Apa yang kau tau soal kematian? Apakah kehilangan nyawa lalu terkubur dalam tanah nan dingin? Kematian tidak hanya perihal dipetikan atau ditimbun dalam tanah. Ketika kau menjalani hidup tanpa kepercayaan jua hati nan beku kau tak ada bedanya dengan sosok mati yang terus berjalan.
Chou Lara, 22th. Bekerja di sebuah restaurant yang cukup bergengsi di kota London. Gadis yang masih tergolong muda itu sudah lama kehilangan kepercayaannya akan cinta dan kebahagiaan. Ia hidup hanya sebab tak bisa mati."Selamat datang. Boleh saya tau apakah anda sudah membuat reservasi sebelumnya, tuan?"
"Atas nama Tn. Thomas."
"Sebentar, akan saya check lebih dahulu." usai melakukan pengecekan daftar tamu. Lara kemudian mengantar tamunya pada meja yang telah disiapkan.
Ini malam natal. Beberapa Toko banyak yang tutup, atau buka setengah hari namun ada juga yang tetap beroperasi seperti biasa tidak terkecuali tempat ia berkerja. Restaurantnya tetap buka untuk mereka yang ingin merayakan malam natal menyantap hidangan pribadi atau buffet di restaurant Hotel tersebut.
Bagi kebanyakan orang natal mungkin adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Hari yang penuh kehangatan dan kebersamaan. Tetapi tidak begitu bagi gadis bermarga Chou tersebut. Natal adalah hari yang dibenci olehnya. Ia bahkan berharap dapat menghapus hari itu dari kalender jika bisa. Natal membawa kenangan menyakitkan dalam hidupnya yang tidak akan pernah ia lupakan.
*****
Seorang gadis kecil tengah meringkuk di bawah meja belajar di dalam kamarnya. Bukan. Ia bukan sedang bermain petak umpet atau semacamnya. Ia tengah menangis sembari menggigit bibir agar isaknya tak terdengar. Sesekali ia membekap kedua telinga dengan telapak tangan saat suara teriakan dari luar sana semakin nyaring."SUDAH KU KATAKAN JANGAN MEMBOHONGIKU LAGI, AN!!" teriak Grace si ibu.
"Aku tidak tau. Aku hanya lelah saja dan bosan. Dia membuatku merasa lebih baik." elak Andy ayah gadis kecil yang tidak lain adalah Chou Lara.
"Itu tidak membenarkan perbuatanmu yang menduakanku An. Kau fikir aku ini apa. Aku istrimu, ibu dari anakmu dan kau bermain gila bersama perempuan murahan itu diluar sana."
"JAGA UCAPANMU, GRACE! DIA BUKAN PEREMPUAN MURAHAN."
Grace tertegun mendapati suaminya membentaknya.
"Kau membentakku, An. Kau membentakku demi membela jalang murahan yang menjajakan dirinya menjadi simpanan seorang pria yang telah beristri itu. BAHKAN JULUKAN SAMPAH PUN TIDAK LAYAK UNTUKNYA!!"PLAKK!!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Grace meninggalkan bekas memar kemerahan."Jangan coba-coba menghinanya lagi! Aku sudah muak denganmu."
Suara dentuman pintu menandakan sang ayah telah pergi keluar rumah. Sementara tangis ibunya semakin terdengar keras dan memilukan. Rongga dada Lara semakin sesak mendengar tangis ibunya. Gadis berumur 6 tahun itu cukup cerdas untuk memahami apa yang baru saja terjadi pada kedua orang tuanya. Ia ingin berlari keluar kamar lalu memeluk erat ibunya. Tapi tungkai kecilnya bergetar, terasa begitu lemah dan tak sanggup menopang bobot tubuhnya.
Entah apa yang terjadi, setelahnya Lara merasa ia sudah berada diatas kasur. Sayup-sayup ia mendengar ibunya mengucap maaf sembari mengusap lembut rambut panjangnya sebelum ia kembali tertidur.
"Ibu?" Lara baru saja terbangun dari tidurnya. Jam dinding bergambar kelinci yang menghias kamarnya menunjukkan pukul 5 pagi waktu setempat. Usai mengusap pipi yang terasa lengket sebab menangis semalam, Lara turun dari ranjang dan berjalan ke luar kamar. Ia tertegun saat tak sengaja menendang vas bunga begitu berada di depan pintu. Kamar Lara berhadapan langsung dengan ruang tengah dan ruang tersebut tampak sangat kacau. Barang-barang berserakan bekas pertengkaran semalam. Tapi ada hal lain yang membuat Lara terpaku dan tak dapat bernafas.
"I-ibu..?" tubuh kecil itu tersungkur di lantai. Air matanya bercucuran disertai isak yang tidak dapat ia tahan. Grace, ibu tercintanya gantung diri di ruang tengah. Grace menjerat lehernya menggunakan tali yang dipasang pada langit-langit rumah.
Sejak saat itu Chou Lara membenci Natal juga sang ayah yang membuat ibunya terluka. Lara bersumpah tidak akan mencintai pria manapun dalam hidupnya. Orang tuanya menikah karna cinta hingga melahirkan dirinya. Tapi apa? mereka tetap saling membenci, bertengkar hingga sang ibu kehilangan nyawa. Ia tidak ingin hidup dengan cara seperti itu. Tidak akan pernah. Bahkan ia tidak ingin hidup.
******
Lara selesai bekerja satu jam lebih awal dari biasa. Diperjalanan pulang ia memperhatikan lampu-lampu yang menghias kota juga dekorasi natal yang beragam. Jalanan masih ramai oleh para pejalan kaki juga beberapa kendaraan yang melintas.
"Nona apa anda ingin membeli kue kering?" seorang gadis kecil dengan syal merah menghampirinya.
"Ini baru dipanggang jadi masih cukup hangat." ujar anak itu sambil membuka keranjangnya memperlihatkan kue kering berbentuk manusia salju dan karakter natal lainnya yang terbungkus rapi.
"Kau sendirian? Dimana orang tuamu?" tanya Lara sambil berjongkok menyamai tingginya.
"Ibuku sedang sakit. Jadi aku menggantikannya menjajakan kue. Aku tinggal di seberang gang sana." ucapnya menoleh ke sisi kanan jalanan sambil menunjuk.
"Tunggu di sini sebentar ya. Jangan beralih dulu." usai berpesan demikian Lara masuk ke salah satu kedai terdekat untuk membeli sedikit santapan makan malam. Anak itu mendengar pesan Lara dan masih menunggu begitu ia kembali menghampirinya.
"Aku baru saja membeli coklat panas dan beberapa potong daging kalkun. Pulanglah dan santap ini bersama ibumu di rumah."
Gadis kecil itu tersenyum menerima pemberian Lara."Lalu. Bolehkah jika aku membeli semua kuemu itu?"
"Nona mau memborongnya?" Gadis itu tampak sumringah sebelum akhirnya sedikit ragu.
"Tapi apa tidak apa? Ini terlalu banyak. Nona baik sekali."
Lara tersenyum, kembali berjongkok kemudian mengusap surai coklat gadis kecil tersebut.
"Tidak masalah. Kau sangat baik dan manis. Aku jadi ingin membeli semuanya."
Ia menurunkan keranjang yang digenggamnya. Kemudian ikut berjongkok dan mulai memasukkan semua kue-kue itu kedalam kantong plastik dan memberikannya pada Lara.
"Berikan saja aku 10 poundsterling Nona."
Lara membuka dompet dan mengambil beberapa lembar uang.
"Ini terlalu banyak Nona." Gadis itu mengembalikan dua lembar uang yang ia rasa terlalu banyak mengingat Lara juga sudah memberinya makanan.
"Simpan saja untukmu. Terima kasih untuk kuenya." Lara bangkit dari posisinya bersamaan dengan gadis itu. Mengucap selamat tinggal kemudian berbalik hendak melanjutkan perjalanan tapi urung sebab mendengar anak penjaja kue tersebut memanggilnya. Anak itu merogoh sesuatu dari kantong mantelnya kemudia meraih tangan lara.
"Aku tidak punya benda berharga. Maaf jika ini tidak mahal. Tapi ini permen kesukaanku. Ku harap Nona juga menyukainya."
Lara menatap candy milk di atas telapak tangannya. Ia hampir menangis sebab terharu. Entah kenapa ia merasa sedikit kehangatan dari gadis asing yang ditemuinya di tepi jalanan kota London ini.
"Merry Christmas, Nona."
"Merry Christmas."
Lewat senyum tulus gadis penjual kue kering di tengah salju itu Chou Lara menemukan kebahagian kecil pada hari yang paling ia benci dalam hidupnya. Ia tidak tau entah sampai kapan hatinya akan serupa tetes salju nan berhamburan menghujam bumi tersebut. Dingin, sepi, kosong dan tidak memiliki harapan.
Tapi Lara masih mencobanya, hidup serupa manusia lain meski tanpa keyakinan akan masa depan._End