BAB 1. RIUHNYA SMA ANGKARA

32 2 1
                                    

1. RIUHNYA SMA ANGKARA

“Aku berhasil melepasmu pergi, tapi tidak kenangannya.”

---

Koridor sekolah SMA Angkara riuh dengan siswa-siswi berlarian dengan kesibukannya  masing-masing. Senin pagi itu memang menjadi langganan padatnya mata pelajaran yang sangat menguras pikiran dan perasaan. Semua mata pelajaran sulit tertumpuk pada hari pertama, Senin.

Setelah upacara selesai dilaksanakan, semua murid masih menunggu bel pelajaran selanjutnya berbunyi. Tak banyak yang menghabiskan waktu berharga itu untuk mengistirahatkan tubuh mereka setelah berdiri selama kurang lebih satu jam di lapangan.

Ruang OSIS, di ruangan itu dengan murid aktifnya masih sibuk mengerjakan berbagai tugas yang mereka emban. Organisasi sekolah itu memang beranggotakan anak-anak teladan serta kepintaran di atas rata-rata.

"Laporan tentang kegiatan bulan depan udah siap?" tanya Reigara, ketua OSIS itu sibuk mengecek tugas para anggotanya satu per satu.

"Udah siap, tinggal revisi beberapa aja," sahut sekertaris nya.

Laki-laki itu mengangguk. "Oke, gue tunggu minggu depan harus udah siap, soalnya kepsek udah nanyain."

"Gampang itu mah, ntar malem juga jadi." Perempuan berbando itu berkata santai. "Senyum dulu dong pak ketu, serius amat."

Bukannya menanggapi, Reigara justru melenggang pergi begitu saja. Tapi Saskia, sekretaris cantik itu sudah terbiasa dengan sikap Reigara yang dingin dan cuek.

"Semua tugas udah gue bagi ke penanggungjawab nya masing-masing, bagi yang belum paham atau ada kendala bisa tanya ke gue."

Reigara berbicara di depan beberapa anak dengan tegas. Tak lupa pesonanya yang selalu menawan, apalagi kalau lagi serius seperti ini.

"Kalian bisa kembali ke kelas, makasih atas perhatiannya," ucap Reigara menutup pembicaraan.

Setelahnya semua anggota OSIS bergegas keluar ruangan itu. Dan Reigara, laki-laki itu masih merapikan beberapa dokumen agar menjadi satu lalu menyimpannya di almari yang telah disediakan. Dirasa telah selesai, ia pun ikut keluar dan menutup pintu.

"Sayang!!"

Suara dari anak perempuan yang sudah dari tadi menunggu di depan ruang OSIS itu menyambut telinga paginya.

Reigara menatapnya jengah dengan tarikan napas panjang. "Lama benget sih! Liat, kaki aku udah pegel," keluh Kania, pacarnya.

"Siapa suruh nunggu di sini, tunggu di kelas bisa kan?"

Kania mengerucutkan bibirnya. "Aku kan mau nunggu pacar aku, apa salahnya," balasnya.

"Ya udah, iya," jawab laki-laki itu pasrah.

Kania merangkul lengan Reigara, memperlihatkan keromantisannya kepada orang-orang yang lalu lalang di depan mereka. "Liat kan mereka semua pada iri kalau akun pacaran sama kamu."

"Mereka bukan iri tapi risih," balas Reigara cepat dengan berusaha melepas rangkulan tangan itu.

Di SMA Angkara dan nama Kania memang sudah lekat dengan sifatnya yang egois dan tak ingin kalah dari siapapun. Berbagai tindakan kekerasan bahkan pembullyan kerap ia lakukan pada siapa yang membuatnya marah, tak peduli laki-laki atau perempuan.

Dan karena sifatnya itu semua anak SMA Angkara takut dan memilih untuk diam, ditambah lagi ayahnya adalah penyumbang dana terbesar di sekolah itu.

"Kita ke kantin yuk, aku dah laper banget," rengek Kania lalu menarik lengan laki-laki di sampingnya agar mengikuti langkahnya.

REIGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang