Bola basket tersebut terus memantul dilapangan tanpa ingin masuk ke dalam ring basket. Menghela nafas pelan, Ayla berdiri ditengah lapangan dan bersiap untuk melempar bola tersebut ke dalam ring. Ayla memegang bola tersebut dengan kuat dan melemparnya ke sembarang arah sembari berteriak kencang dan terduduk dengan tangisan yang tak dapat ia tahan. Sedari tadi, ia sudah berusaha untuk menahan air mata itu, tetapi sekarang ia tidak dapat untuk menahannya lagi. Ayla memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya disana.
Tak jauh dari tempat Ayla berada, Fania berjalan memasuki area taman setelah memarkirkan mobilnya. Keningnya berkerut melihat Ayla yang berteriak dengan kencang dan melempar bola basket tersebut ke sembarang arah dan menangis terduduk dilapangan basket dengan memeluk kedua kakinya. Menghela nafas pelan, Fania berjalan mengambil bola basket tersebut.
"Nangis gak akan menyelesaikan masalah," ucap Fania membuat Ayla mengangkat wajah menghapus air matanya dan menatap Fania.
"Kak Fani?" tanya Ayla memastikan.
"Ya, ini gue."
"Kak Fani ngapain disini?" tanya Ayla sembari bangun dari duduknya.
"Seharusnya gue yang nanya gitu. Lo ngapain disini malam-malam main basket?"
"Ayla mau aja."
"Lo kayaknya udah lama disini?"
"Maksudnya?" tanya Ayla heran.
"Dari jam berapa lo ada disini?"
"Barusan aja."
"Jujur sama gue, dari jam berapa lo disini?" tanya Fania sekali lagi.
"Jam 9 tadi," ucap Ayla pelan.
"Ini udah jam 11 malam dan lo belum pulang? Kenapa? Ada masalah lagi?"
"Sedikit," jawab Ayla mengambil bola yang ada di tangan Fania dan kembali men-dribble bola basket tersebut.
"Dan lo kabur kesini? Lo anggap gue apa, Ayla?" tanya Fania membuat Ayla menghentikan gerakannya dan menatap Fania.
"Apa dengan cara lo kabur kaya gini, masalah lo akan selesai? Cerita ke gue, Ay," ucap Fania lagi.
"Masalah Ayla gak akan pernah selesai," lirih Ayla.
"Maksudnya?" tanya Fania heran.
"Ini bukan tentang masalah yang akan selesai setelah kita menyelesaikannya. Tetapi tentang kita yang harus menerima takdir yang gak kita inginkan," ucap Ayla duduk ditengah lapangan dan menengadahkan kepalanya menatap langit malam.
"Kenapa lo gak nerima takdir lo aja?" tanya Fania duduk disamping Ayla.
"Gak semudah yang dibayangkan, Kak."
"Mudah, kok. Lo cuma harus menerima apa yang udah Tuhan berikan ke lo."
"Pikiran Ayla bisa menerimanya, tapi hati gak bisa. Atau mungkin belum bisa," ucap Ayla pelan.
"Lo cuma perlu ikhlas, Ay," ucap Fania dan membuat Ayla menatapnya.
"Kalau lo ikhlas, lo pasti bisa nerima semuanya. Percaya sama gue," ucap Fania lagi sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Abu-abu
De TodoSebuah dialog dari dua orang yang saling menguatkan satu sama lain...