"Gem, kau benar-benar tidak akan memaafkannya?"
Taufan bertanya pada Gempa yang sedang memasak di dapur. Dia terlihat sudah pulih dari empat hari yang lalu.
"..."
Gempa tidak merespon, dia terdiam sejenak sebelum menoleh ke arahnya yang sedang duduk di kursi dapur.
"Jangan membahas hal itu, Fan,"
Dia kembali memunggunginya.
"Tapi Gempa, ini sudah lima hari dan hari ini yang ke-6 nya, kau yakin akan terus seperti ini?"
Dengan cepat Taufan bertanya lagi. Dia berdiri dari kursinya, kedua tangannya menggebrak kecil meja yang ada dihadapannya.
Taufan mendekati Gempa dan berdiri disampingnya, membisikinya.
"Kau tahu? Dia hampir menangis saat menyatakan maafnya padaku."
Gempa tertegun. Dia terdiam beberapa saat.
Taufan memang tidak pernah berbohong kalau berkaitan dengan hal yang seperti ini, yang dia katakan barusan itu memang benar apa adanya. Saat Halilintar meminta maaf dan membungkukkan badannya sangat rendah, Taufan melihat dua tetes air mata yang terjatuh darisana. Dia bisa merasakan kalau Halilintar benar-benar serius meminta maaf padanya, membuktikan bahwa dia sangat menyesal atas apa yang telah dia lakukan.
Di saat itu pula Taufan berpura-pura tidak melihatnya, dia malah kebingungan, bukannya hal seperti ini sudah biasa? Pikirnya. Namun ketika dia mengingat kejadian itu lagi, dia tersadar. Yah, walau tidak separah itu.
Dan seperti biasanya Taufan kembali menghibur Halilintar dengan kata-katanya yang meledek dan mengatakan bahwa bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. "Tidak apa-apa." Dia belum tahu bahwa alasan Halilintar melakukan itu sebagian besar adalah karena Gempa.
Hingga saat dirinya telah kembali sehat, kabar itu menghampirinya dengan fakta bahwa Gempa tidak berbicara satu kata pun ketika Halilintar mengatakan sesuatu, namun malah langsung pergi darisana.
Dia bertanya pada yang lain, "Halilintar dan Gempa kenapa?"
Dan menemukan jawaban yang kurang puas untuknya, seperti "Entahlah..." atau "Tidak tahu, mungkin karena telah mencederakanmu."
Ya, yang barusan tadi mungkin masuk akal namun Taufan harus mendapatkan jawaban yang tepat dari salah satu pelaku pertengkaran.
Baiklah, sepertinya hari ini akan terasa lebih panjang.
Taufan menghampiri Halilintar yang duduk di sofa khusus untuk satu orang- biasanya dipakai Tok Aba -sedangkan yang satunya lagi- sofa yang cukup untuk dua sampai empat orang -dua pertiganya dipakai Ice untuk tidur sementara Blaze berada disebelahnya mengambil tempat yang tersisa.
Halilintar mendengarkan musik dengan memakai headphone di kepalanya. Jarinya sibuk menyentuh layar ponsel secara horizontal beberapa kali, tidak memperhatikan acara TV yang ditonton Blaze, apalagi kalau bukan acara Sepak Bola tadi malam yang ditayangkan ulang pagi ini. Dia memang tidak bisa menontonnya di tengah malam karena Gempa melarangnya, menyuruhnya langsung tidur, padahal besok mereka- Boboiboy tidak sekolah.
Blaze tidak melawan seperti biasanya, mematikan TV dan pergi ke kamar mandi untuk persiapan tidur.
Taufan menarik salah satu bagian dari headphone yang tersampir di kepala Halilintar. Lantas berbisik tepat di telinganya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpilih
FantasyDia hanya salah satu dari beberapa elemen yang ada. Tidak terlalu penting, tapi keberadaannya dibutuhkan untuk keseimbangan kekuatan elemen pada diri Boboiboy. Menjadi pilar untuk semuanya. Namun, satu hal merubah semuanya. Sebenarnya dia sudah mere...