umbrella

27 1 1
                                    

Hujan deras mengguyur kota Seoul sejak dua hari yang lalu tapi jalanan tetap saja ramai dengan para pejalan kaki dengan payung beraneka warna yang terkembang diatas kepala mereka seolah mengabaikan tetesan air yang hampir membasahi tubuh mereka.

Seorang gadis berdiri di tengah trotoar, dia mendongak membiarkan tetesan air hujan menjatuhi wajahnya dengan keras. Pakaiannya sudah benar-benar basah kuyup, bahkan bibirnya sudah memucat karena kedinginan. Gadis itu tidak mengindahkan suara orang-orang yang menyuruhnya menyingkir dari jalan. Berkali-kali gadis itu limbung karena tertabrak tubuh orang lain yg tergesa-gesa. Gadis itu tetap berdiri ditempatnya. Menatap langit dengan pandangan kosong.

''aku tidak peduli apa yang kau lakukan, tapi kau menghalangi jalan'', seorang pemuda berdiri dihadapan gadis aneh itu dengan payung ditangannya yang secara tidak langsung memayungi tubuh si gadis.

''aku menyedihkan?'', gadis itu bicara pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari langit yang terhalang payung.

''sangat! Makanya kubilang menyingkirlah, kau membuatku sakit mata'', pemuda itu memperhatikan wajah gadis didepannya yang sudah memucat.

''begitu ya.... Aku tidak melakukan apapun, tapi aku tetap salah'', gadis itu menurunkan pandangannya pada wajah pemuda didepannya. Senyum sendu ditampilkan bibirnya membuat hati siapapun yang melihatnya berdenyut nyeri.

''maaf sudah mengganggumu, aku akan menyingkir'', gadis itu mundur beberapa langkah dan membungkuk 90 derajat sambil menggumamkan kata 'maaf' berkali-kali.

Pemuda didepannya terpekur tidak tahu harus berkata apa dengan sikap aneh gadis itu. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada gadis itu, tapi sorot mata dan suara gadis itu membuat dadanya merasa ngilu. Dia bisa melihat sorot itu tegar dari luar tapi ringkih didalam.

''tunggu sebentar nona!'', pemuda itu menghampiri si gadis yang hendak berjalan pergi. Sekali lagi dipayunginya tubuh mungil dan lemah itu.

''wajahmu benar-benar kacau, setidaknya kau harus mengeringkannya'', pemuda itu mengeluarkan sebuah sapu tangan dari ranselnya. Mengusapkan kain kecil itu ke pipi si gadis dengan lembut.

''bawalah payung ini, kau membutuhkannya'', pemuda itu mengambil tangan kanan gadis itu dan menyelipkan payung yang dibawanya ketangan si gadis.

''dan bersihkan wajahmu'', sekali lagi pemuda itu menaruh sapu tangan miliknya ketangan si gadis yang hanya terdiam menatapnya.

''kenapa?'', satu kata yang mampu keluar dari tenggorokan kering si gadis.

Pemuda didepannya tersenyum lembut.

''anggap saja aku peduli padamu dan jika kita bertemu lagi, kuharap kau mau mengembalikan payungku'', pemuda itu berbalik dan mulai melangkah menjauh.

''hanya payung? Bagaimana sapu tanganmu?'', gadis itu bergumam lirih sambil terus menatap punggung pemuda yang kini berlari menerjang hujan.

Sapu tangan hitam dengan bordiran emas bertuliskan huruf OJS tergenggam erat ditangan gadis kurus berwajah pucat yang mulai meninggalkan trotoar untuk pulang dan kembali merangkai kehidupannya. Berharap bisa bertemu kembali dengan orang berinisial OJS untuk mengembalikan payung hitam yang dipinjamnya.

Sebuah payung dan sapu tangan mungkin tidak berarti apa-apa bagi sebagian orang. Tidak juga bagi gadis menyedihkan yang dibuang orang tua dan keluarganya. Tapi sikap peduli dari seseorang....... Seseorang yang menemukannya di saat hujan turun, membuat dia sadar bahwa dia masih hidup. Masih hidup untuk bisa mengembalikan barang-barang yang dipinjamnya.

FIN

love lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang