006

394 82 30
                                    

Lumiere menatap pada cermin di hadapannya. Dia tersenyum saat melihat pantulan diri. Baru saja pangeran itu selesai menata gaya pakaiannya sendiri dan merasa sudah siap menyaingi Levi-




"Kira-kira.. hari ini apa yang harus ku lakukan?" Dirinya bergumam.




Merasa bingung walau sebenarnya ia juga sadar bahwa banyak proyek nya yang belum selesai. Pura-pura tidak tahu dan lupa begitu saja hanya dengan alasan "..Itu bisa ditunda-"




Meski pangeran itu bertanya-tanya, namun Lumiere sebenarnya sudah tahu apa yang akan ia lakukan hari itu. Dipikirnya ia akan bertemu dengan (Name) (LastName).




Entah gerangan macam apa yang menjadi dorongan bagi Lumiere melakukan itu. Hanya saja..dia benar-benar ingin bertemu dengan sosok nona bangsawan tersebut.




"Terakhir kali kami bertemu..dua minggu yang lalu saat di pesta. Kira-kira bagaimana kabar, nona (LastName)?" Dia bergumam.




"...Yah, kuharap dia baik-baik saja. Dan kurasa aku perlu mengirim sebuah surat dahulu untuk nya."




Ketika Lumiere sedang membuat rencana untuk mengunjungi (Name), saat ini gadis itu sendiri tengah duduk di kursinya dengan sebuah surat dihadapannya. Itu bukan dari Lumiere, tapi seorang kenalan yang baru-baru ini ia temui.




"..Apa-apaan dia itu? Mengirimkan surat berkali-kali untukku? Tidakkah dia sadar kalau itu mencurigakan dan menganggu? Dasar Raia.."




(Name) bergumam malas. Walaupun dia mengatakan jika sosok yang waktu itu ia temui di Padang Dandelion sebagai penganggu, tapi dirinya tetap mengingat dan menyebutkan namanya.




"...Tapi, mau bagaimana pun dia benar-benar tampan sih-"






Oalah, penganut sekte gud luking nomor satu ternyata.





Helaan nafas pun terdengar darinya. (Name) membuka surat yang kesekian kali di kirim oleh seorang Elf untuk dirinya. Dengan gerakan malas, maniknya mulai membaca isi surat tersebut.




"Hei, kurasa ini surat ke-delapan yang ku kirim untukmu. Apa kau membacanya? Kuharap iya, karena menulis adalah salah satu yang terburuk untukku. Aku malas dan mengantuk ketika menulis ini, memikirkan kata-katanya, membungkusnya, lalu meletakkannya diam-diam di depan rumahmu yang besar itu.."




(Name) berhenti sejenak membaca. Lalu ia mengerutkan dahi sekilas sembari memukul kertas surat itu.




"Dasar bodoh, kalau kau tidak niat untuk menulis dan memikirkannya, tentu saja silahkan berhenti! Ck, tampan-tampan pekok-"




(Name) bergumam kesal sembari tampang santai Raia yang terakhir kali ia lihat, mulai memenuhi kepalanya. Dan itu membuat nona bangsawan tersebut semakin sebal.




"Apa aku sebenarnya telah di mantrai? Kenapa wajah tolol mu itu berada di pikiran ku?!"




Tanpa melanjutkan melihat isi surat yang ia pegang, (Name) malah langsung membuangnya karena benar-benar kesal. Sembari menggerutu, gadis itu kembali mengambil sebuah surat lainnya. Dan kali ini, masih sama, persis seperti delapan surat yang telah ia buang itu.




"Dia lagi, dia lagi, ada apa dengannya? Mengirimkan surat sebanyak ini kepadaku, ngepens bilang slur-"



Meski mulut berkata seperti itu, tapi (Name) tetaplah membuka surat tersebut kembali. Antara penasaran, munafik dengan ucapannya, atau hanya sekedar gabud saja.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dandelion; Lumiere Silvamillion. CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang