Sesuai janji, aku berangkat ke Hutan Ajaib nyaris tengah malam, saat seisi mansion juga lenyap entah ke mana. Beberapa mungkin hilang dalam mimpi, sisanya berkeliaran diam-diam, menghindar dari jam malam—misalnya seperti diriku saat ini.
Tidak mudah keluar saat malam, terlebih dengan beberapa orang yang berpatroli. Namun, dengan bantuan buku mantra dari Vader, dan sebaris kata yang membuat diriku tak terlihat kini itu menjadi hal yang mudah.
Begitu tiba di tepi hutan dan melafal mantra, Ebbehout langsung menyambutku sebelum semua monster datang. "Kau tepat waktu, ayo cepat, Debo." Ebbe menarik tanganku melintasi hutan.
Monster di sekitar perbatasan memang jarang ditemui. Itu sebabnya di awal masuk Hutan Ajaib dulu, aku sama sekali tidak melihat mereka berkeliaran.
"Kita cuma punya waktu empat jam sampai dunia berganti—bagaimana tidurmu tadi?" Dia mengembangkan sayapnya, menutupi kami saat melewati beberapa monster.
"Kalau begitu kita harus cepat, 'kan—yah, lumayan." Berkali-kali aku mencoba mengintip dari celah sayap kelelawarnya, tetapi di depan sana yang kulihat hanya gelap.
Ebbehout mengangguk, sesaat sebelum kami sampai di lingkaran gubuknya. "Akan lebih cepat kalau kita berpencar." Netra nyalangnya menatapku dari dekat. "Kemari, akan kutandai dirimu, jadi monster lain takkan mengendus baumu sebagai manusia."
Keningku mengernyit. Apa yang ingin dia lakukan? Wajahnya mendekat, aku tersaruk mundur hingga punggungku bersentuhan dengan sayapnya.
"Jangan bergerak," katanya dingin.
Kupejamkan mataku sambil menahan napas. Satu detik ... tidak terjadi apa-apa. Saat aku mencoba mengintip, sesuatu itu datang.
"Cuih!"
Aku mematung selama beberapa detik, membuka mataku lebar-lebar. "Kenapa kau meludahiku?!" Astaga ini menjijikan!
Ebbehout mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinganya yang runcing. "Memang itu caranya menandai wilayahku, kau pikir aku mau apa lagi, hah?!"
Kuusap wajahku pelan-pelan, menyingkirkan najis yang menempel dengan jijik, tetapi lidahku malah tidak sengaja mengecapnya. "Kok manis?" desisku.
"Aku cuma makan nektar dan buah, bodoh." Ebbe memalingkan wajahnya. "Aku ini kelelawar, kalau kau lupa."
Mataku menyipit. "Sungguh? Lantas kenapa kau menggigitku waktu itu?!" Meskipun manis, tetap saja ini sesuatu yang menjijikkan. Kukeluarkan air dari tasku, lantas membasuh wajah singkat.
Anak itu tidak membalasnya, memilih untuk kembali berjalan sehingga mau tidak mau tubuhku terpaksa mengikutinya. Di antara gelapnya malam dan cahaya remang dari bulan ketika kami tiba di lapangan terbuka dekat gubuk Ebbe, aku mampu melihat semburat merahnya hingga ke telinga runcing kelelawar itu.
"Sebaiknya kita berpencar saja," usulnya, tidak mau menatapku.
"Tidak bisa." Ketika Ebbehout merenggangkan sayapnya, aku mampu melihat sekitar dengan lebih jelas. Sekitar kami masih sepi, tidak ada monster dalam radius beberapa meter. "Kalau salah satu dari kita ditelan monster, rencana ini akan berantakan—kau sudah tahu di mana titik pertama kita akan mencari, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Debora: Vervloekte Hand [Leanders Series]
Fantasy[Dark Fantasy] Nyalakan lilin dan jangan biarkan kegelapan menangkap bayangmu dalam redupnya cahaya bulan. Tak ada yang tahu apa saja makhluk yang bersembunyi di balik tirai bayang atau tangan-tangan berkuku kotor yang bangkit dari tanah. Mendapat m...