"saat aku hancur, sesuatu yang utuh akan mempengaruhiku agar keadaanku yang rapuh akan utuh sepertinya."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Ayah yakin ini sekolah umum yang terkenal itu?" tanyaku. Kepalaku keluar dari jendela seraya mengamati keadaan sekolah ini. Aku kesal.
"Yah, kamu setuju kan? ini SMA terkenal di kota ini." Ayah benar-benar membanggakan bangunan tua didepan sana. aku menggeleng dan menghembus nafas panjang.
drtttttt
Ayah mengangkat telpon. "Baiklah.. ok.. Saya sedang diperjalanan,sir... Saya akan sampai dalam 7 menit..." ayah menatapku. memberi isyarat bahwa aku harus turun sekarang. Aku keluar dari mobil dan menatap mobil ayah pergi sampai aku tak melihatnya lagi.
Ya ampun! Aku terus mengerutu dalam hati. Mana mungkin aku betah disini. Halaman sekolah dipenuhi oleh daun-daun kering. Seperti sekolah penyihir. Aku merinding. Bangunan tua dengan cat hitam yang mulai pudar dan berlumut. Lahan parkir yang dipenuhi sepeda. Ini bukan sekolah yang sebenarnya sekolah. Atau apalah. Aku melangkah masuk. Semua siswa rapi. Aku bernafas lega. Setidaknya tidak ada 'bajingan' di sini. Aku mengeluarkan amplop dari tasku dan berharap dapat menemukan ruang tata usaha yang menjadi tempat tujuanku. Aku berjalan dikoridor sekolah ini dengan di sambut oleh tatapan aneh. Mungkin karena aku belum memakai seragam sekolah seperti mereka. Atau karena bibirku terlalu merah.
Sialan. Aku mengutuk wajahku. Harusnya aku tidak dandan untuk pergi kesekolah. Image pertamaku hancur. Aku harus ke toilet sekarang, Aku berlari dengan tangan menutup wajahku. Malunya aku!!!
Sepasang kaki menghentikanku.Siapa orang ini beraninya menghentikanku. Batinku bergejolak. Aku melangkah kesampingnya dan segera pergi.
"RUANG TATA USAHA" tertulis atas pintu tepat didepam lapangan. Aku segera masuk dan menemukan cermin di samping pintu. Segera aku melap semua riasanku. Aku menghela nafas lega.
"Sudah selesai cerminnya?" tanya seseorang dibelakangku. Aku mengamatinya melalui cermin. Pria memakai almamater biru tua. Tatapannya tajam. Tingginya aku perkirakan 180an.
"Anak barukan?" tanyanya lagi, aku belum sempat menjawab pertanyaan yang pertama.
" iya.. Ada apa?" tanyaku ingin tahu kenapa dia ada disini.
" Ini" dia menyodorkan amplop yang sangat familiar. Aku sadar amplopku tak ada digenggamanku. Aku merampasnya kasar,. "Kau dapat ini dari mana?" Tanyaku kasar,
"Bukannya terima kasih malah ngomel. Aku menemukannya di jalan tadi. Memangnya kenapa tadi kamu lari? sukur aku orang baik." Diamenjawab dengan tenang. Sangat cool menurutku. Dia berbalik bergi. "terima kasih." ucapku bisik. "sama_sama" balasnya. Aku melebarkan mata. Tak yakin dengan yang kudengar. Pendengarannya sangat tajam begitu pula dengan sorot matanya.
Tanpa berbalik lagi aku langsung mengetuk ruangan kecil di dalam ruang tata usaha. Seruan masuk dari dalam terdengar.
"Selamat pagi," sapaku sopan paa wanita yang duduk dibelakang meja persegi memakai kaca mata dan sibuk mengisi lembaran-lembarang dalam map.
"Duduklah" ramanya.
aku menunduk lalu duduk dikursi depannya.
Aku menyodorkan amplop yang membawaku keruangan ini. Dia menerimanya dan tersenyum saat membaca isinya.
"Ini untukmu." Perempuan itu memberikanku peta sekolah ini. Berbentuk persegi yang kuperkirakn sekitar 35 x 20 cm. aku menerimanya dan memperhatikan gambarnya.
" ini kelasmu." jari telunjuknya tenyentuh gambar. lalu dia memberiku selembaran lagi. "Dan ini jadwal pelajaranmu, nona Soo Ji"Kelas itu tak jauh dari kafetaria
Aku berjalan sambil terus mengingat arahan perempuan tadi. Oh iya! Namanya Miss Stella. Suaranya lembut dan mudah diingat. Lanjut.
Aku berdiri tepat didepan kafetaria. Menatap siswa yang asyik bercanda dan kebanyakan fokus dengan nampan didepan mereka. Tiba-tiba perutku bunyi. Memalukan!
"Aku harus makan dulu!" aku memohon pada peta yang kupegang.
"Aku pesan..."
"Aku pesan coklat hangat dan roti selai kacang." seseora g mendahuluiku. Aku menatapnya dari samping. Dia pria tadi.
"Hei.."
Baru saja aku mau menyentuh bahunya untuk menanyakan nama, tiba-tiba pesanannya sudah datang.
"Terima kasih bibi!" ucapnya sambil tersenyum puas. Aku terus menatapnya.
"Heii nona,, nona? Jadi pesan atau tidak?" tanya bibi tadi.
"Eh jadi, susu coklat panas dan, ah tidak itu saja!" kataku. Astaga 10 menit lagi pelajaran jam pertama dimulai. Dan aku belum menemukan kelasku.
"Bibi, aku membatalkan pesananku.. Maafkan aku!" teriakku. Semua siswa yang duduk di bangku kafetaria itu menatapku dengan tatapan mengintimidasi. Aku menunduk. Pria yang tdi juga menatapku. Namun bukan tatapan seperti mereka. Pandangan kami bertemu. Dia memutar bola matanya sambil mengangkat bahu. Sepertinya dia tak peduli.
Aku berjalan keluar kafetaria dengan perasaan brcampur aduk. Dimana aku harus menyembunyikan wajah ini? Huff.
"Butuh bantuanku?" seorang pria menghentikan langkahku. Aku mengangkat wajah dan menatap orang yang sekarang didepanku