saat itu, kamu dimana? kenapa kamu kembali saat aku benar-benar harus pergi. Kenapa kamu tak bisa menatapku seperti aku menatapmu? Kenapa kamu bersikap dingin padaku? Dimana kamu saat aku butuh kamu? Dimana?
Aku membaca secarik kertas yang aku temukan di laci mejaku pagi ini. Membacanya membuat hatiku pilu. Bagaimana bisa dia berfikir aku jahat padanya. Apa yang telah aku lakukan padanya?
Aku diam. Merenungkan semuanya. Membayangkan rasanya menjadi dia. -dimana kamu saat aku butuh kamu?- kata itu betul-betul membuatku merasa bersalah. Apa yang harus aku lakukan untuk membuat ini berakhir. Selama ini aku selalu menjaganya. Dia selalu membahayakan dirinya sendiri. Aku selalu menjaganya. Dia selalu menatapku. Aku juga memberinya tatapan. Namun apa maksud kata-kata dalam surat itu.
Bagaimana jika hari itu adalah hari terakhir dia bertanya sesuatu yang mementingkan dirinya?
Bagaimana aku harus menjelaskannya bahwa aku mencintainya lebih dari diriku sendiri.
Aku benar-benar tak bisa memutar otakku untuk mencari jawabannya. Ini sudah terlambat. Dia sudah benar-banar pergi. Dia pergi.
Kertas itu sama remuknya denganku. Aku bahkan mulai tak sadar saat dia merasa aku bersikap dingin padanya.
Terima kasih atas semuanya. Aku benar-benar bodoh telah membuatmu pergi. Aku telah kehilangan cahaya dalam diriku sendiri. Bagaimana aku bisa fokus pada diriku selama ini, terus membuatmu nyaman, namun mengapa kamu tidak merasakannya.