2 - A Visit to the Temple

44 4 0
                                    

Mengatakan 'aku ingin menyelamatkan tokoh favoritku dari nasib buruk yang ditulis kawanku yang agak berengsek pada karakter orisinalnya' jauh lebih mudah daripada melakukannya.

Sudah seminggu Mary hidup dalam kisah Jewels of the Court. Dan dia belum bisa melakukan apa-apa kecuali menjadi pelayan yang baik.

Lama-kelamaan, Mary mulai menemukan ritme kebiasaan baru. Bangun, bekerja, istirahat dan makan siang, kerja lagi, makan sore, lalu pergi tidur. Ganti 'bekerja' dengan 'sekolah' lalu tebarkan sedikit kegiatan sampingan, itu pada dasarnya jadwal normalnya di dunia nyata. Jadi, beradaptasi bukan hal yang sulit. Setidaknya dia tidak perlu belajar kalkulus di sini.

Akan tetapi, hari ini ada yang berbeda.

Setelah bangun dan merapikan kasur, Mary keluar dari kamar. Terlonjak ketika melihat semua pelayan sudah sibuk dengan kegiatan mereka. Dia langsung meringis.

Sepertinya aku bangun kesiangan.

Namun, kenapa tidak ada yang membangunkanku?

Biasanya, para pelayan lain akan melakukan itu. Bahkan, hal tersebut terjadi kemarin. Seorang kakak bernama Emily harus mencipratkan air ke wajahnya yang menolak bangun. Berakhir dengan mereka berdua saling tertawa.

"Huh? Mary-Anne?"

Mendengar nama itu disebut, si gadis langsung menoleh. Madam Ellie berdiri dengan wajah heran. Tangannya memegang tumpukan kertas yang berisi berbagai macam anggaran kebutuhan keluarga Lionhart. Menjadi kepala pelayan pasti sulit.

"Pagi, Madam Ellie!" sapa Mary. Jemari menggaruk kepala. "Maaf, sepertinya aku bangun kesiangan! Aku akan langsung bekerja—"

"Tunggu, tunggu!" Madam Ellie mengibaskan tangannya. "Ini hari Minggu. Kau tidak pernah bekerja pada hari ini."

Gadis itu menelengkan kepala. Dalam hati agak kecewa dengan world-building Sylvia yang lagi-lagi sangat standar. Dia tidak menciptakan sistem kalender sendiri. Bahkan tidak sekedar mengganti nama-nama hari dalam satu minggu,

Tapi, yah, ini memang hanya karya senang-senang, jadi

Oke, cukup.

Fokus, Mary, fokus.

Melihat wajah yang kebingungan, Madam Ellie malah tertawa. Dia membelai rambut cokelat Mary. Berusaha mengulum senyum.

"Sudahlah, sebaiknya kau bergegas jika kau tidak ingin terlambat."

Terlambat? Terlambat kemana?

Belum sempat dia bertanya, sang kepala pelayan sudah berjalan menjauh. Sesekali mengecek pekerjaan bawahannya. Mary sendiri terpaku. Sebelum memutuskan beringsut menjauh agar tidak mengganggu yang lain.

Oh, well, kalau aku memang mendapat libur hari ini, sebaiknya kunikmati saja, kan?

***

Langkah setengah melompat membawa Mary menyusuri koridor mansion. Mulut mendehumkan lagu dari dunia aslinya yang pasti tidak dikenali oleh pelayan lain di sini. Tapi, hey, siapa yang tahu? Mungkin Sylvie merasa musik genre folk-alt cocok dengan ceritanya.

Baru saja dia berbelok di lorong, dia mendengar suara gedebuk keras. Diikuti aduhan kecil.

"John!"

Dari tempatnya terjatuh, yang namanya dipanggil menoleh. Anak laki-laki itu melambaikan tangan. Memberi tanda bahwa dia baik-baik saja. Sebelum bangkit dan menepuk-nepuk pakaiannya.

"Kau tidak apa?" tanya Mary sambil menghampiri. Kemudian membantu mengumpulkan apapun-itu yang ikut jatuh bersamanya. Setelah diamati, barang yang terserak adalah kumpulan wadah berisi tumbuhan herbal.

Long Path to HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang