•sedikit kisah dari seorang Algana•
-----Bandung, 1998
Pagi yang cerah, secerah hati dan perasaan seorang pemuda bertubuh besar nan tinggi yang tengah menulis beberapa kalimat yang akan dirinya berikan kepada seseorang yang dirinya kagumi.
Namanya Johan, lebih tepatnya Johannes Mahendra. Mahasiswa fakultas ekonomi yang sekarang sudah ada di tahap semester akhir.
"Oy!" Panggil seorang temannya yang bertubuh tak jauh beda dari Johan. Namanya Jefvan.
Johan membalikan badannya melirik orang yang memanggilnya, "kenapa?" Johan kembali membalikan badannya dan kembali menulis kalimat yang belum usai.
"Lagi apa sih?" Tanya Jefvan sambil melirik kertas yang ada di hadapan Johan.
"Kepo sekali kamu, menjauh sana." Johan menutupi kertasnya agar Jefvan tidak bisa membacanya.
"Joo dasar, lagi kasmaran ya?" Jefvan menebak sambil menunjuk dan tersenyum menggoda, "sama siapa?"
Johan menggeleng tanpa memalingkan tatapannya dari kertasnya, "jangan jangan sama masiswi baru? Atau sama yang seangkatan? Ko gak pernah cerita sih? Padahal kan sama sahab-"
"Berisik," Johan berdiri dari tempat duduknya lalu pergi ke luar kelasnya.
Kelasnya memang berada di lantai dua, membuat dirinya melihat ke lantai bawah tepatnya ke halaman kampus. Dan ya, dirinya berhasil menemukan seseorang yang dirinya cari. Johan segera menuruni tangga dengan cepat. Setelah berada di lantai bawah, kini dirinya berusaha agar tidak gugup, karena dirinya akan memberikan surat yang dirinya tulis tadi.
Setelah beberapa menit dirinya terdiam tanpa ada pergerakan, kini Johan memberanikan dirinya untuk maju menghampiri gadis berambut panjang itu.
"Surat," ucapnya singkat lalu menyimpan surat tersebut dihadapan gadis tersebut. Johan kembali pergi dan menaiki tangga menuju lantai atas.
"Hah? Sur-" ucapnya terhenti karena orang tersebut sudah lari dari hadapannya.
Perlahan namun pasti gadis itu membuka surat yang dirinya terima dari orang yang tidak dirinya tahu siapa sebenarnya orang itu.
•••
Empat hari sudah semenjak dirinya memberikan surat tersebut- namun masih tidak ada balasan surat dari gadis tersebut. Sepertinya harapan akan gadis tersebut sudah tidak pantas masih ada di dalam diri Johan.
"Apa mungkin gadis itu sudah memiliki pasangan makannya dia tidak memberi balasan surat saya?" Jefvan tak menjawab, hanya saja menaikan kedua bahunya bertanda dirinya tak tahu. "Atau sudah seharusnya saya berhenti menjadi pengagum dia?"
"Haha payah kamu jadi cowok!" Johan menatap tajam Jefvan, "iya, kamu payah Johan." Tegas Jefvan kedua kalinya.
"Kamu payah, baru sekali usaha udah mau menyerah. Kalau kamu emang suka sama dia itu pertahankan dan berusaha terus dong," Jefvan menyimpan teleponnya lalu merebahkan tubuhnya di kasur kamar kost Johan.
Johan berpikir sejenak, dan ya memang perkataan Jefvan barusan tidak ada salahnya. Jika memang dirinya suka, kenapa harus langsung menyerah begitu saja?
•••
Johan tersenyum tak percaya jika dihari kelima ini dirinya akan mendapatkan balasan surat dari seseorang yang dirinya kagumi. Bahkan jawabannya melebihi ekspektasi Johan.
"Jefvan, saya mendapat balasan!" Ucap Johan dengan semangat kepada Jefvan yang sedang berada di kelas.
"Balasan apaan?" Tanya Jefvan malas.
"Balasan surat dari ..." Johan kembali membuka surat untuk melihat nama gadis tersebut, "dari Karina! Iya, Karina namanya. Cantik ya namanya? Seperti wajahnya."
"SERIUS?!" Jefvan yang tadinya menjawab malas, kini ikutan semangat untuk melihat surat balasan dari adik kelas manis bernama Karina.
---
hii, gimana prolognya? menarik gak? semoga kalian suka, ya!
sekian, terima Vote..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Semesta
Teen Fiction| follow dulu, karena akan ada beberapa part yang terkunci dan hanya bisa dibaca oleh followers saja. | Dear Semesta... Jika memang tak ada kebahagiaan yang berpihak kepada diriku, maka ijinkanlah diriku menjadi sumber kebahagiaan orang lain. -DSWP