“Surga yang kayak apa?”
“Mau jadi surga sekalian, Buk, kalau bisa.”
“Ya, enggak bisa! Orang kamu jelek begitu, sedangkan yang muji kamu ganteng cuma Ibuk.”
“Bapak?”
“Muji diri sendiri.”
“Tapi... dia jadiin aku surga, Buk.”
“Siapa?”
“Ya, dia.”
“Lah, iya, dia siapa?”
“Dia cewek.”
“Katanya mau masuk surga, kok malah jadi surga?”
“Ya, soalnya dia juga surga buat aku. Aku udah masuk terlalu dalam ke dirinya, enggak mau keluar, di luar berarti neraka.”
“Kata siapa?”
“Kata Bapak. Emang Bapak mau keluar dari hidup Ibuk?”
“Bapak, 'kan, sudah besar, sudah jadi pria, dia sudah masuk surga dari dulu.”
“Terus, biar jadi pria gimana, Buk?”
“Kalau mau jadi pria, kamu harus mau jadi surga.”
“Maksudnya gimana?”
“Jadi baik, jadi indah, jadi hebat yang enggak gandeng dendam. Kalau kamu jadi surga, dia bakal masuk ke kamu dengan sendirinya.”
“Ya, sudah, Buk. Karena surga ada di telapak kaki Ibuk, aku nurut, biar jadi pria yang masuk surga setelah jadi surga. Makasih, ya, Buk.”
Dan percakapanku dengan ibuku yang digelar di teras depan itu berakhir.
Ibuku mengambil lap dan menggeseknya ke lantai yang ada di depan lututku, soalnya bagian lantai itu sempat basah dari kemarin.
Kemarin yang seperti apa? Kemarin yang ditinggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Mau Jalan-jalan Sambil Ingat-ingat Masa-masa di Surga
AcakSebuah cerita pendek yang panjang. Sebuah kumpulan naskah yang akan membuatmu jatuh cinta dengan surga. Kumpulan naskah yang akan membuat pilihanmu pada dunia semakin terurungkan. Sebab surga adalah destinasi paling akhir untuk kita, semoga. Dan...