Bab III | Tentang Kita

25 4 0
                                    

08.52

Hari ini Aruna pergi lebih awal, mengambil paket kiriman Aisy dengan seizin pengurus tentunya. Aruna mencari angkot untuk pergi ke kantor pos.

"Panas sekali, lagipula mengapa harus memakai seragam pondok jika keluar seperti ini" celoteh Aruna.

Pesantren Ash-Shifa juga memiliki jika keluar untuk membeli atau mengambil suatu kebutuhan maka ia wajib memakai seragam.

Sesampainya di kantor pos tersebut, Aruna bergegas pergi dan mengambil paket kiriman milik Aisy.

"Untung saja tidak terlambat" gumam Aruna.

Sebenarnya rencana Aruna ialah setelah mengambil barang ia bergegas kembali ke pesantren. Namun, jajanan di depan kantor pos sangat menggoda Aruna.

"Mbak kue basah ini 5 ya" pinta Aruna.

Setelah membeli jajanan, Aruna kembali mencari angkot untuk kembali ke pesantren.

Aruna menemukan dan memasuki angkot tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang pria yang terlihat sebaya dengannya memakai seragam yang sama.

Aruna teringat, dia pria yang sama yang ia temui di masjid waktu itu dan dia juga pria yang sama yang ia tabrak tempo hari. Pria itu menatap Aruna melihat seragamnya, lalu mengalihkan pandangannya lagi.

Aruna duduk di depan pria itu. "K-kau juga santri Ash-Shifa?" tanya Aruna. Namun sepertinya pria itu tak mendengarkan perkataan Aruna tadi.

"Sangat menyebalkan" gumam Aruna.








Akhirnya mereka sampai pada tujuan. Aruna turun lalu bertanya kepada pak sopir, "berapa pak?"

"150 perak mbak" jawab sopir itu. Aruna mencari uangnya di tas kecil miliknya. Namun, uangnya tidak ditemukan. Ia teringat, tadi ia menghabiskan uangnya untuk membeli jajanan dan kini tersisa 50 perak.

'Bagaimana ini?' batin Aruna.

"Pak ayo berangkat, saya sudah telat" ucap salah satu penumpang.

"Mbak mana uangnya?" tanya pak sopir tersebut.

"Maaf pak uang saya tinggal 50 perak, sebentar pak saya cari lagi" jawab Aruna.

'Haduh bagaimana ini?' batin Aruna bingung.

"Berapa pak?" tanya pria itu bergantian.

"150 perak mas" jawab pak sopir.

Aruna mempunyai ide, dia harus meminjam uang pria itu bagaimanapun caranya.

"Hei kau, kita berseragam sama berarti kita se-pesantren kan?" ucap Aruna mengawali pembicaraan.

"Iya Ash-Shifa kan?" tanya balik pria itu dengan mencari uangnya.

"Bolehkah aku meminjam uangmu? Dilain waktu jika kita bertemu aku akan mengganti uangmu" pinta Aruna.

Pria itu menoleh dengan wajah datarnya, "tidak, aku tidak mau" jawab pria itu acuh tak acuh.

"Tolonglah, kumohon" pinta Aruna.

Pria itu menggeleng, "tid-"

"HEI KALIAN CEPATLAH, SAYA SUDAH TELAT" marah salah satu penumpang.

"Hei, kumohon. Aku akan melakukan apapun yang kau pinta, tapi tolong aku" ucap Aruna memohon-mohon.

"Dua orang ya pak, ini 500 perak" ucap pria itu kepada pak sopir dengan memberikan uangnya.

'pria itu benar-benar membayarnya?' batin Aruna tidak percaya.

Pria itu berjalan mendahului Aruna, 'aish tetap saja menyebalkan' batin Aruna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku, Dia dan MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang