Bab 2

8 2 0
                                    

Terlihat kantin mulai penuh dengan murid-murid yang kelaparan. Hingga kedatangan most wanted SMA Antariksa membuat kantin menjadi riuh. Banyak yang terang-terangan memuji. Tapi mereka tidak memperdulikannya, bagi mereka hal itu sudah biasa. Mereka berempat berjalan ke meja yang biasa mereka duduki.

Di sana sudah ada dua orang yang sudah duduk tenang dengan memakan makanan yang ada di hadapan. Tidak merasa terganggu dengan keadaan yang ada di sekitarnya. Dhefin yang melihat itu langsung menggebrak meja. Membuat dua manusia terjengit kaget. 

"Kalian berdua kenapa gak ngajak kita bolos sih." Bukan Dhefin namanya datang tidak membuat onar.

"Anjir lo, gue hampir mati kesedak tahu gak." Gadis berkucir kuda berseru galak.

"Ehh monyet untung gue sama Adel gak kenapa-kenapa. Lagian yang harusnya marah kita berdua bukan lo." Sahut laki-laki di sebelah gadis yang bernama Adel.

"Udah diam. Gak malu apa di lihatin semua orang." Mia melerai mereka bertiga agar tidak terjadi kegaduhan.

Mereka berempat duduk di kursi yang masih kosong. Untung nya meja makan yang mereka duduki cukup luas.

Bagaimana tidak luas. Satu meja makan yang bisa di tempati oleh 4 orang, di jadi satu. Tentu saja itu ide Dhefin. Dia mengusulkan untuk menggabungkan dua meja makan. Walaupun sempat mendapat ceramah oleh guru. Dhefin tampak tidak peduli.

"Kapan?" Tanya Aretha.

Menghentikan kembali aktivitas kedua remaja yang kembali melanjutkan makan yang sempat tertunda. Sementara Mia dan Reza mengurungkan niatnya yang hendak memesan makanan.

"Lo tanya gue Re?" Tanya pria di samping Aretha.

"Anjir Retha lagi mode dingin. Kasihan banget Rian." Bisik Dhefin kepada Reza. Yang sayangnya tidak mendapat respon apapun dari Reza.

"Maksud adik gue sejak kapan lo ada di kantin sama Adel."

Reza yang memutuskan untuk menjawab karena melihat Retha yang hanya diam saja. Tidak ada niat untuk menjawab.

Sementara Adel yang mendengar namanya disebut sontak menghentikan kegiatannya. Sendok makan yang sejak tadi ada di tangannya ia letakkan di atas piring. Memusatkan perhatian kepada perbincangan serius ini.

"Sejak jam pelajaran ke tiga. Kenapa?" Jawab Rian santai. Meskipun dalam hati merasa tidak nyaman.

"Lo dan Adel belikan pesanan kita. Kayak biasa aja ya." Ucap Aretha dengan senyum manisnya.

Adel yang hendak menyerukan protes langsung diam. Saat melihat tatapan maut Aretha.

Rian yang sejak tadi merapalkan doa berharap perasaan buruknya tidak terjadi, pupus sudah. Saat mendengar perintah Aretha. Sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak kepada Rian.

Adel dan Rian bergegas membeli pesanan Aretha. Sebelum gadis itu mengamuk karena kelaparan.

Tak lama pesanan mereka sampai. Tanpa menunggu yang lain makan, Aretha langsung memakan makanan yang ada di hadapannya.

Dhefin mengucapkan terimakasih kepada mereka berdua. Tentu saja bukan ucapan yang tulus. Justru terdengar seperti ledekan.

Adel dan Rian sudah malas menanggapi perkataan tidak berfaedah Dhefin memilih melanjutkan makan. Yang sempat tertunda entah ke berapa kalinya.

Baru lima suap makanan yang masuk ke dalam mulut Aretha. Dia mendengar suara yang sangat tidak ingin dia dengar.

"Aretha boleh tidak aku dan temanku duduk di sini?" Suara lembut gadis berjilbab itu menyapu seluruh pendengaran orang yang duduk di bangku itu.

"Ehh ada neng geulis. Boleh kok sini duduk sebelah abang Dhefin."

Dhefin menggeser duduknya. Memberikan ruang kepada orang itu untuk duduk. Gadis berjilbab yang mendengar perkataan Dhefin diam tak bergeming. Perempuan yang merupakan teman gadis berjilbab juga diam. Karena melihat temannya yang hanya diam.

Reza yang duduk tepat di sebelah Dhefin menyikut perutnya. Membuat Dhefin mengaduh pelan.

"Cih kayak gak ada bangku kosong aja" Adel berdecih pelan tapi masih bisa di dengar oleh gadis berjilbab dan temannya.

"Nyonya Adelicia Calista yang terhormat. Bisakah anda sebelum bicara berfikir dulu. Lihat sekeliling mu semua meja di kantin penuh. Tidak ada bangku kosong." Ucap teman gadis berjilbab berusaha sopan.

"Wow kalian lihat kan. Nyonya Rissa, kesayangan kita semakin berani."

Adel menepuk kedua telapak tangannya. Sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Murid murid yang berada di kantin memusatkan perhatian ke meja di mana tempat suara berasal.

Beberapa dari mereka mulai mengambil HP. Membuka aplikasi kamera, siap merekam kejadian yang akan terjadi. Aretha melihat ke sekelilingnya, waktunya ia menjadi artis dadakan.

"Bisa ulangi perkataan mu barusan Aira!" Ucap Aretha pelan

"Maaf aku tadi tidak dengar karena aku sibuk dengan makanan di depan ku."

Kali ini Aretha mengatakan dengan sangat lantang. Bisa di pastikan bahwa suaranya masuk ke dalam video.

Gadis bernama Aira mengulangi perkataan yang sama seperti sebelumnya.

"Ooo jadi lo dan teman lo pingin duduk di bangku ini, silakan."

Mendengar perkataan Aretha sontak membuat kantin mulai riuh. Apalagi saat melihat Aretha berdiri menghampiri Aira dengan teh gelas di tangannya. Mereka berusaha menahan suara yang ingin di lontarkan. Berharap dapat merekam kejadian ini dengan sempurna.

Tepat saat Aira dan Aretha berhadap-hadapan. Rissa yang tadi berada di samping Aira kini maju di hadapan sahabatnya. Menjadikan dirinya sebagai tameng saat Aretha ingin berbuat macam-macam. Teman Aretha melihat ke jadian tersebut, bagai melihat film. Jangan lupakan makanan yang menemani mereka.

Aretha mengaduk teh dengan sedotan. Lalu meminumnya sedikit. Menggoyangkan gelas yang berisi teh yang masih tersisa setengah. Seperti sedang menimbang jawaban apa yang akan diberikan.

"Lo bilang mau makan di meja yang sama dengan gue. Tapi kenapa lo dan teman baik lo gak bawa makanan. Ohc atau lo mau makan bekas gue." Ucap Aretha tanpa memberi kesempatan orang di hadapannya bersuara.

Aretha berjalan ke arah Aira membisikkan sesuatu.

"Ambil aja makanan bekas gue, lo kan suka sama barang bekas dan kasih sayang bekas gue."

Menepuk pundak Aira pelan seolah menyingkirkan debu. Lalu berjalan ke luar kantin. Kemudian di susul oleh teman-temannya. Tentu saja dengan sisa makanan yang belum habis.

Aira hanya bisa mengepalkan tangan. Menahan bulir air mata yang akan keluar saat mendengar sorakan orang-orang yang ada di kantin.

Bagaimanapun juga Aira tidak bisa pergi begitu saja. Dia sudah membuat Aretha dan teman-temannya pergi. Memutuskan untuk duduk di bangku yang sejak awal kosong, tidak ada bekas piring di meja. Sementara Rissa memesan makanan untuk mereka berdua.

"Hebat banget sohib gue." Ucap Adel mengapit leher Aretha.

"Bener banget yang di bilang Adel. Apalagi waktu lihat wajah ustadzah gadungan itu asli gue pingin ngakak." Rian menimpali perkataan Adel.

Mereka yang berjalan di koridor yang cukup sepi, terkekeh pelan dikarenakan perkataan Rian. Mungkin karena semua orang lebih memilih berada di kantin hingga koridor tampak sepi.

Aretha yang mengehentikan langkah, membuat kelima temannya ikut menghentikan langkah mereka.

Gerakan Aretha yang tiba-tiba berjalan ke Reza, lalu lompat ke punggung tegap itu membuat mereka terkejut. Terutama Reza. Untungnya dia dapat dengan cepat menyeimbangkan badan. Jika tidak mereka berdua akan jauh menegaskan di lantai yang dingin.

"Anjir lo Re. Mana tadi lo nyenggol gue, gak minta maaf lagi."

Bukannya minta maaf kepada Dhefin, Aretha menyembunyikan kepalanya di belakang bahu Reza. Posisi Aretha saat ini berada dalam gendongan belakang Reza.

"Gua sama Aretha cabut dulu."
Reza berjalan pergi meninggalkan teman-temannya bersama Aretha. Sesekali ia membenarkan gendongan nya. Agar Aretha nyaman.












Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AIRETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang