Bab 1

320 11 1
                                    

Suzy's POV

Ayah mengantarku masuk kerumah yang penuh debu. Jujur saja aku benci rumah ini. Di pekarangan tidak ada bunga, pagar besi yang berkarat dan Jendela kayu yang mulai rapuh. Dan yang benar-benar membuatku kesal adalah kolam renang yang sangat kecil. Bagaimana aku bisa berenang disini? Airnya kotor. Ayah berjanji akan membersihkannya.
Ayah sangat menyayangiku. Semenjak ibu meninggal, ayah lebih sering menghabiskan waktu denganku. Kadang dia ke kantor namun tak setiap hari. Aku merasa bersalah karena hidupku sebebas ini. Setiap ayah kekantor, rumah selalu penuh dengan teman-temanku. Yah, aku akui mereka bukan orang baik. Bisa kukatakan mereka nakal. Itulah pergaulanku. Mereka selalu membawa rokok dan vodka. Mereka memaksaku untuk mencoba meminumnya dan menghisap rokok. Jujur, aku ketagihan. Sampai saat ini ayah belum tahu. Yang ayah tau dia selalu meluangkan waktu untukku. Dia jarang kekantor untukku. Tapi dia tidak tahu jika mobilnya telah berangkat maka puluhan gadis nakal memenuhi rumahnya. Dan akhirnya dia tahu. Tapi tidak marah. Dia membawaku pindah ke kota yang aku sendiri tidak tahu. Kota kecil. Bahkan terpencil. Aku mengira-ngira itu pedesaan. Namun tak ada gunung atau apapun yang biasa terlihat didesa. Aku tak menolak untuk pindah. Menyadari semua kesalahan dan kebodohanku.

Ayah memasukkanku kesekolah umum di kota ini. Diam-diam ayah mendaftarkanku dengan persetujuannya sendiri. Aku marah. Namun kembali lagi ke semua kesalahanku. Aku menyerah. Biarlah ayah mengatur hidupku.

Kamarku berada di lantai dua. Tidak terlalu besar maupun kecil. Kamarku bersebelahan dengan kamar ayah. Di lantai bawah adalah dapur dan ruang tamu. Di samping tangga ada TV yang ayah letakkan dekat dengan meja makan. Katanya agar tidak ketinggalan channel favoritnya.

Semua barangku telah masuk ke lemari kayu tua disamping jendela kayu. Merapikan tempat tidur dan menyapu lantai kamar ini terpaksa aku lakukan.
"Suzy.. Turunlah. Ayah sudah menyiapkan makan malam." Teriak ayah dari meja makan. Tidak seharusnya ayah berteriak seperti itu. Mugkin karena terbiasa di rumah yang dulu. Ayah selalu berteriak karena jarak meja makan dan kamarku sangat jauh. Padahal rumah yang sekarang tidak seluas rumah yang dulu. Suara sekecil apupun mungkin masih terdengar di lantai atas. Pikirku. Tidak mau membuat ayah menunggu lama akupun turun.
"Salad!!" Gumamku.
"Yahh.. jam begini restoran lokal sudah tutup. Jadi ayah memasak seadanya saja." Kata ayah santai. Aku mengangguk.
"Besok ayah akan mengantarmu ke sekolah barumu. Bersikap baiklah agar kamu mempunyai banyak temam." Kata ayah menggurui.
"Apakah aku bisa kesekolah besok lusa? Aku sangat lelah dan..." aku mengelus belakang leherku.
"Lelahmu akan hilang saat kamu melihat sekolah barumu." ayah menyengir seraya mengunyah saladnya.

Setelah makan malam, ayah menggeser kursinya agak miring agar bisa jelas menonton acara tv. Aku merasa lelah dan naik ke kamarku. Tak ada salahnya masuk sekolah besok. Mungkin kali ini ayah benar. Aku tidak akab terus menerus mengurung nyaliku.

Setetes air mata mengalir. Tiba-tiba aku teringat ibu. Aku sangat rindu padanya. Aku ingat saat kami bersama kesungai dan memancing. Ayah begitu lepas tertawa saat melihat ikanku lepas. Namun naas, ketika kami pulang, sebuah mobil truk menabrak mobil ayah. Dan ibu meninggak dikejadian itu. Semua hal yang berputar diotakku adalah kejadian pahit. Namun, aku teringat pada Boby teman kecilku dulu. Sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengannya. Tapi sudahlah. Dia mungkin sudah lupa padaku.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang