Aku Bukanlah Akhir

11 3 1
                                    

Kakinya melangkah dengan ringan, wajahnya berseri-seri memancarkan kebahagiaan. Manik matanya tidak bisa berbohong bahwa dia tengah jatuh cinta, senyum cantiknya bahkan mengembang menambah elok wajah ayu-nya.

"Reyhan!! Selamat pagi." sapanya pada laki-laki tinggi ber-kacamata di depan kelasnya. Laki-laki itu hanya tersenyum manis sambil mengangguk kecil sebagai jawaban.

Reina, gadis itu hanya mencebikan bibirnya kemudian menaruh tasnya di kelas dan kembali berdiri di sebelah laki-laki itu, Reyhan. Pandangannya tidak pernah lepas darinya, pipinya memancarkan rona merah tanda tersipu malu layaknya tomat yang mulai berubah warna.

Reyhan, laki-laki yang sudah sejak kecil menjadi sahabatnya ini terbilang boyfriend able. Hidungnya mancung memiliki tinggi 178 cm rahang yang jenjang, pintar serta punya sifat yang ramah dan penyayang membuat siapapun yang melihat atau mengenalnya akan jatuh cinta meskipun baru pertama kali bertemu. Pesona itu jugalah yang membuat Reina, sahabatnya sedari kecil, mempunyai rasa yang sama dengan gadis-gadis lain.

"Rei, nanti kamu pulang sama Rey. Ayah Dafin enggak bisa jemput kamu pulang." kata Reyhan sambil menatap Reina dengan manis dan mengusap pelan rambut gadis itu. Reyhan, perlakuannya membuat Reina tak berkutik dan mengangguk sebagai jawaban.

Gadis itu tak berhenti tersenyum sejak tadi, menurutnya kisahnya dan Reyhan akan lebih dari sekedar sahabat, kisahnya akan berakhir indah seperti kisah "Teman tapi menikah" namun sayang, semua tetaplah khayalan belaka semenjak gadis baru itu hadir di antara mereka.

.
.

"Lasya, pulang sekolah sama saya ya." ajak Reyhan pada Lasya, anak baru yang merubah Reyhan menjadi lebih banyak omong. Lasya hanya mengangguk sebagai jawaban ajakan dari Reyhan, tanpa tahu bahwa Reina menatap mereka penuh arti.
Harinya sepi, karena tidak ada Reyhan yang selalu berada di sampingnya. Reyhan-nya, ah bukan, kali ini Reyhan sahabat kecilnya. Bukan lagi Reyhan yang dia dambakan sebagai sosok akhir pelabuhan cintanya. Nyatanya Reyhan lebih tertarik pada Lasya, anak perempuan yang pindah ke sekolahnya.
Rei ingin sekali mengatakan pada Reyhan bahwa ayahnya tidak bisa menjemputnya hari ini dikarenakan sang ayah ada perjalanan bisnis keluar kota, tapi niatnya urung karena mendengar Reyhan akan pulang bersama Lasya.

Reyhan dan Lasya pun meninggalkan kelas tanpa tau bahwa Reina juga masih ada di sana. Reina hanya menghela nafasnya dan berjalan ke halte bus di depan sekolah lalu menunggu bus untuk bisa pulang ke rumahnya. Sejujurnya ini kali ke-2 Reina pulang menggunakan bus, ayahnya selalu melarang Reina untuk menggunakan angkutan umum karena berbahaya jika dia sendirian, takut-takut jika serangan paniknya kembali menyerang. Reina jadi mengingat kali pertamanya dia menaiki bus bersama Reyhan, waktu itu motor milik Reyhan mogok, jadi terpaksa mereka pulang  angkutan umum.

.
.

Reyhan, jujur aku kangen main bareng sama kamu, tapi kayaknya kamu lagi sibuk banget sama Lasya ya? Sampai-sampai aku kemarin harus pulang naik bus.

Aku bersyukur banget serangan paniknya gak muncul pas pulang naik bus, kayaknya emang aku harus mulai terbiasa tanpa kamu ya?

Terbiasa tanpa laki-laki yang akan selalu membuat jantung milikku berdebar tak karuan, dan pipiku yang selalu semerah tomat jika melihatmu tersenyum. Tapi sepertinya senyum itu tak ada lagi untukku bukan?
Lasya, kuharap dia benar-benar seseorang yang cocok dengan Reyhan, aku harap dia tidak sedikit-pun melukai hatinya.

Ping!

Ah siapa? No tidak di kenal

Unknown

Maaf Reina, tapi tolong jauhi Reyhan ya, ku tahu kalian sahabatnya dari kecil tapi aku cemburu..

Reina, ini Lasya.

Aku Bukanlah AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang