04 🌇 Timbul Kecurigaan

349 52 5
                                    

Makan es krim saat cuaca sedang panas-panasnya memang epic, tapi lebih epic lagi ketika baru pulang sekolah dalam keadaan lelah malah mendengar sepasang kekasih bertengkar dari dalam kos.

Guntur bingung, kenapa sih dirinya harus berteduh di bawah atap kos dengan manusia-manusia yang penuh masalah di hidupnya!? Yah, Guntur akui bila dirinya sendiri punya masalah, tapi tolong setidaknya kalau ingin bertengkar bisa ke tempat lain, lapangan contohnya. Luas! Jangan di kosan. Berisik, selain itu juga mengganggu tetangga.

Ketimbang masuk dan harus melewati sepasang kekasih yang dirundung masalah, Guntur memilih duduk di teras. Menunggu pertengkaran Bang Dirga dengan siapalah itu namanya selesai.

"Dirga, aku minta maaf. Aku sama sekali nggak ada niat selingkuh!"

"Lo bilang kayak gini ke gue udah berapa kali, hah!? Sorry, kita selesai sampe di sini. Pintu keluar ada di sebelah sana."

"Nggak! Dirga, please. Jangan kayak gini!"

"Kalo elo nggak berulah, kita nggak bakal kayak gini. Jangan egois. Lo pikir gue nggak sakit hati?"

Rumit, pikir Guntur yang menjadi pendengar setia pertengkaran 2 insan di dalam kos. Harusnya Guntur tadi menerima ajakan mampir warnet dari temannya saja, daripada pulang dan berakhir bad mood karena pertengkaran sepasang kekasih.

Ceklek!

"Apa lo liat-liat?"

Guntur mengerutkan hidung begitu dilempar pertanyaan dengan nada tak bersahabat oleh sosok perempuan yang kini menyandang status sebagai mantan Bang Dirga. Heran. Bertengkar dengan siapa, yang kena sembur siapa.

"Gue punya mata!" Sewot Guntur, yang tidak ditanggapi oleh perempuan tadi. Dia langsung pergi begitu saja dengan derai air mata.

Sepeninggalan perempuan tersebut, Guntur beranjak dari duduknya. Niat hati ingin langsung pergi ke kamar dan rebahan, tapi urung ketika mendapati eksistensi Bang Dirga dengan rambut acak-acakan serta rokok di tangannya. Persis seperti orang frustasi.

"Kenapa, Tur?"

"Nggak." Guntur berkata sembari menatap lekat puntung rokok yang diapit 2 jemari Dirga. "Ke teras sono. Kasian tuh tanemannya Sipur jadi layu gara-gara kena polusi dari rokok lo, Bang."

Bukannya pergi, Dirga malah mematikan puntung rokoknya. Dengan wajah mendung, ia balas tatapan Guntur.

"Apa? Lo mau nonjok gue?"

"Lo pengen gue tonjok, Tur?"

"Lo mau buat kritis, Bang?" Guntur menunjuk lebam di wajahnya. "Nih! Liat baik-baik lebam di muka gue. Lo kira cuma hiasan doang? Lo pikir dipukul Kak Noah nggak sakit? Kak Noah emang anjing. Jadi, Lo nggak usah nambah penderitaan gue, Bang!" ocehnya ketus.

Sebelum Dirga sempat menyahut, Guntur lebih melanjutkan perkataannya.

"Lo kalo mau cerita atau lampiasin emosi, gue saranin pergi ke halaman belakang," ucap Guntur yang setelah itu berlalu meninggalkan Dirga seorang diri.

Sepeninggalan Guntur, Dirga benar-benar mengikuti saran darinya. Halaman belakang? Halah, paling hanya tanah kosong. Betapa bodohnya ia karena mau menuruti perkataan Guntur. Begitulah pikiran Dirga. Namun, setelah sampai di tempat tujuan, bukan sebuah tanah kosong yang ia dapati melainkan berbagai jenis tanaman yang tumbuh subur.

"Sejak kapan belakang kos ada beginian?" gumam Dirga seraya berjalan menghampiri tanaman merambat yang memilki daun lebar.

Tangan Dirga terulur hendak memetik daun tanaman yang biasa disebut dengan nama daun sirih oleh banyak orang, akan tetapi gerakannya terhenti saat selembar daun sirih lebih dulu disodorkan padanya.

Blok 7 | NCT DREAM (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang