0. PROLOG

12 0 0
                                    

==========

Keringat dingin mengalir dari keningnya. Matanya yang terpejam akhirnya terbuka dengan tatapan sendu. Langit malam dengan bintang tertangkap dipandangannya. Keningnya mengerut, tubuhnya yang kaku digerakkan dan dipaksanya untuk duduk. Pikirnya normal tapi nyeri yang hebat seketika membuatnya ingin muntah. Bisa disentuhnya, tulang rusuknya remuk dan dia memastikan banyak luka yang tersembunyi.

"Gggh!"

Wajahnya semakin pucat. Hidungnya mendapati bau yang tidak sedap disisinya. Nafasnya menjadi tidak stabil. Segera memaksa tubuhnya untuk berdiri.

Kakinya gemetar, hanya beberapa detik bertahan sebelum lututnya tertekuk dan menghantam dinding disampingnya. Tapi tetap mempertahankan tubuhnya. Sebuah cairan kental menetes dari kepalanya. Dengan keadaan pusingnya, dia mengalami luka yang serius.

Melangkah perlahan meninggalkan tempatnya dengan menjadikan tembok disampingnya tumpuan. Tidak disadarinya ada disisi sungai yang mengalir. Dibawah bayangan rambutnya, tatapannya hanya fokus untuk menatap ke depan.

Malam hari sangat dingin dari yang dikiranya. Pakaian yang dipakainya tidak cukup untuk menghangatkannya. Nafasnya yang kasar sangat jelas ditengah udara dingin.

Dia berhasil mempertahankan langkahnya. Membiasakan dirinya untuk bergerak. Beberapa orang yang tertangkap dijarak pandangnya seketika menjauh. Tidak dipermasalahkan, tidak ada kepentingan dengan mereka.

Cahaya lampu disisinya menarik perhatian, sebuah kios ramen yang kecil masih terbuka. Dengan tubuh yang lelah dan seruan terkejut dari yang lainnya diabaikan, dia memasuki kios itu. Dia duduk dengan diam dibar yang kosong, pelanggan disisinya berhenti menikmati makanannya sebelum dengan tergesa-gesa membayar dan beranjak dari tempat duduk.

Sekali lagi dia mengabaikan mereka. Tapi, saat dia akan berbicara, matanya terpejam dan nyeri yang menyakitkan tidak dapat ditahannya. Seketika semuanya gelap kembali.

==========

Matanya kembali terbuka, kali ini sebuah benda terpasang diwajahnya. Masker dengan oksigen yang dihirupnya dengan baik. Benda yang aneh terdengar disampingnya, sangat jelas diruangan sepi yang ditempatinya.

Ruangannya berwarna putih. Cahaya lampu memantul ke matanya. Dia bisa memastikan jika hanya dia yang menempati tempat ini. Tidak ada orang lain.

Pintu terbuka dan seorang dengan jas bersama dengan asistennya menghampirinya yang terbaring. Dia bungkam tapi tatapan matanya terus menyelidiki setiap tindakan mereka. Gerak bibir mereka dan berbicara satu sama lain.

Selimut yang melingkupi sebagian tubuhnya dirapikan dan memastikan untuk tubuhnya tetap hangat. Dia tidak dapat bertahan lebih lama dan keadaannya membuatnya kembali mengantuk.

==========

Dia kembali terbangun dengan beberapa suara. Tubuhnya kaku dan saat mengira dia tetap sendirian, dia merasakan tatapan yang diberikan untuknya dari penghuni lain diruangan itu. Sepertinya dia telah berada diruangan yang baru.

Saraf dalam tubuhnya sudah bisa dirasakannya, tidak seperti sebelumnya yang membatu. Dan benda aneh yang menempel ditubuhnya telah disingkirkan, hanya menyisakan satu yang menancap di salah satu tangannya. Kepalanya pusing, tekanan yang didapatinya belum stabil tapi dia berhasil mengendalikannya.

Suara pintu menarik perhatiannya. Sepasangan orang yang sama kembali mendatanginya. Berbicara dan mengurusnya, kali ini dia bisa mendengarnya lebih baik dari sebelumnya.

"Hmm, kondisinya lebih baik dari sebelumnya," Tatapan dari pria berjas berhadapan dengan matanya, "Bagaimana perasaanmu hari ini-

Tuan Muda, Umino Sonoda?"
.
.
.
.
.

End Prolog.

==========

Saya mendapatkan ide yang mengalir begitu deras. Melampiaskannya segera sebelum menghilang.

Fanfic kali ini ada pada fandom LoveLive!

One Life, One FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang