EPILOG

53 5 0
                                    

Sudah hampir sebulan kursi nyaman ini menopang tubuhnya. Menempati ruangan sendiri dan fokus dengan pekerjaan yang menyenangkan.

Ia juga sudah melupakan jadwal sarapan dan makan malam yang bertujuan menghemat pengeluaran, atau menyimpan setengah batang rokoknya, dan berhutang bayaran makan. Saat ini ia bisa makan kapanpun dan apapun, bahkan sekotak rokok bukan suatu hal mewah lagi. Ia bisa mengantonginya setiap hari dan dengan merk yang berbeda-beda dua hari sekali.

Seketarisnya Nana, akan selalu membantu memesan apapun yang ia inginkan, data-data yang ia butuhkan dan pekerjaan lainnya yang tak perlu seluruhnya ia kerjakan. Tak perlu lagi mati-matian mengerjakan semuanya seorang diri hingga lupa makan dan tidur.

Memang ia akui, hal positif bekerja di sebuah perusahaan ketimbang solo adalah : kau hanya perlu melakukan bagianmu, sedang divisi lain sudah mengerjakan bagiannya masing-masing. Pekerjaan apapun akhirnya menjadi cepat dan mudah.

Untuk sebulan ini, sebagai team leader sekaligus creative director, semuanya berjalan baik. Menyambung pekerjaan sebelumnya dan menambah ide baru bukan hal yang cukup sulit. Brave bersyukur seluruh timnya kompak dan hal ini tak lepas dari peranan R sebagai seorang yang ia gantikan sebelumnya.

Yah, ironis.

R melepas pekerjaanya dan resign, kemudian Brave menggantikannya. Tidak hanya menduduki posisi creative director, yang sebelumnya diisi seseorang yang bernama Tommy. Brave pun merangkap sebagai kepala tim, atau team leader, posisi R sebelumnya. Ternyata ini maksud dari clue yang pernah R utarakan dulu. Siapa yang menyangka bahwa sejak awal diam-diam ia telah dijadikan kandidat. R memang memata-matainya selama ini dan tak ada yang memberi tahunya hingga keesokan hari ketika ia masuk bekerja.

Menemukan kenyataan bahwa R tak lagi berada di ruangan itu, juga seluruh barang-barangnya yang telah kosong, rasanya membingungkan. Berkas dan data pekerjaan yang nantinya akan diambil alih, semua sudah rapi berada di atas meja. Tidak ada note ataupun ucapan selamat tinggal.

Alex pun mengatakan telah kehilangan kontak. R mengganti semua nomor ponsel, termasuk email, sosial media dan lainnya. Tak ada yang tahu di mana dia berada, pun keberadaan keluarganya. Nana pernah mengatakan, R tidak pernah mengumbar dan menjaga privasinya baik-baik, bahkan ia sangat hati-hati dan amat pemilih.

Terakhir Brave mendengar apartemen milik R di daerah kota, juga sudah terjual sejak dua minggu yang lalu.

R benar-benar hilang.

Yah ...

Itu menjadi hot topic di kantor ini.

Di kacamata mereka.

***

Brave menggeliat di ranjangnya pagi itu. Masih ada dua jam lagi sebelum berangkat bekerja. Baru saja akan bangkit, langkahnya tertahan. Sebuah nampan berkaki diletakkan begitu saja di atas tubuhnya yang terduduk. Egg benedict dan honey tea menyapanya hangat. Lalu sebuah kecupan manis di bibirnya.

"Good morning." R menyapa renyah. Rambut ikal panjangnya terjuntai di satu sisi, kaos putih kebesaran miliknya dan remah roti bakar di pinggir bibir penuhnya.

"Hai, my sunshine." Brave tersenyum, menggeser nampan lalu menarik tak sabar lengan R hingga wanita itu terduduk di atas tubuhnya. Kecupan singkat tak cukup, Brave mencium R lebih panas, merengkuh dan menikmati aroma tubuhnya. R mengalungkan lengannya di leher Brave. Morning session selalu menjadi favorit-nya. Apalagi dengan seorang pria yang telah menjadi belahan hatinya.

R memang tak lagi berada di kantor itu, tapi ia telah menyelamatkan Brave dari masa sulit. Di tempat baru nyatanya ia lebih tenang. Walau tengah dalam masalah, tapi ia menganggap itu adalah kewajibannya sebagai seorang anak. Membantu perusahaan keluarganya sendiri.

Sebenarnya semua itu tak menjadi masalah lagi ketika ia berada dalam dekapan Brave. Hatinya telah menjadi utuh. Perannya telah ia tinggalkan. Tak ada permainan rahasia dan kebiasaan buruknya terkapar, karena pria ini akan selalu berada di sisinya. Pria yang telah mencintainya. Bukan pria hidung belang yang hanya peduli dengan fisiknya.

Sesekali ia menginap, menemani pria itu bekerja, memasak untuknya, atau minum bersama. Yah, dia tak akan takut lagi pulang dengan kondisi tak sadar. Brave akan menjaga dan bahkan menakar untuknya. Brave memiliki kendali yang kuat ketika minum. Pria itu memang unik.

"Habiskan sarapanmu sebelum terlambat." R terkikik sendiri dengan pikirannya, lalu beranjak bangkit dari pelukan Brave. Ia menggelung rambutnya ke atas. Kaosnya tersingkap memaparkan sesuatu yang membuat Brave menghela panjang dan menatap bimbang.

"Sudah tak ada waktu, Brave, kita berangkat satu jam lagi." R menarik handuk di samping kamar mandi lalu masuk dan menutup pintunya.

Brave akhirnya menghela pasrah dan tersenyum menatap sarapannya yang masih menunggu. Ia meraih garpu dan pisau, lalu mulai membelah telur setengah matang yang menggugah selera itu. Sama seperti R. Membuatnya tak pernah bosan dari hari ke hari.

Di dalam kamar mandi R mengambil satu dari dua buah sikat gigi dari dalam gelas bening. Sepasang sikat yang sengaja ia beli. Termasuk sabun, sampo dan peralatan lainnya mengisi penuh rak itu.

Ia berkaca dan tersenyum sendiri menatap wajah polosnya.

Pipinya merona ketika mengingat tatapan Brave beberapa menit yang lalu.

Pria yang tetap memanggilnya R walaupun Alia adalah nama aslinya. Tapi ia menyukainya.

Selalu.

~The End~

***

BETWEEN DINNER TIL' BREAKFAST (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang