DWMC - 4

35 11 10
                                    

Tiga hari dalam seminggu dari waktu yang di minta Deven untuk bimbingan tidak benar benar terealisasikan. Nyata nya, sudah seminggu Deven tidak hadir di kampus. Ia bagai ditelan bumi setelah terakhir kali bertemu dengan Suzy tempo hari.

Suzy tahu, tugas ini tidak akan berjalan dengan mudah. Deven adalah mahasiswa Abadi! Tolong di garis bawahi. Ia dan tabiat buruk nya tidak akan pernah lepas sampai kapan pun. Tapi Suzy tidak ingin menyerah, ia sudah terlanjur menerima tugas dari Dekan. Akan sangat tidak profesionl jika ia menyerah di awal seperti ini. Akhirnya Suzy meyakinkan dirinya sekali lagi untuk bisa membuat Deven keluar dari kampus ini bagaimanapun cara nya.

Sedangkan di belahan bumi lain Deven seorang diri, tengah berbaring di ranjang dengan tubuh penuh luka yang sudah mengering.

"Kau sudah bangun?"  Suara wanita umur 30 an terdengan begitu lembut memasuki indra pendengaran Deven. Dengan mata sayu bangun tidur Deven menoleh ke arah wanita itu.

"Pukul berapa sekarang?" Tanya Deven.

"Masih pukul 9 pagi, kau akan pulang?"

"Hmm, aku harus pulang" Deven bangkit dari ranjang dengan sedikit ringisan. Wanita itu beranjak mendekat berusaha membantu Deven.

"Kau yakin akan pulang dalam keadaan seperti ini?"

"Terimakasih atas bantuanmu Cassie" Balas Deven tanpa menjawab pertanyaan perempuan yang di panggil Cassie itu.

Cassandra Mayer, anak dari mantan asisten rumah tangga di kediaman Deven. Wanita 30 tahun yang begitu mengenal Deven. Bagaimana masa kecil Deven yang ceria, hingga perubahan sifat Deven semenjak sang ibu pergi meninggalkan dunia karena bunuh diri. Cassie berada disana dan melihat semua perubahan Deven hingga detik ini. Deven hanya seorang pemuda yang haus akan perhatian dan kasih sayang. Ditinggal seorang diri di umur 6 tahun sungguh suatu hal yang berat untuk di jalani seorang bocah yang tak tahu apa apa. Dan Cassie lah yang selalu membantu menangani Deven setiap pemuda itu terlibat masalah.

"Baiklah, beritahu aku jika terjadi sesuatu" Ujar Cassie. Deven hanya membalas dengan mengangguk, lalu pergi meninggalkan kediaman wanita itu.

Sampai di rumah, Deven cukup terkejut ketika melihat mobil sang ayah terparkir rapih di garasi rumah. Setelah menutup kembali pintu gerbang tinggi bergaya minimalis itu, Deven melanjutkan langkah nya memasuki kediaman megah itu.

Satu tamparan tiba-tiba saja melayang menghampiri pipi sebelah kiri nya sesaat setelah ia menutup pintu rumah. Deven meredam emosi dan menahan ringisan keluar dari bibirnya. Sial, dia mendapat tamparan tepat di luka yang belum sepenuhnya mengering.

"Bagus sekali, setelah membolos kuliah selama seminggu masih berani kamu kembali ke rumah ini" suara tegas itu memasuki indra pendengaran Deven. Suasana nya begitu mencekam, tapi Deven tidak gentar sedikitpun dan malah menatap pria didepan nya dengan wajah datar. Ia mengusap sedikit darah yang keluar di sudut bibirnya. Ah, benar saja lukanya yang belum mengering kini berdarah lagi. Tanpa bicara sepatah kata pun, Deven bergegas menaiki lantai dua meninggalkan pria tua itu.

Berbagai umpatan seperti 'anak sialan' 'tidak tahu diri' dan beberapa umpatan menyakitkan lainnya keluar dari mulut pria itu. Deven sudah terlalu sering mendengar umpatan itu keluar dri mulut ayah nya sendiri. Sebenarnya kata kata itu menyakitkan, tapi ia sudah besar sekarang dan tidak pantas juga untuk menangis di usia sebesar ini.

Sampai di kamar, Deven langsung membereskan buku buku kuliahnya. Beberapa baju nya juga ia kemas ke dalam koper kecil yang berada di atas lemari kamar nya. Setelah selesai, ia langsung memesan taksi. Setelah melihat notifikasi di ponselnya, Deven kembali bergegas keluar kamar. Sudah tidak ada Ayah nya di bawah. Dengan langkah terburu Deven segera keluar rumah dan mendapati mobil ayah nya masih ada di Garasi. Mungkin sang ayah kini berada di ruang kerja. Tanpa membuang banyak waktu, Deven memasuki taksi yang sudah menunggu nya di sebrang jalan.

Dont Watch Me CryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang