"Jika memang kelahiran Gana di dunia adalah kesalahan terbesar mamah, tolong maafkan."
----2008
Algana Maheswara - seorang pria berkulit putih, memiliki senyum yang manis, dan tak lupa memiliki lesung pipi di sebelah kanan. Anak laki laki berusia 9 tahun ini memang tak ada bedanya dengan anak kecil lainnya, sama sama memakan nasi dan meminum air. Tetapi, ada satu yang membuat dirinya tak bisa disama ratakan dengan anak kecil lainnya yaitu kasih sayang. Ya, Algana-atau yang lebih sering dipanggil Gana- ini tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya, terlebih dari seorang ayahnya karena ayahnya telah meninggal saat Gana masih dalam kandungan. Itu menurut mamahnya.
9 tahun hidup tanpa kasih sayang memang sangat sakit bahkan orang lain belum tentu sekuat Gana. Entah karena mamahnya sibuk dengan pekerjaan, atau bahkan mungkin karena mamahnya tidak menginginkan kehadiran Gana. Entahlah, yang pasti sekarang Gana hanya bisa tinggal dan dirawat oleh Bi Ina.
Bi Ina, ya, Bi Ina. Orang itu yang selalu ada untuknya dari awal membuka mata bangun tidur, hingga menutup mata ketika dirinya akan tidur kembali. Tidak lupa Bi Ina juga selalu membara Amara - anak kecil yang usianya 2 tahun lebih muda dari Gana ke rumah nya. Amara atau yang lebih sering dipanggil Ara ini adalah cucu kesatu bahkan satu satunya dari Bi Ina. Gana bersyukur karena masih ada yang bisa menemaninya.
Seperti sekarang, Gana sedang berduaan bersama Ara di kamar. Keduanya sibuk dengan puzzle yang belum selesai tersusun rapih oleh mereka berdua. Tidak ada percakapan diantara keduanya karena tengah sibuk satu sama lain. Sampai setelah beberapa menit, semuanya sudah selesai. Semuanya tersusun dengan rapih oleh mereka berdua.
"Yeyyy!!" Sorak keduanya lalu high five. Gana tersenyum, begitu juga dengan Ara yang tersenyum bangga bisa menyelesaikannya bersama sama.
"Akhirnya selesai juga, ya, Ra?" Gana merentangkan tubuhnya dan merebahkannya di kasur empuk miliknya. Begitu juga dengan Ara yang mengikuti Gana.
Dalam beberapa menit keduanya terdiam, hening tercipta diantara keduanya. Hingga Ara yang pertama membuka suara. "Enak banget ya jadi Kak Gana."
Gana melirik Ara sebentar, tersenyum, dan kembali menatap langit langit kamarnya. "Enak apanya, Ra?" Tanya Gana lembut.
"Iya, enak, punya rumah yang gede terus juga punya kamar yang enak banget. Ara juga pengen tau punya kamar yang kaya gini!" Ara memanyunkan bibirnya gemas, dan melipat kedua tangannya di atas perut.
Gana kembali tersenyum, namun kini terlihat pahit dan terpaksa seolah menertawakan dirinya sendiri. "Iya, kamarnya nyaman. Tapi isinya yang enggak, Ra."
"Maksud Kak Gana?" Ara tak mengerti membuat dirinya terbangun dari kasur dan menatap Gana serius.
"Hahah, enggak, Ra, enggak."
Ara cemberut dan mencubit kaki Gana jengkel, "ihhh, Kak Gana kalo ngomong suka setengah setengah deh, Ara gak suka!"
"Aww, sakit, Ra." Gana meringis kesakitan, "Aku bales nih, ya."
Gana berdiri dari tidurnya lalu menggelitik Ara, sedangkan Ara kini tengah kehebohan karena geli. "KAK GANAAAA!! GELII!!"
tok tok tok..
Bi Ina masuk dengan membawakan air dan obat kedalam kamar Gana, "eitss ada apa nih rame banget kalian berdua?"
"Ini nih, Ne!" Ara berlari kebelakang Bi Ina sambil menunjuk kesal Gana, "Kak Gana nyebelin masa ngelitikin Ara terus, kan Ara geliii.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Semesta
Teen Fiction| follow dulu, karena akan ada beberapa part yang terkunci dan hanya bisa dibaca oleh followers saja. | Dear Semesta... Jika memang tak ada kebahagiaan yang berpihak kepada diriku, maka ijinkanlah diriku menjadi sumber kebahagiaan orang lain. -DSWP