Dengan girang, Bona melangkahkan kakinya disepanjang trotoar bersama senandung kecil, matanya tak lepas dari apapun yang Bona lihat saat dijalan menuju cafe, senyumannya juga tak lepas dari wajah yang kian lama makin ceria.
Hari ini benar-benar sangat menyenangkan untuknya, meskipun detik berikutnya ada setetes air yang jatuh diatas kepalanya.
Hujan telah turun.
Bona tidak ambil pusing, karena ternyata prediksinya benar dan dia sudah menyiapkan kemungkinan untuk hal itu dengan membawa payung.
Bona membuka payung hitamnya yang sedari tadi dia gunakan sebagai tongkat. Payung itu terbuka lebar dan melindunginya dari tetesan hujan. Bona pun segera kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Bona menatap sekelilingya. Puluhan payung dengan berbagai macam warna menghiasi kota yang semakin gelap karena awan hitam dan langit diatas yang sudah sangat terlihat suram.
Walaupun begitu, Tuhan masih memberikan kesempatan pada Bona dengan membiarkan rasa senang menghinggap dihatinya dan masih berbaik hati untuk menyingkirkan perasaan kelam dari dalam hatinya barang sehari.
Namun sayangnya, itu semua tidak berlangsung dengan lama dan harapannya seketika langsung runtuh.
Bona tiba-tiba menjatukan payungnya ketanah, membiarkan tetesan hujan membasahi tubuhnya.
Ketakutannya sedari tadi akhirnya tiba. Rasa sakit yang berusaha dia tahan menghantam tubuhnya yang mulai merasakan kaku. Dengan cepat kedua tangannya yang gemetar hebat berusaha membuka tas selempang kecil. Mengaduk isi tas untuk mencari penolongnya disana.
Tapi setelah lama mencari, nyatanya benda itu tak berhasil Bona temukan. Dia baru ingat, bahwa dirinya lupa membawanya dan meninggalkannya dilaci.
Bona meringis, tubuhnya langsung ambruk. Tetesan air mata berhasil merembes membasahi pipinya. Untuk beberapa saat dia diam pada posisinya, membiarkan tubuhnya beristirahat sejenak. Sebelum akhirnya Bona bangkit dengan tangan yang bertumpu pada kedua lutut lalu menyandarkan tubuh lemasnya.
"Izinkan aku untuk bebas. Cukup hari ini saja."
~~~~~
Setelah mencoba mati-matian untuk bangkit lagi, akhirnya Bona bisa melangkahkan kakinya kembali menyusuri trotoar yang lumayan sepi untuk menuju cafe yang sudah lumayan dekat jaraknya.
Kali ini dengan langkah yang begitu kecil dengan penuh kehati-hatian dan rentan jatuh.
Hati Bona masih dihinggapi kewaspadaan. Bona takut jika penyakit itu kembali mengganggu aktivitas dengan membatasi ruang geraknya. Dia juga takut jika teman-temannya selain Seola mengetahui tentang penyakit ini.
Setelah memakan waktu kurang lebih lima belas menit, akhirnya Bona menghentikan langkah tepat didepan bangunan minimalis berlantai dua warna coklat. Bona tersenyum sejenak saat menatap plang besar bertuliskan nama tempat tersebut, Cafe Cosmic.
Tempat favorit yang sudah dianggap sebagai markas semasa pulang sekolahnya dulu bersama yang lain.
Bona melangkah mendekati cafe dan langsung meletakan payungnya ditempat yang telah disediakan. Kedua tangannya beralih membuka pintu kaca yang langsung membuat lonceng diatas pintu berbunyi nyaring.
Begitu dirinya sudah ada didalam kedua matanya langsung sibuk menyisir seluruh penjuru sudut cafe, berusaha mencari sosok-sosok yang mungkin fisik dan wajahnya sudah berubah dari tahun ke tahun.
Bona pun menemukan mereka yang duduk dipojoka cafe. Salah satu dari mereka melambaikan tangan kearah Bona dengan semangat dan senyum yang begitu merekah.
~~~~~
Mereka semua tampak berbeda.
Itulah simpulan Bona terhadap keduabelasan gadis disekitarnya ini. Mereka semua sekarang terlihat lebih dewasa dan bukan lagi terlihat seperti seorang pelajar sekolah yang dulu sering datang kemari dengan seragam dan tas sekolah.
Mareka terlihat sangat cantik, mapan, sehat, dan bahagia.
Ngomong-ngomong mengenai soal bahagia dan sehat, apakah Bona memiliki dua aspek itu pada dirinya?
Mungkin beberapa kali Bona masih bisa merasakan perasaan bahagia yang hadir dihidupnya. Dia mendapati keluarga yang selalu menjaganya kapanpun dan dimanapun. Dia juga selalu melihat temannya, Seola yang kadang datang bersama kucing peliharaan kesayangan gadis itu.
Mereka semua hadir untuk Bona, memberikan setidaknya setitik kebahagiaan. Memberikan energi positif yang bisa membuat dirinya merasa tenang, nyaman dan aman, membuatnya tak pernah merasa kesepian.
Dan yang paling penting juga paling utama, menjadi alasan untuk Bona bisa bertahan hidup hingga saat ini.
Xuanyi, Cheng Xiao, dan Meiqi sengaja datang dari China demi acara reuni kecil-kecilan mereka. Sementara Seola yang baru Bona lihat lagi beberapa hari lalu rela bolak balik dari Vancouver ke Seoul, hingga akhirnya memutuskan untuk menetap di tanah kelahirannya karena alasan pekerjaan sebagai produser musik bersama Exy.
Sementara tiga bungsu mereka, Yeoreum, Dayoung, dan Yeonjung sendiri sedang melanjutkan pendidikan yang ternyata hampir menempuh tahap akhir di Universitas yang sama. Sedangkan Eunseo membuka restaurant dengan mengambil alih peran sebagai pemilik juga ahli masak.
Lalu Soobin yang sekarang menjadi dokter hewan dan membuka klinik praktiknya sendiri, kemudian Luda yang menjadi dosen terkenal di Universitas tempat dia mengajar, dan Dawon menjadi bintang papan atas sebagai aktris drama musikal.
Merasa iri? Tentu saja Bona merasakan hal seperti itu. Bahkan hatinya saat ini dibuat bertanya-tanya, kenapa dia tidak bisa seperti mereka.
Hanya satu jawabannya. Karena penyakit yang dia derita menghalangi semua itu. Membatasi ruang gerak Bona.
"Unnie, aku membuka restaurant didaerah gangnam. Mampir ya jika kau ada waktu." Ujar Eunseo yang diiringi oleh anggukan yang lain.
"Bulan depan kita bertiga lulus unnie unnie sekalian." Sahut Yeonjung.
"Jangan lupa datang ya. Kita bertiga mengundang kalian semua." Timpal Yeoreum.
"Hadiahnya juga jangan lupa." Canda Dayoung.
Mereka berbicara mengenai banyak hal. Mulai dari hal-hal masa lalu yang sering mereka lakukan bersama, hingga rutinitas yang sekarang mereka lakukan.
"Bona-ya, sekarang kau sedang sibuk apa?" tanya Exy disela mengunyah kuenya.
Bona yang ditanyai seketika terdiam. Apa yang harus dirinya jawab?
Ayolah, Bona tidak memiliki kegiatan berarti seperti berbaring diatas ranjang rumah sakit, lalu bersantai ria ditaman belakang bersama anak-anak dan perawat Kim sambil bermain laptop.
Hal-hal itu haruskah Bona ucapkan sebagai jawabannya?
YOU ARE READING
Dear My Friend - End
Short Story~ Dear My Friend's ~ Kenangan hari-hari yang kita habiskan bersama rasanya seperti angin lembut. Seperti angin yang berhembus dari daratan. Jadi, jangan pernah lupakan keajaiban dan pertemuan kita, meskipun kita sudah terpisah jauh ya? Pinky Promise...