3

484 16 35
                                    

Minggu demi minggu berlalu. Aku terus mendekatinya, berikan perhatian lebih, membantu membersihkan rumah, memasak, kami sering tertawa bersama, dan bergurau. Aku memasakkan untuk Bunda Elisa sebelum dia pulang dari kantor. Selalu memberikan perhatian lebih, cintaku memang semakin tumbuh, aku senang melakukan semua hal yang membuat dia senang.

"Bunda Elisa cantik sekali," pujiku saat dia keluar dari kamar-setelah mandi.

Bunda Elisa tersenyum. "Yonas ...." Ucapannya menggantung, entah apa yang akan dia katakan, hanya kembali tersenyum ramah menatapku.

Hingga suatu malam, aku duduk di sofa dan mendekat. Kutatap wajahnya, aku juga ditatap balik. Terus terdiam menatapnya, kutunjukan tatapan yang penuh cinta, sepertinya Bunda Elisa memahami itu.

"Bunda Elisa, tahu enggak? Bunda Elisa adalah wanita yang terindah, yang selalu ada di dalam pikiranku, aku enggak bisa berpaling."

Mendengar ucapanku, Bunda Elisa menatapku dengan keraguan yang bisa kulihat.

"Aku ingin terus bersama Bunda Elisa." Kutatap, mataku meyakinkannya bahwa apa yang kuucap adalah kebenaran.

Kuberanikan mendekat ke wajahnya, hidung kami hampir bersentuhan, kulirik mata yang indah itu untuk meminta izin-apakah aku boleh menciumnya. Bunda Elisa tersenyum tipis. Kucium pipinya dengan pelan, membuat jantungku semakin terpacu. Kuberanikan bibirku mendekat ke bibirnya hingga bersentuhan.

Tanpa kata dan kupejamkan mata, kami menyatukan sepasang bibir. Kuraih tengkuk dan kudekap erat tubuhnya. Ini adalah pertama kaliku bercumbu, tanpa ada yang mengajari, tubuhku tahu mana saja yang akan membuatnya merasakan getaran hebat.

Hingga kami melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Aku tahu itu, tetapi sungguh, malam itu merupakan malam yang terindah dalam hidupku.

Cinta benar-benar membuatku seperti melayang ke langit kebahagiaan. Aku benar-benar mencintainya.

Hubungan kami semakin dekat, bukan hubungan antara ibu tiri dan anak tiri, melainkan hubungan sepasang kekasih. Aku bener-bener bahagia bisa merasakan cinta yang sesungguhnya kuinginkan.

Duniaku terasa begitu indah sejak aku bisa menjalin hubungan dengan wanita yang sangat aku cintai, aku begitu semangat saat menyambutnya pulang dari kantor.

"Yon! Besok main sepak bola sama temen-temen!" ajak Santo-yang baru saja duduk di sebelahku.

Besok Hari Minggu, memang biasanya kami bermain sepak bola.

"Maaf, San, aku enggak bisa," tolakku dengan senyuman sembari menggaruk-garuk kepala belakang. Sebenernya merasa tidak enak, tetapi aku memang tidak bisa.

"Kamu sekarang kenapa? Sudah dua minggu! Dua minggu-kamu enggak ikut kita main! Kenapa? Ada apa?" tanya Santo agak kesal. "Kamu juga, kalau lagi pelajaran, sukanya malah senyum-senyum sendiri? Sudah punya pacar?"

"Apa? Enggak, aku sedang sibuk, Santo. Aku pergi ke sawah, nanem sayuran, lumayan buat di rumah." Aku membohonginya, berusaha untuk tetap bersikap tenang.

Santo hanya mendecak kecewa, tetapi sepertinya ia memahami.

Hari Minggu adalah hari yang istimewa, karena Bunda Elisa libur bekerja, dan aku juga libur sekolah. Kami melakukan perbuatan dosa itu dan aku bisa bermanja-manja sepanjang hari bersamanya.

Aku merangkul, membuat kepalanya berbantal pada lenganku. "Bun, aku sayang banget sama Bunda Elisa," bisikku di telinganya.

Kami berada dalam satu selimut.

Bunda Elisa hanya terdiam, aku menggerakan kepalaku hingga melihat wajahnya. Kulihat seperti ada keraguan di wajahnya, tetapi juga senyuman. Aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan.

Hubungan kami tetap tertutup, selalu menjaga rahasia ini. Ini adalah masa-masa bahagiaku, bersamanya, membuatku melupakan semua masa-masa kecilku yang tidak bahagia. Aku selalu berharap agar bisa selalu bahagia seperti ini bersamanya, selamanya.

Tiba hari di mana aku lulus sekolah, saat pulang, aku masak masakan spesial untuk Bunda Elisa. Sayur asem dan ayam bakar padang, itu kesukaannya.

Jam dinding menunjukkan pukul lima sore, aku selalu melihat pintu, berharap Bunda Elisa pulang dari kantornya. Kutunggu hingga setengah jam, aku curiga, menelepon Bunda Elisa tetapi nomornya tidak aktif.

Jantungku mulai berdebar-debar khawatir. Aku masuk ke kamarnya dan seketika terkejut. Kulihat lemari pakainnya kosong, semua barang-barang yang ada di kamarnya juga kosong-membuatku panik.

"Bunda ...! Bunda Elisa!" teriakku.

Aku tidak memercayai, masih terus mencarinya. Aku coba pergi ke kantornya, kutanya pada rekan kerjanya dan beliau berkata bahwa Bunda Elisa sudah mengundurkan diri sejak dua hari yang lalu.

Bunda Elisa benar-benar pergi meninggalkanku, aku terus memanggil namanya, kini aku benar-benar takut, hanya seorang diri. Kusandarkan tubuhku pada tembok dan duduk di lantai. Aku menangis, terus menangis dan membayangkan saat-saat bersama dengannya. Namun, mengapa Bunda Elisa meninggalkanku? Tanpa ada jejak apa pun.

Hatiku benar-benar hancur, setelah melayang begitu tinggi, dan sekarang secara tiba-tiba aku dihempaskan ke dasar tanah dengan begitu keras dan seketika meremukkan jiwaku. Aku tidak bisa tidur malam itu. Benar-benar sakit, kecewa, mengapa Bunda melakukan ini kepadaku? Selama ini, aku kira Bunda Elisa juga mencintaiku, tetapi dia pergi begitu saja, tidak menganggapku sama sekali.

Beberapa minggu aku benar-benar terpuruk, makan sedikit dan apa adanya. Untung masih punya tabungan dan aku bisa makan. Barang-barang di rumahku juga ada beberapa yang berharga yang bisa dijual jika kekurangan uang.

Sadar, aku menjadi kurus karena terus memikirkan Bunda Elisa. Sadar, dia telah pergi meninggalkanku, dan mungkin memang dia tidak pernah mencintaiku dan aku harus menerima takdir itu. Aku bangkit dari keterpurukan dan mulai mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sudah saatnya untuk memulai hidup, berjuang sendiri untuk masa depan sendiri.

Ya, harus kuat untuk menghadapi ini, aku harus bisa dewasa.


__________________
Jangan lupa vote:(

Bunda ElisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang