Star ( part. 1 )

152 8 0
                                    

       Apa makna mencintai untukmu? Bagiku mencintai seseorang itu berarti keberadaan tanpa syarat. Ketika langitnya berwarna biru cerah ataupun mendung dan kelam aku akan tetap ada di sana. Sekalipun seluruh dunia membalikan punggung padanya, tidak sedikitpun langkahku akan menjauh dari dunia yang ia huni.

          Sudah beberapa jam berlalu sejak kedatanganku tapi pria berkulit pucat dengan sepasang mata sipit itu masih tenggelam dalam dunianya sendiri. Bosan menunggu, ku seret langkah menghampirinya.

"Kau mengabaikanku terlalu lama, Min Yugi." ucapku sembari melingkarkan kedua lengan memeluk pundaknya. Pria itu menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Artinya sudah lewat 2 jam dari janji kami.

"Astaga. Sayang, maafkan aku." Yugi memutar kursi, menarikku duduk di atas pangkuannya. Tatapannya tampak merasa bersalah. Seperti anak kucing yang memohon untuk dimaafkan. Bagaimana aku akan memarahinya jika disuguhi hal seperti ini.

"Tidak apa. Kau kelihatan sibuk jadi aku tidak sampai hati menghentikanmu."

"Kita tukar dengan makan malam saja bagaimana?" tawarnya. Aku menggeleng tidak setuju. Bukan karna kesal tapi aku tidak punya waktu.

"Aku harus bekerja Yugi. Seminggu ini jadwalku shift sore hingga malam."

"Tidak masalah. Kau bisa makan malam dua kali."

"Hei, kau ingin berat badanku naik, eum?"

"Kau akan terlihat lebih cantik dengan pipi berisi."

"Pembual. Nanti kau lebih suka memandangi gadis-gadis berwajah tirus di luar sana."

"Aku tidak peduli yang lain. Mataku hanya bisa melihatmu."

"Kau memang pintar bicara. Aku harus pergi bekerja."

"Biar aku antar." Min Yugi menurunkan aku dari pangkuannya hendak bangkit dari tempat duduk namun kembali ku dorong ia ke posisi awal.

"Aku sendiri saja. Kau teruskan pekerjaanmu, dan makanlah dulu. Aku sudah memesannya selagi kau sibuk dengan lagumu tadi."

"Kau yakin?"

"Eum. Sampai bertemu nanti. Bye..bye." ku ke*cup pipi Yugi sekilas sebelum meninggalkan apartmentnya. Min Yugi. Pria yang sudah hampir tiga tahun menjalin hubungan denganku itu benar-benar sangat tergila-gila dengan musik. Impiannya menjadi seorang produser sekaligus penulis lagu. Banyak yang sudah dia buat tapi sayangnya sama sekali belum membuahkan hasil. Hubungan Yugi dan kedua orang tuanya juga tidak begitu baik sebab sang Ayah tidak mendukung ia menjadi pemusik. Ia lebih ingin putranya menjalani kehidupan sebagai pegawai kantoran biasa. Hidup sebagai musisi sama sekali tidak menjanjikan. Hal itu pula yang membuat Yugi lebih memilih tinggal sendiri dan menjadi jarang bertemu kedua orang tuanya.

"Sampai jumpa besok, Lara." ucap salah seorang rekan kerjaku. Aku menoleh sambil melambaikan tangan membalasnya.

"Sampai jumpa, hati-hati di jalan." jam kerjaku baru saja berakhir. Usai berbenah aku bersiap-siap hendak pulang. Begitu memalingkan pandangan ke luar sudut bibirku terangkat menemukan seorang pria dengan mantel coklat berdiri di depan pintu masuk Coffee Shop. Ku matikan lampu, memastikan segalanya telah beres lalu bergegas mengunci toko.

"Sejak kapan kau disini? Apa aku membuatmu menunggu lama?"

"Tidak, aku baru saja sampai."

"Benar? Tidak bohong?"

           Min Yugi tersenyum, melangkah mendekat kemudian menangkup kedua pipiku dengan telapak tangannya.

"Bagaimana? Hangat bukan? Tanganku pasti sudah dingin jika memang lama di sini."

"Kau benar."

          Sesuai janji, sepulang kerja aku dan Yugi makan di salah satu restoran di sekitar Myeongdong. Padahal aku ingin tteokbokki pedas tapi Yugi bilang lebih baik makan Gogigui ditemani sebotol Soju karena udara kian dingin menjelang akhir musim gugur ini. Aku mengalah dan menuruti Yugi. Lagipula aku bisa sakit perut jika terlalu banyak makan pedas.

           Usai makan kami minum sambil bercerita perihal apa saja yang terjadi hari ini. Aku juga dirinya. Apa yang kau lakukan hari? Bagaimana hari ini? Pertanyaan membosankan yang selalu terlontar setiap hari tetapi tidak membosankan untuk dibahas sebab setiap hari adalah hari baru dan dari 100% kesamaan dengan hari lain akan ada setidaknya 30% hal yang berbeda dari kemarin.

          Selagi kami bercerita tiba-tiba ponsel Yugi berbunyi. Ia menjawabnya dan berbicara cukup serius. Sepertinya telephone dari seseorang yang penting. Mungkin soal pekerjaan. Tapi anehnya begitu panggilan berakhir raut wajah Yugi berubah. Ia terdiam beberapa saat seperti kebingungan.

"Chou Lara. Sekarang kita tidak sedang ada di dalam mimpi bukan? Aku tidak sedang tidur?"

"Kau ini bicara apa, Gi. Tentu saja tidak." Min Yugi menatap lurus ke arahku. Aku yang tidak begitu paham apa yang terjadi kemudian bertanya mengapa ia seperti linglung.

"Terjadi sesuatu? Siapa yang menelphone?"

"Mereka bilang ingin bertemu denganku."

"Siapa?"

"Agency musik. Mereka tertarik dengan cd demo yang ku kirim."

"Yugi!!! Astaga, bolehkah aku berteriak?" jika saja ini bukan tempat umum aku pasti sudah berteriak keras. Ah, sudahlah aku tidak tahan lagi. Aku bergerak menghampiri Yugi, memeluknya erat dan sedikit berteriak kegirangan.

"Syukurlah. Akhirnya, kau berhasil Yugi. Kau hebat, aku ikut bahagia untukmu."

"Terima kasih. Tapi, Lara. Tamu lain memperhatikan kita."

"Biarlah. Aku tidak peduli karna benar-benar bahagia."

"Gadis nakal! Terima kasih karena selalu mendukung ku."

         Tatapan beberapa pasang mata asing itu tak jadi masalah bagiku sebab seseorang yang paling berarti untukku pada akhirnya berhasil mencapai impiannya. Sesuatu yang selama ini selalu ia perjuangkan meski banyak yang meremehkan usaha yang ia tempuh. Bagaimana mungkin aku tidak bahagia dan hanya duduk diam saja. Tuhan, ku harap ini benar-benar akhir dari segala perjuangan Min Yugi. Mulai sekarang biarkan dia berjalan di jalan yang penuh bunga dan segala keberuntungan.

tbc

Visualisasi Min Yugi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Visualisasi Min Yugi. Udah pada tau pasti siapa dia kan? Iyalah, masa ga ya kan 😌🤭

Love And Life ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang