakhir yang dia lihat. Dahulu, lelaki itu memang terkadang banyak bicara, namun bicara yang memang seperlunya secara lugas. Bukan seperti sekarang ini, yang bicaranya terbatas dengan wajah super merah entah karena menahan malu atau marah. Satu yang pasti, Renjun benar-benar merasa asing dengan tingkah lelaki yang satu itu.

"Ren, sebelumnya gue mau ucapin selamat atas pernikahan kalian berdua. Dan, maaf ..." Mark berujar dengan lesu. Menatap Renjun sarat akan penyesalan.

Ah helah, cerita komedinya kenapa jadi sedih begini!?

"Maaf ya, selama ini kita udah sering jahatin kamu. Maaf, karena ..." saat ucapan akan terus terujar dari mulut Mark, Renjun tersenyum mendengarnya. Tangan yang berada di atas meja, Renjun genggam. Mark yang duduk di samping kanannya, memudahkan dirinya untuk menggenggam tangan lelaki itu.

"Mark, inget kata pepatah; yang lalu biarlah berlalu. Sebisa mungkin gue udah berdamai dengan masa lalu, jadi gue harap ..." tak hanya kepada Mark tatapan ia berikan, melainkan Kepada keempat temannya yang lain. "Kalian juga berdamai dengan itu." Diiringi senyum yang sejuknya mengalahkan udara di pedesaan, Renjun menggenggam tangan Jeno di sisi lainnya.

"Yang, udahan?" dan sekonyong-konyong Jaehyun datang menghadap. Tatapan lelaki itu sesaat melihat pada dua tangan yang pujaan hatinya genggam.

"Ah? Udah kok, ayo." Renjun bangkit, berjalan menuju Jaehyun yang berada di hadapannya (di belakang Jaemin yang duduk di depan Renjun).

"001101, itu nomor gue. Sekadar memiliki nomor telepon, hal yang wajarkan sebagai teman?" tangannya ditautkan pada lengan kiri Jaehyun. Tentu, Renjun berbalik wajah barang sejenak guna mengatakan demikian. "Ah, bukan teman. Tapi, sahabat. Iya, 'kan?" dan perkataan itu ialah akhir dari percakapan mereka.

Teman maupun sahabat, selamanya akan terus seperti itu. Andaikata pun bisa diubah, mungkin tak akan seindah yang diharapkan.

Renjun ... bagaimanapun, lelaki itu tidak banyak berubah—dari terakhir yang mereka lihat. Awal maupun akhir, Renjun tetaplah sama. Anak tunggal Baekhyun dan Chanyeol, tetaplah sama. Tak ada yang berubah karena ... mereka yang berubah.

Mark, Jeno, Haechan, dan Jaemin.

Dari awal, merekalah yang memulai. Maka dari itu, mereka jugalah yang harus mengakhirinya.

Andai ada Donoemon di dunia nyata, tentu hal pertama yang ingin mereka pinta ialah mesin waktu. Mereka ingin mengingatkan kepada Mark, Jeno, Haechan, dan Jaemin kecil untuk tidak melakukan tindakan bodoh yang berdampak ke depannya.

Ya, mereka harap selepas mata terpejam sebab kantuk yang datang tiba-tiba, di atas ranjang di rumah masing-masing dari mereka, keempatnya berharap ... semua akan baik-baik saja.

Terbuka atau tidaknya mata kelak.

—bersambung ...

Anyelirene ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang