IV. Rapuh

32 3 3
                                    

Hai, Assalamualaikum... Kita bertemu lagi di part selanjutnya. Semoga kalian suka ya. Aamiin... Awali semua dengan bismillah.

-Skenario Allah adalah naskah terbaik dalam hidup. Ketika kita selalu melibatkan Allah dalam setiap urusan kita, maka semuanya akan terasa lebih indah. Yang baik menurut kita, belum tentu baik bagi Allah.-

.
.
.
.
.

"Sa, kamu yakin mau berangkat ke nikahan Azhar?"

"Iya Bun."

"Sama siapa?"

"Laras."

"Oke."

Tak banyak bertanya, Bunda seolah tau apa yang dirasakan oleh anak sulungnya itu. Sedih? pasti. Hubungan yang sudah dirajut selama tiga tahun, harus kandas begitu saja. Kisah cinta yang digadang-gadang akan menuju pelaminan, akhirnya runtuh juga.

Seolah ingin bangkit dari kesedihan, Sadeena berpikir untuk kembali bengkit dan menata hidupnya seperti sediakala.

Allah adalah sutradara terbaik dalam hidup. Yang menurut kita baik, belum tentu menurutnya baik. Entah kejutan apa lagi yang akan Allah hadirkan, namun, Sadeena percaya, kebahagiaan akan segera menghampirinya. Seorang Pangeran yang menyempurnakan hatinya, akan segera datang. Dia, percaya akan hal itu.

"Bun, aku berangkat."

"Iya, Hati-hati. Inget ya, jangan ada air mata." Pesan Bunda yang berada dibalik pintu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Sadeena melenggang pergi, sedangkan Bunda menatap Mobil yang dikendarai Laras yang perlahan menghilang.

Bunda, berpikir untuk menghubungi teman lamanya. Entah ada niatan apa, yang jelas tujuannya untuk membuat Sadeena tak sedih lagi.

Bunda perlahan masuk, dan mengetuk nomor yang dituju. Zahro namanya.

"Hallo, Assalamualaikum Zahro?"

"Waalaikumussalam. Ini, siapa?" Jawab seseorang di seberang sana.

"Kamu gak inget aku?" Tanya Bunda Diah.

"Siapa?"

"Aku Diah. Temen kamu waktu di pesantren."

"Oalah. Apa kabar?"

"Baik. Eh, kamu masih di Bandung?"

"Iya. Aku di Bandung. Aku nikah sama orang Bandung lagi."

"Iya. Kalo itu aku tau. Eh, anakmu?"

Take Me Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang