SIAPA KAMU?

46 7 0
                                    

Brave masih terpaku menatap tubuh yang terkapar di hadapannya. Pakaian yang basah kuyup, begitu juga rambut ikal kecoklatan itu, nampak terurai acak dan sebagian jatuh menyembunyikan setengah wajahnya.

Ia membungkuk dan perlahan berjongkok. Diperhatikannya wanita itu dengan lekat-lekat. Rasa penasaran sekaligus bingung memenuhi benaknya. Wajah itu terlihat begitu asing.

Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari tahu apakah wanita ini memang salah alamat, atau di tinggal gerombolan teman-temannya. Namun, tak ada siapapun di sana. Sepi sejak tadi dan hampir pukul 12 malam.

Lalu kenapa di depan kamarnya? Itu pertanyaan pertama.

Kamar kedua dari ujung. Sesudah kamar Desti di pojok kanan, dan perlu melewati delapan kamar lainnya sebelum sampai. Itu juga membuatnya tak habis pikir.

Satu telunjuknya perlahan turun ke wajah itu, menyingkap perlahan rambut itu. Wajahnya kini terpapar jelas. Matanya pun melebar.

Apakah kau yang tadi memanggilku?

Pandangannya terus terpaku pada wajah itu. Wajah tercantik yang pernah dilihatnya. Ia akui. Bahkan tokoh utama wanita di komik yang tengah digambarnya hingga mendekati sempurna pun, rasanya tidak sanggup menandingi paras menawan di hadapannya sekarang, dan wanita itu seorang manusia.

Wajah oval dengan hidung yang mungil, ditambah bibir penuhnya yang terlihat ranum, namun di antara semua itu, ia menatap kedua matanya yang tertutup tenang.

Mungkin jika mata itu terbuka dan menatapnya ...

Brave terdiam lama. Ia hanya tersenyum kecil sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangkat tubuh itu dan membawanya masuk.

Direbahkan perlahan tubuh wanita itu di kasurnya. Tetesan air dari pakaian dan rambut wanita itu berjatuhan merambat, membasahi lantai dari pintu hingga ke dalam kamar.

Kulit wanita itu terasa dingin dan wajahnya memucat. Brave menatap lagi, kali ini ia benar-benar berpikir keras.

Membuka bajunya adalah keputusan yang paling tepat, mau tak mau. Jujur, dirinya juga tidak keberatan. Tapi alasan utamanya adalah karena dengan baju sebasah itu, wanita ini pasti akan sakit, di tambah tak sadarkan diri dan sia-sia saja membangunkannya.

"Kau atau siapapun namamu, tolong jangan berpikir buruk padaku," bisiknya di telinga itu. "Aku hanya membantumu."

Seolah meminta ijin dan bergemingnya wanita itu adalah jawaban, Brave memulai dengan melepas kedua buah sepatu stiletto hitamnya. Lalu meletakan di samping pintu. Kemudian kedua tangannya perlahan menarik lepas blus merah berbahan chiffon itu, yang telihat basah melekat, membentuk jelas lekuk tubuhnya yang indah.

Nalurinya seketika menganggu. Ia menghela panjang dan berusaha fokus. Niatnya hanya menolong, hanya itu. Ia mensugesti dirinya sendiri.

Disimpannya blus basah itu di lantai dan lanjut menarik sleting untuk melepaskan rok pensil hitamnya, yang juga membentuk sempurna pinggul bak biola tersebut. Jantungnya kali ini berdegup.

Kini tubuh di hadapannya hanya menyisakan dua buah pakaian dalam berwarna hitam. Membungkus dua bagian dari tubuh polos itu, tak berdaya dan sangat menarik. Benar-benar tak terelakan. Tatapan matanya terkunci.

Pria mana yang tidak? ia berani bertaruh. Wanita ini benar-benar tak bercela.

Buru-buru ditariknya selimut menutup tubuh itu. Kesendirian dalam waktu lama, membuatnya tidak berpikir jernih, atau malah normal-normal saja? seorang pria dewasa, dihadapkan dengan situasi seperti ini?

Ia berdecak, mengambil satu selimut lagi di dalam lemari untuk dirinya dan ia lempar asal ke atas kursi. Sebuah plastik bekas nasi bungkusnya di bawah meja, diambilnya untuk menyimpan baju basah itu. Ia juga mengeluarkan sebuah pemanas ruangan di bawah ranjang yang sebenarnya jarang ia nyalakan dan kalau pun iya, itu karena dirinya memang benar-benar kedinginan ataupun sakit.

BETWEEN DINNER TIL' BREAKFAST (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang