Chapter 1: Her

70 16 12
                                    

Pagi hari yang seharusnya menjadi hari yang menyenangkan ini dirusak dengan suara teriakan dari seorang perempuan berambut pendek yang sedari tadi sudah berdiri di depan pintu berwarna merah muda.

"Arsyila, kamu gak bangun!" teriak Ranaa dari luar kamar sambil terus-terusan mengetuk pintu berwarna merah muda agar adik perempuannya terbangun.

Arsyila yang sedang menyiapkan peralatan sekolahnya tersentak dengan teriakan dan ketukan yang tak berhenti. "Berisik! Aku udah bangun, nih mau keluar."

Arsyila menutup resleting tasnya setelah selesai memasukan peralatan sekolahnya kemudian keluar dengan muka masam. Ranaa masih setia menunggu adiknya keluar dari balik pintu. "Kirain belum bangun." Lalu ia berlalu dari sana.

"Kenapa, sih, suka teriak pagi-pagi, kesel tau dengernya," ucap Arsyila sambil berjalan mengikuti kakaknya menuruni tangga menuju meja makan.

Kedua orang tua mereka sudah sedari tadi menunggu untuk makan bersama-sama, di meja makan sudah terhidang susu strawberry beserta waffle kesukaan Arsyila. "Wah! Kesukaan aku!" ucapnya girang.

"Dihabisin ya!" pinta mama. "Kamu juga makan, Kak." Lalu menyodorkan makanan kepada Ranaa. Mereka berdua mengangguk paham

Sarapan telah usai, kedua nya berpamitan dan menuju ke sekolah. Tugas Ranaa si kakak pertama adalah mengantarkan adik satu-satunya agar sampai di sekolah dengan selamat.

"Kamu ngerepotin banget, bawa motor sendiri kek biar kakak juga ga telat ke kampus," omel Ranaa, tetap fokus mengemudikan mobil miliknya.

Arsyila sudah muak dengan perkataan kakaknya yang tiap hari diulanginya, padahal jawaban dari mulut Arsyila akan tetap sama bahkan jika ditanya ratusan kali. "Ngeselin banget sih," batin Arsyila.

"Kakak tahu sendiri lah, mama papa gak ngebolehin aku bawa motor, kakak malah nyuruh terus," jawab Arsyila ketus.

"Kalau gitu cari pacar biar bisa di antar jemput."

"Udah ada," jawab Arsyila cepat.

"Jadi kamu udah punya pacar nih?" tanya Ranaa memastikan. "Kakak aja ga punya pacar, kamu kok udah ada," lanjutnya.

"Kan, tadi kakak yang suruh cari pacar. Gimana, sih?"

Tak ada balasan dari Ranaa, ia masih fokus mengemudi sampai lima menit setelahnya ia menghentikan mobilnya di dekat sekolah Arsyila.

Arsyila heran mengapa kakaknya menghentikan mobilnya di sini dan bukannya di tempat biasa. "Kakak suruh aku jalan dari sini?" tanya Arsyila.

Kakaknya menggeleng lalu berkata, "Kamu beneran punya pacar?" Ranaa sekarang benar-benar menatap tajam Adiknya.

Arsyila tak tahu akan seperti ini reaksi kakaknya. "Iya ada." Sebenarnya ia tak berniat memberitahukan kakaknya, bukan karena ia malu tapi karena kakaknya sangatlah cerewet dan dampak yang paling parah adalah Ranaa akan melaporkannya ke papa, yang Arsyila tahu papanya sangat membenci kedua anaknya ini dekat dengan laki-laki. "Kakak mau laporin ke papa yah!" Tuduhan itu keluar dari mulut Arsyila.

Ranaa menyilangkan tangan didepan dadanya. "Tergantung sikap kamu ke kakak."

Sekarang hal ini sudah menjadi rahasia mereka berdua, Arsyila harus menjadi adik yang baik dan menuruti semua perkataan Ranaa agar rahasia nya tetap aman. "Tau gini ga usah dikasih tau," gerutu Arsyila.

"Terserahlah. Sekarang kakak mau tanya, udah berapa lama pacaran? Ganteng ga? Rumah dia dimana?" Ranaa memegang pipi adiknya. "Wah kamu bisa bisanya pacaran, kakak aja ga ada pacar."

Ranaa memang dikenal penurut kepada kedua orang tuanya, ia takkan melanggar peraturan yang dibuat kedua orang tuanya, tidak seperti adiknya.

Arsyila menyingkirkan tangan Ranaa dengan kasar  dari pipinya yang mulus. "Kamu jangan pulang sama dia pokoknya, nanti kakak jemput kamu tepat waktu." Ranaa terlihat serius dan benar-benar ingin tahu banyak hal.

Sebelum kakaknya melontarkan lebih banyak pertanyaan, sebaiknya Arsyila mengakhiri ini semua. "Kak, aku udah telat."

Ranaa memukul dahinya. "Bener juga!" Ia kemudian mengendarai mobilnya sedikit lebih jauh kedepan gerbang sekolah.

"Belajar yang bener jangan pacaran terus!" teriak Ranaa dengan kaca mobil yang terbuka memperlihatkan adiknya yang berjalan memasuki sekolah.

Arsyila tak berbalik saat mendengarkan suara teriakan khas kakaknya itu, ia malah mempercepat langkahnya, karena sekarang ia menjadi pusat perhatian. "Kakak gue udah gila, malu-maluin aja." Ia bermonolog sambil mengacak acak rambutnya karena kejahilan kakaknya, yang membuat ia malu. Sedangkan Ranaa tertawa kecil dari dalam mobil, kemudian berlalu pergi meninggalkan pekarangan sekolah.

ARSYILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang