Chapter 25

68 6 6
                                        

Jika jilbab adalah mahkotanya wanita muslimah, lantas mengapa beberapa wanita muslim tidak memakai jilbab?

Ayra.

// About Readiness //

Ayra tampak menyiram tanaman milik Aina di halaman rumah sembari mulutnya yang sibuk melantunkan lagu salawat yang belakangan ini sering dia putar setelah pulang dari pesantren kemarin sore.

Rambut yang biasanya terurai atau dicepol asal, kini sudah tidak terlihat lagi lantaran ada sebuah kain yang bernama jilbab--yang menutup sempurna kepalanya.

Sepulang dari pesantren kemarin sore, Ayra sama sekali belum pernah melepas jilbabnya kecuali saat dia tidur atau berada di dalam rumah. Saat keluar rumah maka dia akan kembali memasang jilbabnya sama seperti apa yang sering dia lakukan di pesantren kemarin.

Jangan tanya bagaimana respons keluarganya, karena tentu saja mereka sangat bahagia dengan keputusan Ayra yang kini mulai mengenakan hijab. Apalagi Farhan dan Aditya, kedua pria itu bahkan dengan sangat antusias ingin langsung mengajak Ayra ke mal untuk membeli pakaian baru dan beberapa jilbab buat Ayra.

Namun, Ayra menolak dengan alasan bahwa dia sudah memiliki cukup baju gamis atau lengan panjang untuk dipakai hari-hari. Ayra sangat terharu mendapat respons yang sangat antusias dari keluarganya, bahkan kemarin gadis bermata bulat itu sempat meneteskan air mata kebahagiaannya.

"Assalamualaikum, Ayra."

Ayra yang sedang fokus menatap tanaman mamanya, seketika menoleh ke arah gerbang, di mana asal suara yang baru saja memanggil namanya berasal.

"Waalaikumsalam ... Tante Fiya?" Ayra segera meletakkan selang yang dipakainya untuk menyiram tanaman, kemudian mematikan keran. Setelah itu, dia menghampiri Fiya yang berada di luar pagar.

"Tante Fiya, ada apa?" tanya Ayra setelah membuka pagar rumahnya, karena kebetulan satpam rumahnya sedang pulang kampung.

"Ini, Tante mau balikin rantang mama kamu." Fiya menyerahkan rantang bertingkat tiga itu pada Ayra.

"Oh ... mau masuk dulu, Tante? Kebetulan cuman ada aku dan mama yang ada di rumah, yang lain pada keluar," tawar Ayra seraya menunjuk rumahnya dengan jempol.

Fiya tampak menggeleng dengan mata yang menyipit lantaran sedang tersenyum di balik cadarnya. "Besok-besok saja, Ayra. Ini Tante mau pergi udah ditunggu itu," ujar Fiya seraya menunjuk ke belakang.

Ayra mengikuti arah telunjuknya dan tatapannya langsung tertuju pada Akhtar yang baru saja keluar dari pagar rumahnya. "Kalau boleh tahu, Tante mau ke mana? Itu, Kak Akhtar ikut juga, ya, Tan?" tanya Ayra penasaran.

Fiya tidak langsung menjawab pertanyaan Ayra, justru wanita bercadar itu tampak terdiam sembari menatap Ayra dengan tatapan yang sulit untuk didefinisikan.

"Tante ...?" panggil Ayra pelan lantaran Fiya masih terus menatapnya dengan tatapan sebelumnya.

"Ah ... ini. Kita mau silaturahmi ke rumah sahabatnya Abi Kayla," jelas Fiya seraya kembali tersenyum.

"Kak Akhtar ikut, Tante? Tumben, biasanya dia paling nggak mau ikut, kan, Tante? Kecuali kalau lebaran," tanya Ayra lagi. Jangan heran kenapa Ayra bisa tahu semua tentang, Akhtar. Karena memang gadis bermata bulat itu sangat bucin pada anak lelaki Fiya.

About Readiness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang